Minggu, 29 Januari 2023

SAMPAH NEGERI - Haji Adjim Arijadi



SAMPAH NEGERI 
Karya : Haji Adjim Arijadi

Para Pelaku :
1. Pengemis
2. Gelandangan Gadis
3. Gelandangan Tua
4. Cina
5. Lelaki
6. Suami
7. Isteri

Pada sebuah kaki lima, toko milik warga negara Cina, para pengemis tengah mengakhiri istirahatnya dan langsung menyibukkan diri dengan membersihkan lantai kaki lima tersebut. Seorang pengemis yang menguasai wilayah kaki lima itu pada bingung menempatkan bendanya berupa keranjang sampah yang selalu dianggapnya sebagai tempat demokrasi dan berkas rahasia. Keserbasalahan tersebut karena ia merasa bahwa harta bendanya selalu diincar-incar oleh mata manusia. Dimatanya dalam penempatan benda itu sudah cukup baik, tetapi belum tentu kena bagi mata pemilik toko.


Pengemis : 
 Memang serba salah. Salah bagi orang yang tidak mau mengerti akan kebenaran dan kepastian yang kumiliki-kutaruh disini, memang tepat menurut anggapanku. Tapi apakah tepat bagi rasa dan biji mata orang lain ? Lebih-lebih bagi bibir ceriwis si Cina itu. Lantas dimana ? Nah disini……oh, tidak. Disini akan jadi alas an tepat bagi si Cina untuk menendang keranjang ini. Keranjang bagi orang kota memang tempat sampah. Tapi bagiku adalah sebuah almari Cabinet indah yang serasi untuk dokumen rahasia atau harta yang mengandung nilai sejarah. Disini letak perbedaan yang paling prinsipil.

MUNCUL GELANDANGAN TUA DENGAN ANAK GADISNYA

Gel. Tua : 
Bagus sekali. Kau telah menempati janjimu dengan baik. Ah… (DUDUK BERSILA) cukup payah. (MENGGERAPAKAN PINGGANGNYA)

Pengemis : 
Memangnya jalan jauh

Gel. Tua : 
Mana mungkin orang seperti saya ini punya rumah di kota

Pengemis : 
Makanya jangan memandang diri kita terlalu rendah

Gel,. Gadis : 
Jangan minder, begitu bukan maksudnya. ?

Pengemis : 
Duillah, Awet muda nih. Cantik lagi. Sudah pernah kawin ?

Gel. Gadis : 
Mana ada orang yang mau

Pengemis : 
Waduhhh…masih perawan. Betul-betul perawan, ya !

Gel. Tua :
Memangnya kalau dia perawan, mau apa sih ?

Pengemis :
Ah, nggak apa-apa. Ngomong-ngomong sudah lapar atau belum ?

Gel. Tua :
Apa yang dimakan ?

Pengemis :
Nah, kebetulan, saya banyak menyimpan nasi bungkus,

(SIBUK MENCARI DIANTARA ISI KERANJANGNYA)

Gel. Gadis :
Dari pesta perkawinan ?

Pengemis :
Ah, kita tak usah perduli, dari mana datangnya. Nah, ini mari kita sarapan bersama (MENYUGUHKAN) Mari (MENGAJAK SI GADIS)

Gel. Tua :
(MEMBUKA BUNGKUSAN) Kok, Cuma tulang melulu

Pengemis :
Rezeki jangan ditampik. Rezeki harus disyukuri. Tulang tulang sekalipun tapi banyak sum-sumnya. Makanan bergizi. Ayah, jangan malu-malu, nanti keburu siang.

Gel. Tua :
Ah, (MENCOBA MENGUNYAH TULANG, TAPI GIGINYA PATAH) Waduh, bagaimana bisa mendapatkan sumsum

Pengemis :
Jangan cari enaknya saja, Pak, Mendapatkan sumsum ayam sama saja dengan menggali batu intan. Mana mungkin, batu intan datang sendiri.

Gel. Tua :
Ya, tapi gigi ini. Nih, lihat.

(MENUNJUKKAN PATAHAN GIGI)

Pengemis :
Tulang memang keras, sukar dipecahkan. Nah, tulang ayam muda.

Gel. Tua :
(MENOLAK)

Pengemis :
Nih, bantu ayahmu, coba kau pecahkan dengan gigimu

MEREKA SEDANG ASYIK MAKAN, KEMUDIAN MEREKA DIKEJUTKAN OLEH PEMILIK TOKO

Cina :
Hayyaaa ! Bagaimana ini, kalian bikin rusak pemandangan. Ayo minggir, Toko mau dibuka

Pengemis :
Kok, tak libur Ngkoh

Cina :
Apa libur libur. Mau malas-malasan, akan makan batu ? Hayyaa, Hidup tak boleh malas-malasan. Harus rajin, kau malas, nah akibatnya sedang kau rasakan bukan ?

Pengemis :
Maksud saya, bukan mengatakan Ngkoh malas. Tapi hari ini hari libur Nasional. Hari Raya Indonesia.

Gel.Tua :
Iya ya.. Tujuh Belas Agustus

Gel. Gadis :
Hari Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia

Cina :
Siapa larang orang mau jualan, sana minggir, halaman toko jangan dikotori. Kalian hamburkan tulang tulang itu ya ? Kalian hamburkan wabah penyakit. Itu kotor merusak kota. Pemadangan jelek.

Gel. Gadis :
Ayah. Ayahkan tak pernah pisah dengan bendera

Gel. Tua :
O….. ya aku lupa dengan hari bersejarah kita (MENGAMBIL DI DALAM BAJUNYA, RUPA-RUPANYA BENDERA ITU TERBELIT DI PINGGANGNYA). Ini dia. Merah Putih.

Cina :
Mau dipasang itu Bendera ? Disini tidak boleh

Pengemis :
Dan saya juga banyak menyimpan hiasan merah putih (MENGAMBILNYA DARI DALAM KERANJANG). Nah.. (HIASAN RANTAI KERTA MERAH PUTIH).

Gel. Gadis :
Bagus sekali. Kita harus turut merayakan. Dan kita harus menghiasi tempat tinggal kita ini.

Cina :
Apa ! Menghias tempat tinggal kalian ? Dimana ?

Pengemis :
Saya tak punya tanah dan tak punya rumah. Di desa memang ada. Tapi luas tanah terbatas pada seluas kuburan orang tua dan isteri saya. Cuma itu. Nah, kalau boleh saya ungin menghias muka took ini saja.

Cina :
Tidak bisa !

Gel. Tua :
Betul juga. Ini bukan milik kita

Pengemis :
Tapi hari kemerdekaan harus kita sambut dengan meriah. Kita punya bendera Merah Putih. Dan kita juga punya hiasan kebangsaan.

Cina :
Pokoknya kalian jangan bikin kacau dengan sampah-sampah itu. Ayah ! Menjauh. Akibat kalian buka took ini jadi berantakan dan kotor. Ayah !! sebelum polisi kota menyalahkan saya, agar kalian menjauh dengan segera.

Gel. Gadis :
Ngkoh, saya kan sudah Ngkoh kenal. Masa kami harus diusir. Halaman took Ngkoh adalah ladang kami. Bagaimana kami bisa mendapatkan uang Ngkoh.

Cina :
Ya, tapi demi saran kalian untuk kepentingan ulang tahun Proklamasi Kemerdekaan, maka saya minta kalian berpartisipasi dengan kota. Partisipasi itu ialah untuk keberhasilan kota. Artinya kalian harus menjauhi muka took ini.

Gel. Tua :
Ayolah, agat tahu diri ! Disini bukan milik kita

Gel. Gadis :
Ayah sudah menyalahi prinsip perjuangan ayah. Bukankah sejak kecil ayah telah menanamkan pengertian pada saja, bahwa bumi Indonesia yang kita rebut dari tangan asing adalah bumi kita juga. Tiap jengkal tanah air adalah tanah air kita.

Cina :
Mana bisa. Saya sejak dulu banyak keluar uang untuk memiliki tanah dan toko ini. Ini bukan milik orang banyak. Saya telah membelinya.

Cina :
Saya punya segel adat yang diketahui kepala Kampung. Saya punya sertifikatnya, lantas kalian mau mengakuinya ? Tak usah, ya..

Gel. Tua :
Kau tidak boleh salah dalam menafsirkan. Negara kita adalah Negara hukum. Punya perlindungan hokum, atas hak milik kita.

Pengemis :
Lho, kitapun tidak berkeinginan untuk mengambil harta milik si Cina ini. Kita tidak bermaksud untuk merampasnya. Tulang-tulang ayam yang barusan kita santap tadipun telah saya dapatkan secara halal. Saya bermaksud akan berpartisipasi terhadap orang yang pernah memberikan jasa kepada kita. Jangan Ngkoh kira, saya akan menjadi durhaka terhadap Ngkoh. Ngkoh cukup berjasa dalam hidup saya, kalau bukan dengan kemurahan hati nyonya, mungkin saya tidak punya tempat tidur.

Cina :
Na, itu orang tahu diri namanya. Jangan seperti dia. Tiap jengkal tanah yang ditempatinya selalu jadi miliknya. Itu perampok namanya.

Gel. Tua :
Maafkan kesalahan anak saya, Ngkoh.

Cina :
Kalian hanya bisa saya maafkan kalau sudah menjauh dari tempat ini.

Gel. Gadis :
Tapi saya harus cari uang disini. Ngkoh

Cina :
Kalian sejak dulu telah melanggar hukum. Kalian tiap hari datang kesini bikin nyanyi-nyanyi cari uang. Mana pernah minta izin. Sudahlah jangan banyak cingcong, lekas pergi sana !

Gel. Tua :
Dimanapun kita berada maka jiwa kita selalu dekat dengan negeri kita. Nusantara dengan kemerdekaannya ada dalam jiwa kita.

TERDENGAR BUNYI GENDERANG, TAK LAMA MUNCUL SEORANG LELAKI DENGAN GENDANG PLASTIK YANG DIBALUT DENGAN RUMBAI MERAH PUTIH. PADA KEPALANYA JUGA TERBELIT SECARIK KAIN MERAH PUTIH.

Lelaki :
Barisan berhenti ! (IA TEGAP BERHENTI) Istirahat (IA MAJU MENATAP ORANG ORANG). Hei ..! Kau, Cina Jawab ! Cina atau bukan ?

Cina :
Ya, ya Saya orang Cina. Tapi saya orang Indonesia.

Lelaki :
Orang Cina tapi orang Indonesia !? Tidak bisa ! Cina Bukan Indonesia. Tapi Cina boleh saja tinggal di bumi Indonesia. Dan kau (PADA PENGEMIS) Orang Indonesia. Saya kenal dari hidungmu. Kau juga (PADA GELANDANGAN TUA) saya kenal dari kepasrahanmu. Tapi kau (PADA GELANDANGAN GADIS) Seorang betina Indonesia yang malang. Saya punya banyak teman wanita. Galak-galak. Tapi zaman telah lampau. Saya pengagum wanita yang berhati singa. Tapi saya juga dikagumi wanita berhati lembut. Tapi saya juga dikagumi wanita berhati singa.. Bagi saya wanita itu bukan tanah liat. Bukan juga embun. Wanita adalah singa. Harus berani, dan wanita dulu memang pemberani. Berani angkat sumpah. Berani angkat senjata melawan Belanda. Dan kau memang wanita yang saya kagumi itu. Saya mencintaimu, tahu? Saya ingin mengambilmu. Kamu harus jadi isteri saya. Nah, siapkan dirimu, Siapa Walimu? Kau ? (PADA PENGEMIS).

Pengemis :
(GELENG KEPALA)

Lelaki :
Tentu bukan suaminya. Suaminya pasti Cina ! Atau kau barangkali.

Gel. Tua :
Saya ayahnya

Lelaki :
Kebetulan sekali. Kita harus kawin sekarang juga

Gel. Gadis :
Kau gila !

Lelaki :
Sedikit.

Gel.Gadis :
Dia bukan ayah saya.

Lelaki :
Baik, Tapi dia mengakui anak. Itu penting sebab wanita tanpa dikawal jadi wanita raja singa.

Gel. Gadis :
Apa maksudmu

Lelaki :
Sudah berapa kali kita lalui ulang tahun kemerdekaan. Dan kemerdekaan yang pernah menyita darah isteriku harus dibalas pula dengan cinta wanita. Kau harus mencintai saya. Itu janji saya.

Gel. Gadis :
Tapi kita tidak boleh seenaknya begitu.

Lelaki :
Jangan jual mahal. Jaman merdeka tidak ada yang boleh sombong. Lebih-lebih para wanita. Kemerdekaan menuntut setiap wanita agar meningkatkan emansipasinya untuk kepentingan pria. Bukan sebagai saingan. Jadi engkau harus punya pengertian siapa saya. Kita akan berumah tangga.

Gel. Gadis :
Kau benar-benar gila.

Lelaki :
Sudah kukatakan, gilaku hanya sedikit.

Pengemis :
Gila kok sedikit.

Cina :
Kalian semua gila. Ayoh minggir dari tokoku.

Lelaki :
Cina itu juga gila. Kita semua gila. Barisan bersiap. Maju jalan ! (MEMUKUL GENDERANGNYA TAPI BERHENTI KEMUDIAN MELIHAT KEATAS, LALU KEPADA CINA)

Cina :
Dari datuk saya, saya sudah menjadi milik saya.

Lelaki :
Bagus, Kau orang kaya. Tapi tidak kau punya tiang bendera. Kau membenci kemerdekaan ? Mana bendera Merah Putih. Kau menghina Negara. Kau memang gila. Gila kemerdekaan yang menyita banyak korban. Termasuk korban isteriku. Ayo kibarkan Merah Putih. Kau tahu ini ? (MENGAMBIL BAMBU RUNCING, LALU MENGANCAMKAN KEPADA CINA) Bambu Runcing ini akan menikam setiap jantung penghianat kemerdekaan. Sekarang giliran jantungmu. (MAU MENIKAM, TAPI DISAMBUT OLEH PENGEMIS). Kau tukang pukulnya ? (REBUTAN) Lepaskan! Lepaskan!

Gel. Tua :
(MEMEGANGI DARI BELAKANG) Sabar, sabar..

Lelaki :
Kami bersekutu dengan Cina ? Penghianat bangsa. Lepaskan !

Gel. Tua :
Sabar. Sabar. Ambil tombaknya.

Pengemis :
(MEREBUTNYA)

Lelaki :
(NGAMUK TIDAK SADARKAN DIRI) Penghianat ! Barisan siap ! Serbu.(SIKAP MENEMBAK DAN BERFANTASI DALAM PERANG)

Gel. Tua :
Salah satu korban dari peran empat lima.

Gel. Gadis :
Apakah menurut ayah, dia seorang pejuang ?

Gel. Tua :
Dialah komandan ayah, dia seorang pejuang ?

Gel. Tua :
Dialah komandan ayah dalam pasukan tengkorak putih. Dia seorang komandang yang berani.

Pengemis :
Bapak seorang pejuang ? aku juga, pak

Gel. Tua :
Kau lari ke kota, karena takut berjuang ?

Pengemis :
Saya lari membawa surat penting.

Gel. Tua :
Pedalaman Alam Roch ?

Pengemis :
Yah. Daerah Selatan dari pertahanan Kalimantan

Gel. Tua :
Lari ? Dengan maksud apa ?

Pengemis :
ini (MENUNJUKAN BERKAS SETELAH MENCARI ISI KERANJANGNYA) Menyelamatkan surat-surat ini

Gel. Tua :
(MENELITI) Hei. Bukankah ini daftar nama pejuang yang tergabung dalam ALRI Divisi IV Pertahanan Kalimantan.

Gel.Gadis :
Daftar nama pejuang ?

Gel. Tua :
Nak, matamu lebih awas. Coba kau cari nama ayah.

Gel. Gadis :
tentu namaku ada disini. (MENELITI) Tengkorak putih. Siapa nama komandan yang sinting itu ayah ?

Gel. Tua :
H. Marhasan, yang dikenal dengan nama Pangeran Kumba Karna.

Gel. Gadis :
Betuk ayah. Dan nama ayah juga ada disini.

Pengemis :
Utuh Batung

Gel. Gadis :
Hei. Kamu mengenal nama ayahku ?

Pengemis :
Disana juga ada nama aluh Bungsu.

Gel. Gadis :
Aluh bungsu namaku.

Pengemis :
Dikenal dengan nama Puteri Selat.

Gel. Gadis :
Hei…..

Pengemis :
Kita juga sampah. Sampah bagi negeri ini.

Gel. Gadis :
Siapa sebenarnya kamu ?

Pengemis :
Orang yang pernah memerintahkan seseorang untuk menculik Puteri Selat.

Gel. Gadis :
Di zaman gerombolan Ibnu Hajar ?

Pengemis :
Tapi Aluh Bungsu.

Gel. Gadis :
Bangsat.

Gel. Tua :
Yah.dia betul-betul bangsat. Sekian tahun kita merdeka kerjaku mengembara dengan tujuan mencarimu.

Gel. Gadis :
Ayah

Gel. Tua :
Kau diam saja.

Cina :
Ayah, jangan bikin rebut dimuka toko saya. Nanti polisi mengira saya buka huru-hara dihari Ulang Tahun Kemerdekaan. Ayah, kalau mau jangan rebut disini.

Gel. Tua :
Ngkoh jangan terlalu sombong. Ngkoh bukan orang yang berjasa di dalam negeri ini. Dan Nkoh jangan coba-coba menghalangi saya menumpas orang ini.

Cina :
Hayyyaaa… Saya hanya minta jangan bikin keributan disini.

Gel. Tua :
Kini saat yang tepat. Hari Kemerdekaan ini harus ditandai dengan percikan darahmu.

Pengemis :
Tapi, bapak jangan terlalu yakin dengan dugaan bapak.

Gel.Tua :
Kau kira keyakinan saya ini atas dasar dugaan ? Tidakkah kau rasakan akibat dari perbuatanmu itu.

Gel.Tua :
Gara-gara anak gadisku kau culik, seluruh masyarakat telah menyisihkanku, karena anak gadisku yang sudah ternodai tidak kuhabisi riwayatnya. Dia dan saya ayahnya, jadi cacat di mata masyarakat. Dan kali ini kau akan jadi tebusannya.

Gel. Gadis :
Tunggu Ayah

Gel. Tua :
Apa yang ditunggu. Kau telah kehilangan dendammu ?

Gel. Gadis :
Tapi dia tidak bersalah.

Gel. Tua :
Dengan ternodanya dirimu itu, kau katakana tidak bersalah ?

Gel. Gadis :
Oh, Tuhan lebih tahu. Aku sama sekali tidak ternoda oleh siapapun.

Pengemis :
Aku juga lebih tahu tentang diriku. Bahwa Tuhan pasti akan bertindak adil. Dan kau harus jujur mengakuinya, bahka aku tidak pernah menodaimu.

Gel. Tua :
Dinodai atau tidak bukan lagi urusan kalian. Aku harus membunuhmu

TERDENGAR SUARA LELAKI

Lelaki :
Munduuur (MUNCUL TERERNGAH-ENGAH) Perang sudah berakhir. Merah Putih sudah dinaikian. Bendera Belanda harus dilemparkan ke negerinya. Dan kita segera kawin.

Gel. Gadis :
Ayah…

Gel. Tua :
Di komandan ayah. Dan dia telah menggunakan seluruh pasukan tengkorak putih untuk menyelamatkan kau.

Gel. Gadis :
Apa maksud ayah?

Gel. Tua :
Kau harus menerima lamarannya.

Gel. Gadis :
Ayah…

Lelaki :
Hidup hari Kemerdekaan Republik Indonesia

(SERAYA MEMBUNYIKAN GENDERANGNYA)

Gel. Gadis :
(GELISAH)

TIBA-TIBA MUNCUL SEPASANG SUAMI ISTERI PERLENTE. SEMUA PERHATIAN TERCURAH PADA PASANGAN SUAMI ISTERI ITU. SEMUANYA JUGA JADI TERKEJUT. LEBIH-LEBIH SI LELAKI.

Lelaki :
Ini dia. Tepat di hari Ulang Tahun Kemerdekaan (MENCEGAT DAN MENGANCAMNYA).

Isteri :
Apa-apaan ini ?

Lelaki :
Sayalah yang pantas bertanya, mau apa lewat sini.

Isteri :
Inikan jalan umum ?

Gel. Tua :
Sejak kapan kalian ikut andil buat jalanan ini.

Isteri :
Kalian sinting. Atau apa ?

Lelaki :
Kamu anggap saya sinting. Dan kami anggap kalian gila ! Ia, nggak. Ia nggak.

Isteri :
Mari Pap. Menyingkir dari kami.

Lelaki :
Yang harus menyingkir itu siapa ? Ayo jawab ?

Suami :
Dan kamu siapa ?

Gel. Tua :
Lupa, toh ? Ayo tebak siapa saya ? Siapa dia ? Dan kamu lupa siapa dia ?

Pengemis :
Galuh, coba kamu cari dalam daftar itu. Apa terdapat nama yang pakai amat ?

Gel. Gadis :
Amat…Amat…

Lelaki :
Kok tiba-tiba saja otak saya jadi jernih…Oya betul. Ada Amat Butun, ada Amat Lukah, ada Amat Gasing, Tampirai,

Pengemis :
Itu Utuh Tampirai awan Utuh Paluntaan

Gel. Gadis :
Amat Jaring, Amat, Amat…

Lelaki :
Amat Di Laga ! Betul, Amat Di Laga ! Ada, ada, ada,

Gel. Gadis :
Amat Di Laga ! Betul, ada tertulis

Gel. Tua :
Apa betul, tercatat disitu ?

Suami :
KETIKA DISEBUT AMAT DILAGA, JADI KAGET, TAPI CEPAT DISEMBUNYIKAN

Pengemis :
Nama Amat Di Laga, memang terdapat dalam daftar itu. Tapi catatan penghianatannya luar biasa banyaknya.

Lelaki :
Kamu Amat Dilaga bukan ?

Suami :
Jangan ngaco.

Isteri :
Ayo, Pap ? Mau apa disini.

Gel. Tua :
Eeeee..jangan buru pergi.

Isteri :
Mh, Bau amis !

Lelaki :
Penghinaan !

Gel. Tua :
Hari ini hari raya.

Pengemis :
(BURU-BURU MENCARI ALAT TABUHAN YANG TERSIMPAN DI KERANJANG) Nah ini dia. Harta Budaya Bangsa.

Lelaki :
Ini baru hiburan.

TERJADILAH HIBURAN SPONTAN DALAM LAGU DAN TARI PERGAULAN TIRIK.
SEBUAH IMPROPISASI KREATIF.
(TIBA-TIBA LELAKI DIBAYANGI OLEH SUASANA PERTEMPURAN IA BERTIARAP)


Isteri :
(MENGAMBIL KESEMPATAN MENARIK SUAMI HENDAK PERGI)

Lelaki :
(MENCEGAT SAMBIL MENODONGKAN TOMBAK) Jangan lari ! Angkat Tangan ! Kalian tidak boleh lari dari kenyataan.

Suami :
Kita berdua tidak punya kepentingan apa-apa.

Lelaki :
Apakah kamu berdua tidak merasa terhibur ?

Gel. Tua :
Saya sudah berikan apa yang saya punyai.

Lelaki :
Tentunya bapak punya tuntunan pula. Dan kau ngkoh merasa terhibur ?

Cina :
Saya tidak pernah minta dihibur

Lelaki :
Dana mana tentu merasa keberatan, kalau jerih payah nona tidak mendapat imbalan bukan ?

Gel. Gadis :
Hidup saya tergantung dari suara saya.

Lelaki :
Nah sudah cukup jelas. Hei, kalian punya derajat parlente. Apalah artinya dengan uang seribu atau dua ribu rupiah.

Gel. Tua :
Itu cukup adil.

Lelaki :
Dan bagaimana dengan si Cina ini.

Pengemis :
Dia orang asing, cukup kaya. Tapi ia tetangga saya.

Lelaki :
Lantas kalau ia sebagai tetangga, kenapa ?

Pengemis :
Kita bisa pertimbangkan sedikit.

Lelaki :
Kita bukan penagih pajak.

Pengemis :
Maksud saya, jangan dipaksa.

Lelaki :
Siapa bilang, meminta sumbangan itu harus dipaksa. Pada mulanya hiburan tadi kita buat hanya berdasarkan kesadaran. Tidak pernah terpikir untuk mengancar-ancar biaya. Kita tidak perlu biaya latiha. Tidak perlu uang penampilan. Kita sudah berjasa kepada siapa saja yang sempat menjadi saksi hiburan kita. Tanpa diberi orang juga tidak apa-apa. Disini, kita punya arti telah membuat jasa kepada manusia.

Gel. Tua :
Tapi kami perlu makan

Pengemis :
Saya juga

Lelaki :
Semua kita perlu makan. Rezeki diatas bumi Indonesia ini tidak saja untuk si Ngkoh. Tidak pula untuk nyonya parlente itu. Semuanya adalah milik kita.

Pengemis :
Termasuk emas intan di dalam toko cina itu.

Cina :
Mana bias. Harta benda itu milik saya. Milik kalian ? Hayyyaaaa.

Gel. Tua :
Saya berjuang dengan darah dan keberanian. Semata untuk kemerdekaan.

Gel. Gadis :
Kita sekaang sudah merdeka

Pengemis :
Harta kekayaan ada diatas darah dan kemerdekaan

Lelaki :
Yah, ada di dalam toko Cina itu.

Cina :
Mau apa kalian ?

Pengemis :
Selama ini santapan saya cuma nasi dan sisa tulang-tulang.

Gel. Tua :
Kita punya hak.

Cina :
Kalian mau merampok ?

Suami :
Merampok di hari keramat ?

Isteri :
Pap, cepat pergi. Nanti kita terlibat. Ayo. Pap.

Lelaki :
Kau akan membocorkannya ? Berdiri di situ ! Hei (Kepada Pengemis) Pegang Tembok ini.

Cina :
Akan kulaporkan pada polisi

Lelaki :
Kenapa ?

Cina :
Kalian mau membongkar toko saya ! Kalian perampok

Lelaki :
Hei (kepada pengemis) Bungkam dia !

Pengemis :
Berteriak atau mau disumbat dengan ujung tombak ini ! Mana kunci toko.

Lelaki :
Hei, Bung. Mau kerjasama atau pilih mati berdiri.

Suami :
Apa yang bung inginkan dengan membongkar tokosi Cina itu !

Lelaki :
Kok masih Tanya lagi.

Suami :
Untuk keperluan apa ?

Pengemis :
Sok moralis.

Lelaki :
Yah, sok jujur. Apa beda pekerjaan saya ini dengan manipulasi yang kau lakukan selama ini.

Isteri :
Kau jangan menghina suami saya. Sudah hamper separo dari kekayaan suami saya disumbangkan untuk kepentingan social.

Lelaki :
Separo dari kekayaan suami nyonya sudah diamalkan.

Isteri :
Untuk kepentingan pendidikan dan anak yatim

Lelaki :
Lantas kau anggap bahwa noda hitam didahimu ini sudah bisa dihapuskan ?

Cina :
(MENGAMBIL KESEMPATAN UNTUK LARI)

Pengemis :
(MENCEGAT DENGAN TOMBAK)

Lelaki :
Dasar Cina ! Mau lari dengan cara tidak jujur ?

Isteri :
Begini saja. Daripada kalian terkena tindak criminal. Lebih baik berbuat jujur saja.

Lelaki :
Kami sudah terlalu jujur.

Isteri :
Dengan merampok harta si Cina ?

Lelaki :
Dan kau masih ingat ? Apa yang kamu ingat di zaman perang ? Berapa banyak korban nyawa pejuang, akibat penghianatanmu.

Suami :
Masa lalu, bukan lagi masa kini

Gel. Tua :
Bagi kamu justru punya kesamaan antara masa lalu dengan masa kini. Dulu pada saat Pemerintahan Belanda sedang Berjaya, kamu ikut Berjaya.

Lelaki :
Tampangnua saja sebagai pejuang, tapi wataknya selicin belut.

Gel. Gadis :
Manusia licik !

Gel. Tua :
Dan sekarang, disaat pejuang sejati tengah menata Negara ini, kami tahu kamu tampil sebagai orang pintar sebagai orang nomor satu dibarisan kemerdekaan.

Lelaki :
Timpakul janjam !

Gel. Gadis :
Orang seperti dia harus disingkirkan

Isteri :
Pengemis buruk rupa.

Lelaki :
Jangan menghina calon isteri saya ! Kamu bukan orang sini. Saya tahu asal-usul kamu ! seenaknya bicara ! Kami berpijak di bumi siapa. Dan langit yang kau junjung di atas tanah banyu siapa !

Gel. Tua :
Masuk orang pinter juga kamu.

Lelaki :
Itu sudah jelas. Dan siapa saya, semua pejuang sudah tahu. Pangeran Kumba Karna.

Suami :
Sekarang bukan rahasia lagi. Kita sama sekandang dalam barisan empat lima.

Pengemis : 
Dan tidaklah heran dalam kawan sekandang sering terjadi ketidak beresan.

Gel. Tua :
Pinter juga kamu

Lelaki :
Tepat sekali. Tapi apakah di zaman empat lima, saya ini pinter apa bodoh ? Lalu kalau zaman itu saya terbilang pinter, zaman sekarang ini, masuk orang yang bagaimana ?

Suami :
Di zaman perang, kamu seorang komandan.

Gel. Tua :
Termasu orang pinter kamu ?

Lelaki :
Di zaman perang, saya dipanggil bapak. Tapi di zaman sekarang, saya disebut gila. Begitukah Puteri Selat ?

Gel. Gadis :
Kamu, saya, ayahku dan dia sekarang ini, termasuk orang bodoh.

Gel. Tua :
Kita yang bodoh, atau zaman ini yang membodohi kita.

Pengemis :
Zaman tak akan pernah merobah kita jadi bodoh, tapi orang-orang pinterlah yang selalu menganggap dirinya pinter, dan menciptakan diri seperti kita jadi bodoh.

Gel. Tua :
Masuk pinter juga kamu.

Pengemis :
Tapi masih banyak orang lebih pinter yang menganggap kita orang bodoh.

Isteri :
Ayolah Pap, akhirnya kita jadi bodoh sendiri, bila kita tidak pergi dari sini.

Lelaki :
Urusankami dengan Ngkoh ini belum selesai. Dan tidak seorangpun yang boleh meninggalkan tempat ini.

Isteri :
Itu urusan kalian, dan bukan urusan kami.

Lelaki :
Kalau kami merampas semua harta si Cina ini, semua kita jadi terlibat. Saya ingin semua kita ikut berbuat dan semua kita kebagian hak.

Suami :
Kamu masih punya keberanian. Semangat kepemimpinan yang kamu miliki masih belum rapuh. Saya suka orang seperti kamu. Nah kalau kamu mau bekerjasama dengan saya dalam pekerjaan yang lebih mulia dengan janji akan jadi kaya, ini kartu nama saya. Datanglah kapan-kapan, saya akan menerima kamu dengan tangan terbuka. Ini (MENYERAHKAN)

Lelaki :
(MASIH RAGU MENERIMANYA)

Pengemis :
Paling-paling akan jadi bandit mafia.

Gel. Tua :
Kalau ingin disebut pinter, terima saja

Suami :
Bapak juga. Usia bapak sudah berapa ?

Gel. Tua :
Sudah jelas tua, kok masih Tanya. Tapi saya masih ragu juga, apakah usia saya ini sudah termasuk pension atau masih usia tergolong muda.

Suami :
Kenapa begitu ?

Gel. Tua :
Saya inikan pejuang. Pangeran Kumba Karna itu, pernah jadi komandan saya. Lalu Belanda angkat kaki dari bumi Haram Manyarah ini. Setalah Indonesia merdeka, sebahagian para pejuang banyak yang iri kepada orang-orang pejuang yang pinter bersama orang-orang yang tidak pernah berjuang, mendapat kedudukan yang nyaman serta jadi kaya. Tapi yang merasa kecewa menghimpun kekuatan. Oleh pemerintah yang berkuasa disebut gerombolan jahat, dan harus ditumpas sampai ke akar-akarnya. Memang benar. Mereka diburu. Mereka ditindas. Mereka dibunuh. Na, Puteri saya hamper jadi korban. Saya jadi bingung. Dari pihak gerombolan menganggap saya musuhnya, dengan menculik puteri saya ini. Sementara dari penguasa tidak menghiraukan saya. Maka jadilah saya seperti sekarang ini. Tak ada uang jasa atau uang pensiun.

Isteri :
Itu kesalahan bapak sendiri. Terlalu pasrah. Tidak mau memperjuangkan nasib sendiri.

Lelaki :
Na, na mulai lagi. Masih menghina calon mertua saya, ya.

Gel. Tua :
Hidup saya jadi morat marit! Semua ini gara-gara si bangsat ini !

Pengemis :
Kok marah pada saya

Gel. Tua :
Memang kamu. Semuanya gara-gara kamu, yang mencengkeram orang di muka saya. Saya jadi malu. Saya malu ! Dan saya tidak ingin pulang kampong.

Suami :
Bukanlah manusia, kalau perjalanan hidupnya tak pernah cacat. Semua kesalahan yang kita lakukan tetap tercatat sebagai dosa. Dan dosa pada Tuhan tak akan bisa dihapus. Tapi Tuhan masih berikan kesempatan untuk menggandakan amal baik kita.

Isteri :
Karena itu suami saya berusaha untuk berbuat baik kepada siapa saja.

Suami :
Dendam sesame kita harus kita hapuskan. Karena itu janganlah saling menghujat.

Cina :
Sekarang hati saya jadi senang. Tua orang mulia. Mari silahkan mampir. Hari ini toko saya tidak jadi jualan. Saya ingin menjamu tuan dan nyonya, juga kalian semua.

Isteri :
Pap, bagaimana kalau bapak dan puterinya ini, kita ajak tinggal di rumah kita ?

Cina :
Sungguh bagus sekali.

Suami :
(KEPADA LELAKI) Kalau kamu bisa putuskan sekarang ikutlah bersama kami. Tapi kalau masih berfikir, terima kartu ini. Kamu juga (KEPADA PENGEMIS). Ini kartu nama saya.

Cina :
Hari ini benar-benar hari keramat. Hari bersatunya orang-orang pribumi. Saya gembira. Saya ingin adakan pesta di took saya. Mari, mari tuan-tuan, silakan masuk.

Gel. Tua :
Ngkoh, saya minta maaf.

Cina :
Itu tidak banyak piker. Tuan-tuan.

Lelaki :
Tapi, saya jadi malu.

Isteri :
Buang rasa malu itu. Bangkitkan semangatmu

Lelaki :
Saya ini orang gila (SAMBIL MENGHENTIKAN STIK GENDERANGNYA) Barisan, bersi…ap. Maju….jalan (MEMUKUL GENDERANG SAMBIL BERJALAN MENINGGALKAN BUNYI GENDERANG ITU BERANGSUR HILANG).

Gel. Tua :
Kasian Komandan say.

Suami :
Kita tidak boleh membiarkan dia. Bagaimanapun juga, dia banyak berjasa dalam perjuangan.

Pengemis :
Jasa-jasanya hilang akibat kegilaannya.

Suami :
Jangan putus asa. Pak. Bukankah dia mencintai puteri bapak ?

Gel. Tua :
Selagi dia masih jadi komandan saya, saya sangat mencintainya. Walau dia masih sangat muda saat itu, tapi kecakapan dan kebijaksanaannya sangat mengagumkan saya.

Suami :
Bagaimana kalau puteri bapak berkenan menyadarkan dia kemudian membujuknya agar dia bisa tinggal bersama saya.

Gel. Tua :
Usul yang sangat bagus. Aluh Bungsu. Susul dia.

Gel. Gadis :
(AGAK MALU-MALU)

Isteri :
Saya yakin, dia akan jadi orang baik. Susullah dia.

Gel. Gadis :
Ayah menyuruhku ?

Gel. Tua :
Sudah sejak tadi, dia ayah terima sebagai calon menantu ayah. Ayo susuli dia.

Gel. Gadis :
Baik ayah.

Cina :
Na, begitu

Gel. Gadis :
(DENGAN AGAK MALU MENYUSULINYA)

Gel. Tua :
Sungguh pinter puteriku

Cina :
Saya sangat gembila. Hali ini benal-benal hali kelamat. Hali kemeldekaan. Mali tuan-tuan. Kita tunggu saja hasilnya didalam sambiil makan-makan. Silahkan-silahkan.


*****TAMAT*****

Banjarmasin, 10 Agustus 1982
Revisi, Januari 2001
Penulis,
Haji Adjim Arijadi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar