Kamis, 19 Januari 2023

KESUCIAN HATI - Abbas Mustan Bhansali


 
PARA PEMAIN
1. Dimas
2. Kirana
3. Zaenal
4. Rohimah
5. Syarifah
6. Imam
7. Ust. Arifin
8. Kabsyah
9. Halimah
10. Harun
11. Zar’ah
12. Khalid
13. Yazid


 ADEGAN PERTAMA


DI SEBUAH RUMAH KELUARGA KAYA YANG MANA SEPASANG SUAMI ISTERI TERSEBUT SANGAT SIBUK DENGAN KARIERNYA. HINGGA ANAKNYA YANG MASIH BALITA TERPAKSA DIASUH OLEH SEORANG PEMBANTU RUMAH TANGGA.

ROHIMAH
(sedang bersih-bersih rumah) Ah … capek sekali. Sudah seharian aku bekerja, tapi rasanya tidak ada istirahat sedikitpun. Rumah sebesar ini hanya dihuni sepasang suami isteri. Suasana yang lengang karena hari-harinya mereka habiskan diluar rumah. Mereka sibuk bekerja tak kenal waktu. Bagaimana rasanya jika mereka tidak punya keinginan untuk mencari seorang pembantu rumah tangga sepertiku ? Pasti keadaan rumah tangganya berantakan. Tidak ada yang mengurus. Apalagi mereka mempunyai bayi yang membutuhkan kasih sayang dari ibunya.

IMAM
(sambil bermain kuda-kudaan) Ayo kejar penjahat itu ! Dor … dor … dor … ! Tangkap ibu !

ROHIMAH
(memanggil) Imam … Imam …

IMAM
(masih terus bermain) Ah … kuda payah. Pakai mobil aja dech. Ngeeeengg …

ROHIMAH
Imam … Imam anakku ! 
(Imam berhenti bermain) 
Masih ingat kan pesan ibu.

IMAM
Lagian penjahatnya masuk ke dalam rumah, bu. Terpaksa aku kejar. Tugas polisi kan menangkap penjahat.

ROHIMAH
Dengar nak, kalau kamu mau main jangan di ruang tamu. Ibu baru bersihkan lantainya. Nanti kalau ada barang yang pecah, bagaimana ? Bisa-bisa nyonya juragan akan marah dan memecat ibu. Lebih baik kamu bermain saja di halaman luar. Kamu mengerti polisi kecilku.

IMAM
Aku mengerti bu. Siap laksanakan perintah !

ROHIMAH
Tapi ingat jangan lama-lama mainnya. Nanti keburu juragan pulang. Atau sebaiknya kamu pulang dan tunggu saja di rumah. Siapa tahu bapakmu sudah pulang kerja dari kuli bangunan. 
(suara bayi menangis) 
Aduh … pekerjaan belum selesai, bayinya sudah bangun. 
(menggendong bayi) 
Cup … cup … sayang. Cup … cup … cup … Ayo jangan nangis. Pipis ya ! Oh … nggak pipis. Haus ya sayang ! Eh … sebentar ya ! Kita ambil susu botolnya dulu, yang sudah disiapkan mamamu tadi pagi. 
(ambil susu botol) 
Ini susunya. Kok masih nggak mau minum. 
(bayinya semakin nangis) 
Haruskah aku berikan ASI ku ini padanya lagi ? Ah … biarlah yang penting dia tidak menangis.

KIRANA
(ketika menyusui bayi tersebut tiba-tiba nyonya juragan datang dan kaget) Imah !

ROHIMAH
(gugup) Nyonya sudah pulang.

KIRANA
Apa yang kamu lakukan pada bayiku ?

ROHIMAH
Eh … maaf, maafkan saya nyonya. Sebenarnya …

KIRANA
Kemarikan bayiku !. 
(Rohimah memberikannya) 
Bayi ini adalah darah dagingku. Kau bukan ibunya karena aku yang melahirkan bayi ini. Apa kau tidak ingat peraturan disini ? Aku pekerjakan kau disini untuk bisa meringankan beban tugasku. Kau harus mengurusi rumah ini sebagaimana tugasmu menjadi pembantu rumah tangga. Dan bukan sebagai pengasuh bayiku.

ROHIMAH
Aku tahu segala peraturan disini. Aku selalu menyelesaikan tugasku dengan baik.

KIRANA
Tapi kenapa kau gendong bayiku. Dan bukannya kau jaga saja ditempat tidurnya.

ROHIMAH
Tapi nyonya …

KIRANA
Jangan menyela. Aku belum selesai bicara. Sebaiknya suamiku harus tahu kejadian ini. 
(menelpon) 
Hallo … Papa … cepat pulang, Pa ! Ada sesuatu yang harus diselesaikan … sekarang juga, Pa ! … Ini penting, Pa ! … Pokoknya papa pulang sekarang juga. 
(menutup Hpnya) 
Aku jadi muak melihatmu. Atau barangkali kau punya niat jahat. Kau gendong bayiku lalu kau akan membawanya kabur. Begitu kan !

ROHIMAH
Tak ada maksud sedikitpun seperti itu. Aku menggendongnya karena bayi itu selalu menangis. Kemudian kuberikan botol susu tapi dia masih saja terus menangis tak kunjung henti. Hingga tidak ada pilihan lain. Maka terpaksa aku menyusuinya dengan ASI ku.

KIRANA
Apa ? Kau menyusui bayiku ? Kau sudah menyentuhnya dan darahmu bercampur ke dalam tubuh bayiku. Sungguh biadab ! Aku harus membunuhmu perempuan laknat !
(emosi tinggi) Aku harus membunuhmu !

DIMAS
Mama … kenapa teriak-teriak ! Ada apa ini ! Imah … ada apa dengan semua ini ?

KIRANA
Jangan bicara lagi. Mulutmu seharusnya dirobek. Sebagai pengganti mulut bayiku yang kau susui dari tubuhmu.

DIMAS
Imah … benarkah itu ? Kau telah melakukannya pada anakku ? Kenapa kau lakukan itu ?

ROHIMAH
Maaf, tuan. Semua yang saya lakukan ini dg kesucian hati. Sebagai sosok seorang ibu yang punya nurani kemanusiaan. Saya gelisah melihat kondisi anak tuan yang sulit mengalami pertumbuhan dan perkembangan dengan baik. Makan tidak mau. Minum tidak mau.

DIMAS
Apa maksudmu berkata begitu ? Kami bekerja keras demi anakku. Semua fasilitas dan kebutuhannya sudah kami siapkan. Hei … kau tidak sadar siapa dirimu ? Dan siapa kami ? Kau tidak ada hubungan keluarga dengan kami. Kau orang miskin. Namamu saja kampungan, Rohimah. Darah orang miskin beda dengan darah orang kaya.

IMAM
(tiba-tiba datang) Ibu … talinya putus, bu.

DIMAS
Wah … wah … wah … rumahku jadi kotor semuanya. Jadi selama kami bekerja diluar rumah, kau sudah melanggar peraturan yang kami buat. Hei anak tong sampah. Ajak ibumu pergi meninggalkan rumah ini.

ROHIMAH
Saya mohon maaf, atas kesalahanku ini, tuan.

DIMAS
Aku tidak sudi memaafkanmu. Malah aku merasa jijik melihat dirimu. Pantasnya kau bergaul dengan orang miskin. Susui saja anak yatim piatu. Atau binatang yang kelaparan. Sekarang juga kau harus tinggalkan rumahku ini. Pergi … Cepat pergi !

(Rohimah dan Imam pergi untuk pulang ke rumah)

KIRANA
Sekarang juga carilah pembantu yang lain. Jangan ambil sembarangan, Pa. Lebih baik cari di Biro Jasa Pembantu Rumah Tangga yang profesional. Biar sementara aku kerjakan semua pekerjaan sendiri dirumah.

DIMAS
Kalau begitu jaga diri baik-baik di rumah, ya ma.


ADEGAN KEDUA

KEADAAN RUMAH YANG SERBA SEDERHANA DARI KELUARGA MISKIN. TAPI KAYA DENGAN KEIMANAN. SYARIFAH, KAKAKNYA IMAM YANG KINI TIDAK BERSEKOLAH KARENA TIDAK ADA BIAYA LAGI. TIBA-TIBA BAPAKNYA PULANG DARI KERJA.

ZAENAL
Assalaamu ‘alaikum. 
(Syarifah menjawab salam) 
Syarifah, kenapa kamu tidak pergi sekolah ?

SYARIFAH
Aku … aku … dilarang sekolah, Pak. Karena Kepala Sekolah sudah memberikan surat peringatan yang terakhir.

ZAENAL
Pasti tentang biaya sekolah. Lalu adikmu, Imam kemana ?

SYARIFAH
Dia ikut ibu pergi ke rumah Pak Dimas tadi pagi. Padahal ibu sudah melarangnya.

IMAM
Bapak … bapak … mereka jahat … (sambil nangis)

ZAENAL
Kok pulang-pulang nangis sih ! Kenapa ? Mainannya rusak ?

SYARIFAH
Adikku sayang, kenapa kamu ? Dipukuli orang ?

IMAM
Mereka jahat … seperti penjahat … ngomongnya kayak pejabat …

ZAENAL
Mereka itu siapa ? 

(tiba-tiba Rohimah datang)

ROHIMAH
Memang mereka kaya tapi miskin iman.

ZAENAL
Sebenarnya ada apa ini ? kok Ibu pulang gini hari dengan mata sembab. Ibu habis menangis ?

ROHIMAH
Kata-katanya menusuk hatiku. Perlakuannