Kamis, 19 Januari 2023

RUMAH DI TENGAH ANGIN (The House In The Wind) - Olive Price



RUMAH DI TENGAH ANGIN

Alih bahasa :
Sjaan Sri Sujani Said
h. b. Pudjianto

Titel Asli :

THE HOUSE IN THE WIND
Karya : Olive Price
Amecameca, Mexiko


Dengan angin yang besar (misterius)
Terjadi di zaman ini juga



Dramatis personae :

MARIA : Seorang wanita setengah umur, kecil tubuhnya, takhayul, pengasuh Concha.
CONCHA : Gadis remaja berdarah campuran Indian dan Spanyol, cantik, lincah, kafir (tak percaya akan takhayul), berbakat seni. Mata dan rambutnya hitam bercahaya.
JOSE : Seorang serdadu Mexiko, gagah tegap, seperti model dalam lukisan. Kumis dan jenggotnya lebat, agak kasar sikapnya.
RICARDO : Pelukis muda, penggemar dan pecinta keindahan alam dengan potongan tubuh yang harmonis. Tunangan CONCHA. Serius dalam segala hal.


Scene :
Sebuah ruang tengah rumah Concha, dekat suatu desa, di Amecameca, Mexiko. Perabotan rumahnya terdiri dari beberapa perabot penduduk asli, sebuah meja makan panjang gaya Spanyol, satu dua kursi Ouiszion, sebuah bangku dekat pintu dan sebuah peti berukir yang berat yang ditaplaki dengan sehelai selendang sulaman Mexiko.
Ada beberapa lilin di atas meja dan satu dua barang pecah antik buatan Mexiko. Di sebelah kanan terdapat relung yang di dalamnya terletak patung bunda Maria. Sore hari, suara angin terdengar dengan dahsyat, kaca-kaca jendela bergemeretak, bergetar, suara gaduh seperti genting2 berjatuhan.
Maria masuk dengan menggendong sebuah buyung air.


Maria : 
(berjalan ke meja dan meletakkan buyung air di atasnya) Santo Antonio. Angin. Ini adalah hantu putih yang tersesat, yang sedang melolong Concha, Concha masuklah.

Concha :
 
ada roh binatang berkeliaran ke bukit-bukit malam ini, betapa ia meratap dan meratap. Aku ingin menamparnya sampai diam.

Maria : 
(dengan takut) Tutuplah pintu. Akan kunyalakan lilin-lilin ini. 

(Concha berjalan ke pintu. Tiba-tiba terbanting menutup)

Concha : 
 inilah suatu firasat yang buruk. Roh-roh berkeliaran malam ini.

Maria : 
diamlah. Nanti tukang-tukang sihir akan mendengarmu.

(Maria menyibukkan dirinya dengan menyalakan lilin-lilin. Tiba-tiba suara burung hantu mengerikan memecah kesunyian. Concha buru-buru ke jendela dengan penuh ketakutan)


Concha : 
(menahan napas) Burung hantu di atas dak-plant rumah kita. (membuat tanda salip) Bunda Allah.

Maria
(menggumam) Bila ada burung hantu berbunyi di atas atap, maka ada seorang Indian yang akan mati malam ini.

Concha :
(menekankan wajahnya pada kaca jendela) Aku dapat melihatnya. Ia bertengger, tampak seperti seekor burung yang misterius dengan kedua matanya yang besar dan bengis, melihat ke bawah, ke patio. (Ia membalik cepat sementara suara itu terus terdengar) Ambilkan syalku. Aku akan mengusirnya.

Maria :
(Menjadi pucat) Jangan. Jangan. Biarkan dia pergi sendiri.

Concha :
(Mengambil syal dari peti) Aku tidak takut. Lihat saja. 

(Maria menariknya pada lengannya, memohon)

Maria :
Jangan. Jangan.

Concha :
(Tiba-tiba tertawa) Biarlah Maria. Salah seorang dari kita harus berani pada malam seperti ini. (Tepik burung hantu) Baiklah. (Ia membuat gerak tangan yang tidak berarti) Balaslah dengan teriakan (angin menderu) Jawablah dengan tawa.

Maria :
(memohon) Bukan begitu di Amecameca, Concha. Bangsa kita adalah bangsa yang selamanya mempercayai bahwa itu adalah firasat buruk, bila ada angin bertiup dari Sacro Monte, juga bila ada burung-burung yang bertebangan di malam pekat.

Concha :
kita bangga Amecameca telah menjadi pegecut, karena kita selalu hidup dalam ketakutan.

Maria :
Itulah suatu pelajaran yang telah diajarkan kepada kita, karena kita hidup dalam lindungan Popocatepalt, gunung yang tak putus-putusnya mengeluarkan asapnya dan Ixtaccihuatl, si wanita putih. (Tragis) Gunung-gunung itu bagaikan serigala yang menjaga keindahan alam di sini.

Concha :
(dengan tak sadar, karena burung hantu itu tak memekik lagi) Aku tak mau mendengarnya lagi. (ia buru-buru keluar)

Maria :
Bunda Allah. Sungguh itu suatu firasat buruk. Bila seekor burung hantu berbunyi di atas atap, maka akan ada seorang Indian yang akan mati malam ini. 

(Ia berdiri terpaku. Suara tawa Concha terdengar bersama dengan pekikan burung hantu yang ketakutan. Suatu bayangan hitam bergerak seperti bentangan sayap-sayap terlihat melintasi jendela. Maria berlutut dan menutupi wajah dengan kedua tangannya. Sebentar kemudian suara Concha terdengar dengan penuh kemenangan)

Concha :
(Off Stage) Ia telah minggat Maria. Aku telah mengusirnya. Mari lihatlah. 

(Maria tak bergerak. Concha telah ,masuk, berseri-seri. Selendangnya semampai pada lengannya. Kemudian ia menutup pintu)

Maria :
(dungu putus asa) Kau telah melakukan perbuatan yang mengerikan.

Concha :
(menahan bersikap menantang) Bangunlah Maria. Mari menanak air untuk merebus ramuan ini. 

(Maria bangkit tanpa melihat kepadanya. Mereka menyibukkan diri masing-masing dengan buyung / kendi air di atas meja itu. Angin terus bertiup menderu, tetapi terdengar lebih rendah, lemah, sekarang. Suatu ketukan pintu yang seolah-olah memerintahkan Concha membalik ke arah Maria dengan pandangan yang berarti)

Maria :
Barangkali Jose, boleh saja bawa dia masuk?

Concha :
(marah) Mengapa ia selalu datang kemari? (dengan kemarahan yang tiba-tiba kasar) Aku membencinya Maria. (pintu diketuk lagi secara terus-terusan)

Maria :
Nanti dia akan menjenguk dari jendela bila tak mau bukakan pintu.

Concha :
(angkuh) pergi sajalah kau. Aku akan menemuinya sendiri.

(Maria pergi ke dapur. Concha berjalan ke pintu dengan sombong, membukanya dan membiarkan Jose masuk. Wajahnya seperti gambar-gambar dalam lukisan, mengenakan waiscoat bersulam, kemeja hijau dan selempang, ia memakai sembrero lebar tepinya, membawa gitar)

Jose :
(tersenyum gembira) Ah, Conchamia. Kau buka pintu sendiri untukku.

Concha :
Itu bukanlah karena aku senang melihatmu, Jose.

Jose :
(tertawa) Itulah maka aku suka padamu Concha. Kau begitu sukar untuk didekati. (Ia masuk ke ruangan, berjalan berlagak dengan sikap sombong). Tetapi aku pasti memilikimu kelak. Pasti.

Concha :
Jangan begitu pasti.

Jose :
(Meletakkan gitarnya di atas meja dan memanaskan tangannya di atas bara lilin) Tapi aku merasa pasti. (membalik pada Concha, menggoda) bukankah aku telah berdoa di Cathedral besar di kota agar kau mencintaiku. Dan syal yang kubawa untukmu, sutera yang disulam dengan benang yang terang. Tak ada yang lebih indah di seluruh alermeda.

Concha :
Kau boleh mengambilnya semua kembali. Bawalah kembali suamnya. Aku mengharapkan sama sekali.

Jose :
Ah, Concha, janganlah begitu kejam. Mana renda hitam ku untuk sluier yang kubawa untukmu? Dan gelang-gelang yang kubuat dari mata uang mas? Mengapa tak kau pakai semuanya?

Concha :
(melengotkan kepalanya) Aku tidak suka akan pemberian-pemberian mu itu. Aku tidak menginginkan semuanya itu.

Jose :
(tidak tersinggung) Tetapi kau tentu akan menyukai yang kubawa malam ini. Lihat. (ia melepas sembreronya, merogoh isinya dan mengeluarkan mantel, jubah / syal jubah yang beraneka-aneka, terbuat dari sutera yang mahal-mahal. Bergemerlapan oleh banyaknya permata, zamrut, batu delima, intan)

Concha :
(sangat ingin menyentuhnya, tetapi menahan diri) Bunda Maria. Bukan main indahnya warna-warnanya.

Concha :
(mundur) Tidak, tidak.

Jose :
(menjadi marah) Apa? Kau tidak mau memakainya? Santo Antonio. Kau adalah seekor ular. (bejalan mondar-mandir, marah) Tahukah kau, bahwa aku mencurinya untukmu dari patung bunda Maria di Gereja Milpa Alto?

Concha :
Mencurinya? Dari bunda Maria? Di Gereja Milpa Alto?

Jose :
(marah) dan mengapa tidak, he? Kaum revolusioner, mereka membakar hancur gereja. Mereka merampok dari tempat-tempat suci dan mengambil apasaja yang mereka temukan, dari emas, permata. Kenapa seorang serdadu semacam aku tidak boleh mengambilnya juga? (Ia mendekati Concha lagi)

Concha :
(ketakutan) Singkirkan itu. Aku tak sudi menyentuhnya. ( menatap dengan muka merah dan menuduh) Kau memang seperti yang kusangka, Jose hanyalah seorang pencuri yang malang.

Jose :
(mengejek, sambil melemparkan jubah ke lantai) Bagaimana kau menginginkan aku? Apakah aku harus seperti orang yang hanya pandai mencoret-coret seperti kekasihmu kanak-kanak Ricardo itu? (pada ucapan Ricardo, Concha menjadi pucat tiba-tiba)

Concha :
Jangan sekali-kali kau sebut nama itu.

Jose :
Ricardo. Ricardo. Ricardo. (tertawa) haaaa, kau keliatan merah, matamu seperti sapi jantan yang sedang marah, sudah dua tahun ia pergi dan kau masih saja menunggunya.

Concha :
aku tidak menunggu. Dengar aku tidak menunggunya.

Jose :
Dengar Conchamia, ia akan datang malam ini.

Concha :
(begitu terkejut hingga ia membiarkan tangannya menggenggam) Darimana kau tahu?

Jose :
aku melihatnya.

Concha :
(lupa akan dirinya dan setengah memohon) Dimana? Dimana?

Jose :
aku melihatnya.

Concha :
(menatap dengan tajam) Di persimpangan jalan Mexiko City. (matanya bersinar) Ricardo...... (sementara Jose mempererat genggaman pada lengan Concha) Lepaskan tanganku, Jose. Kau menyakitkan hatiku.

Jose :
Menyakitkan. Dengar Conchamia, apabila Ricardo datang malam ini dan ia singgah kemari untuk menemui, seseorang di rumah ini akan mati. 

(Concha berdiri dan menatapnya. Mula-mula dengan terbelalak karena takut dan terkejut, kemudian........)

Concha :
(dengan dingin) Apa maksudmu Jose? Apakah kau menakut-nakuti aku untuk menyambutnya?

Jose :
(mencampakkan Concha ke lantai) Aku sudah memperingatkan kau Conchamia. 

(Ia keluar tanpa melihat kepadanya lagi. Menutup pintu dengan keras. Concha tinggal dengan tak bergerak. Maria masuk mendapati Concha dalam keadaan panik)

Maria :
(dengan cemas) Concha. Concha. Apa yang diperbuatnya terhadapmu? Kau telah membuatnya marah, ya.

Concha :
(setengah berlutut, wajahnya berseri) tidak apa-apa Maria. Tidak apa-apa.

Maria :
Apa yang telah terjadi denganmu?

Concha :
(bangkit memeluknya) Ricardo akan datang Maria. Aku tahu, ia akan datang.

Maria :
Ricardo. Darimana kau tahu?

Concha :
Jose melihatnya di jalan raja yang menuju kemari (setelah memandangi sekeliling ruangan) Ia kembali, Maria. Ia kembali. Kembali setelah dua tahun.

Maria 
(panik) Jose akan membunuhmu bila kau menemui dia.

Concha :
kita tutup gerendel-gerendel jendela. Kita palang pintu. Dan aku akan berdo’a (ia melintasi ruang dan belutut di depan patung bunda maria)

Maria :
(mengikuti) Inilah suatu malam yang mencemaskan. Oh... Conchamia (membuat tanda salib) Bunda Allah sertailah kami.

Concha
:
(tidak sabar) Hush, maria. Biar aku berdo’a, biarpun angin menderu dengan dahsyat. 

(Maria duduk pada meja, susah cemas, Concha tetap berlutut. Tiba-tiba pintu terbuka dan masuklah seorang laki-laki, terdengar bernyanyi)

Ricardo :
bersajak :
Perlindungan yang abadi.
Kesunyian yang membahagiakan.
Adalah tega dalam ketaatan
terhadap agama yang memenangkan.
Walaupun dinding-dinding yang keras.

(Concha mengangkat mukanya dengan ekspresi campuran heran dan suka cita, ketika Ricardo masuk)

Concha :
Ricardo...

Ricardo :
Concha, Conchamia. (gembira) Aku datang untuk menemui angin, tapi di sini aku menjumpai seorang bidadari. (ia sopan, kulitnya gelap dan ramah, suaranya rendah dan mucikal, ia berpakaian rapi dalam waistcoat)

Concha :
(ketika Ricardo mengulurkan tangannya) Begitu. Jadi kau datang untuk menemui angin. Dan bukan Concha?

Ricardo :
(tertawa) Tapi engkaulah angin itu. Bolehkah kuceritakan tentang ini kepadamu? 
(ia membalik kepada Maria) 
Ia tidak berubah sejak aku melihatnya terakhir. Itu sangat menggembirakan hatiku. (ia membungkuk memberi hormat dengan gayanya yang menarik) Terimalah pujianku, Senora. Kau telah menjaganya dengan baik sekali.

Maria :
(senang sekali dan pura-pura memprotes) Oh, tidak. Tidak, senor. Ia memang begitu. (tersenyum) Senor tentu lapar sesudah perjalanan itu bukan?

Ricardo :
kau masih saja membuat “tortelitas”.

Maria :
(berseri-seri) oh, ya, masih Senor.

Concha :
buatlah Maria. Juga kopi. Marilah kita makan dan minum.

Ricardo :
Jangan kopi. Jangan, jangan. Aku membawa anggur.

Concha :
(seperti bemimpi) Anggur..... untuk malam ini........

Maria :
Aku pergi ke dapur. Kita akan segera pesta. (keluar)

Ricardo :
kau kelihatannya tidak heran melihat aku datang, Conchaku.

Concha :
(melihatnya dengan ganjil) Aku tahu kau akan datang, Ricardo.

Ricardo :
Bagaimana kau tahu? (berolok) Apakah roh ku berjalan mendahului kudaku?

Concha :
Tidak, tidak. Ini tidak boleh dianggap remeh. Kita dalam bahaya Ricardo.

Ricardo :
(tenang) Bahaya? Kau dan aku? Tapi mengapa?

Concha :
(agak cemas) Jose melihatmu menuju kemari.

Ricardo :
Ha, serdadu itu. (simpati perhatian) Masih tetapkah ia mengganggumu, Conchaku?

Concha :
masih... dan bila ia menemui kau di sini (membuat gerakan fatal) Oh... Bunda Allah. Ia akan membunuh kita berdua.

Ricardo :
(mendekati dan memegang tangannya) Kau toh bukan miliknya, Concha.

Concha :
(merasa terhina) Aku tidak pernah menjadi miliknya. Aku bersumpah.

Ricardo :
(memandang tajam mata Concha) Baik, Conchaku. Jadi jangan kau cemaskan dirimu sendiri. (jenaka) Biarkan aku sendiri menghadapinya.

Concha :
(memungut mantel yang berkilauan dari lantai) Alangkah indahnya mantel ini. Lihatlah warna-warnanya, Ricardo.

Ricardo :
Santa Valencia. Ini seperti kabut fajar dari Amecameca. Anethyst (kecubung), Rose, Lavender, emas, dan permata-permatanya adalah bintang pagi. (dengan mendesak) Coba kenakanlah untukmu.

Concha :
Tidak, tidak. Aku harus membawanya kembali ke Santuary. Jose merenggutnya dari bunda Maria sendiri.

Ricardo :
Jose yang malang. Pencuri atas nama cinta, Bah. (tertawa) Sungguh kau amat tabah, tak dapat disuap dengan barang yang seindah itu.

Concha :
(meletakkan mantel itu ke samping) Mari kita lupakan saja, Ricardo. Aku muak melihat Jose dan segala pemberiannya (ia duduk menghadap meja) Mari kita bicara yang lain.

Ricardo :
(lemah lembut) tentan masa lalu?

Concha :
Tidak..... (melihat kepada Ricardo dengan pandangan menantang)

Ricardo :
(duduk menghadap) Sudah kukatakan mengapa tadi, ketika aku masuk dan melihat kau berlutut di sana tadi?

Concha :
(bingung) Oh... aku tak mengerti.

Ricardo :
(dengan penuh arti) Kukatakan bahwa aku datang untuk menemui angin.....

Concha :
Kau menggoda Ricardo. (tersenyum sedikit) Apa yang hendak kau kerjakan? Melukis angin dengan warna-warna yang tajam?

Ricardo :
Bunda Mia kau berjiwa seni (serius) Dimana diseluruh dunia ini Conchaku, tak angin yang menderu seperti di daerah kita, Amecameca ini (bangkit, berjalan ke pintu dan membukanya) Dengarlah. (angin masih bertiup, menderu lembut dan rawan) Bukankah bagimu angin itu adalah suara dan nyanyian aneh?

Concha :
(mendengarkan) Nenek moyang kita berkata, bahwa ini adalah roh yang tersesat, merayap di lembah-lembah dan gua-gua pegunungan.......

Ricardo :
Memang itu adalah angin liar yang terbesar. Terkadang dendam kesumat di dalamnya, juga lagu-lagu tentang cerita yang mengerikan, bagaikan tipuan badai yang gemuruh angin itu melolong menuntut cinta, airmata, dan darah dan hal-hal yang mengerikan, yang kami tidak mengerti. (setelah beberapa saat) Angin itu adalah Mexiko, Conchaku.... negeri kita... tersesat dan menangis.

Concha :
Mexico. Oh, tutuplah pintunya Ricardo. Itu semuanya takhayul.

Ricardo :
(Menutup pintu dan kembali padanya) Angin itu senantiasa mengikuti kemana saja aku pergi meskipun aku di tempat yang jauh sekali. Memanggil, memanggil, dan memanggil. Dan bila aku tak menjawabnya maka angin itu akan memanggilku lagi. (belutut di muka Concha memegang tangannya) Conchamia, itulah sebabnya aku datang. Aku akan melukiskan angin itu. Tahukah kau? Akan kuabadikan kau di atas canvas sebagai roh Mexiko yang menjelma angin itu.

Concha :
Aku, Concha, roh angin itu?

Ricardo :
ya, kaulah itu. Kau adalah lambang cinta kasih, inspirasi, dan dendam. Aku telah melihat itu dalam diriku tertulis seperti dalam kitab perjanjian. Aku telah melukiskannya di dalam studioku yang jauh dan ketika kawan-kawanku melihatnya apa yang telah kukerjakan, mereka berkata, “Ada sesuatu keagungan dalam karyamu, Ricardo.” Maka aku camkan kanvas ku dengan perasaan pahit. Aku mengerti bahwa karyaku besar belum tiba, tapi akan tiba saatnya. Kami membicarakan banyak hal, negeri kami yang kami cintai dan semua rakyat yang senantiasa duka dalam nestapa. Dan kami berduka cita karenanya.

Concha :
(menundukkan kepalanya) aku juga telah menagis, Ricardo. Walaupun sama sekali tidak mengertiapa sebabnya. Kadang-kadang aku mendaki bukit Sacramento dan airmataku berderai seperti hujan, turun ke bumi, dan aku ingin sujud mencium tanah yang aku cintai ini.

Ricardo :
(mengeluh) Itulah kegeisahan yang berkecamuk dalam setiap hati nurani bangsa kita. Gereja yang telah memberikan tempat menyembah Tuhan, tidak lagi kita kunjungi untuk bersembahyang dan negara telah memberikan kita perang untuk melumuri Tuhan kita dengan darah.
(kembali mendekati Concha, memegang kedua tangannya dan seolah-olah menunjukkan fantasinya)
Itulah lukisan ku Concha. Perhatikanlah! Dapatkah kau mengerti itu? Airmata, tanah air, dan darah dalam warna-warna yang tajam dan seorang wanita... kau... menantang semua itu, mengembara sebagai angin dalam gelap malam. Engkau akan melihatnya itu semua, jika angin meniup rambutmu dan mendengarnya sambil bergumam, meratap, dan melengking di antara bukit-bukit. Bolehkah aku melukismu sayang?

Concha :
Tentu, tentu! (memeluknya dengan mesra) Aku telah menantimu sedemikian lama Ricardo. Ricardo kita akan pergi ke bukit-bukit dan mengerjakannya di sana. (memutus)..... dan bila kau sudah capek, aku akan menari untukmu, seperti biasa kau memintaku untuk menari dulu sebelum kau pergi... masih ingatkah kau, Tari Cachuca.

Ricardo :
Tari Cachuca? Tentu. Coba kau menari sekarang untukku. Ah, tidak, jangan menari Cachuca, bawakan saja sebuah sajak untukku, aku ingin menikmatinya.

Concha :
Maukah kau menyahutinya, kita bersajak bersama.

Ricardo :
Dengan segala senang hati, manisku. (dia mengambil gitar Josedinenya dan mengalungkan di lehernya)

Concha :
Perhatikan baik-baik Ricardo. Ini semua akan bicara padamu. 

(Maria masuk membawakan makanan dan minuman di atas baki dan ia memperhatikan keduanya)

Maria :
berhentilah Concha, nanti engkau lelah.

Concha :
Lelah tapi bahagia 

(meneruskan tiba-tiba Maria menjerit, semuanya berhenti)

Ricardo :
Maria, ada apa?

Maria :
(terengah-engah) Jose.... di jendela itu. (Ricardo membalik dan menuju pintu)

Concha :
Jangan, jangan keluar Ricardo.

Ricardo :
Aku akan melihatnya apakah ia ada disitu (membuka pintu dengan satu gerakan yang cepat, sebentar saja terdengar suara angin dan di luar Cuma gelap malam yang tampak)
Di luar tak tampak apa-apa. Cuma gelap malam.

Maria :
(misterius) Aku melihatnya, sungguh, aku melihatnya di jendela.

Ricardo :
Tak ada sesuatu pun kecuali bayangan. 

(sebuah letusan tembakan melengking di udara dan seolah-olah menghentikan badai yang gemuruh. Ricardo terayun-ayun jatuh tersungkur ke lantai, dan tak bergerak, Concha menjerit menghambur kepadanya)

Concha :
Ricardo, Oh... Ricardo sayang 

(menangis. Jose muncul di tempat terang dari suatu pintu yang menyisihkan Concha)

Jose :
Telah kuperingatkan kepadamu, Concha. Bahwa seorang di rumah ini akan mati.... bawa dia pergi. 

(kedua figuran yang berpakaian Sembrero muncul di pentas sebentar, mereka mengangkat Ricardo keluar)

Concha :
(memukuli mereka) Kalian tak boleh membawanya. Tak boleh.

Jose :
(mendorong Concha masuk) Adios, Concha Mia (Concha berdiri mengawasi mereka, tiba-tiba ia tercekik oleh kesedihan. Sesaat kemudian terdengar tapak kuda mereka yang meninggalkan rumah itu. Ia berdiri di pintu sendirian. Rambut dan syalnya ditiup angin).

Maria :
(Menangis) Masuklah, Concha. Kita tak akan berbuat apa-apa lagi.

Concha :
(Tanpa menoleh, dengan suara ganjil) Aku akan mendapatkannya lagi.

Maria :
Dimana-mana rohnya akan mengendalikan angin. (Angin bertambah hebat seperti mengejeknya. Ia membaiki syalnya lebih rapat dan keluar cepat. Dikuncinya pintu dari luar)

Maria :
(Kehilangan akal) Concha. Concha. Kembalilah. Kembalilah Concha. Ini sudah larut malam dan angin buruh akan melemparmu nanti (menangis tersedu-sedu. Memukul-mukul pintu) (Concha tak kembali dan Maria tak berdaya apa-apa kecuali menangis)


Reproduksi :
SANGGAR BUDAYA
Banjarmasin
Kalimantan Selatan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar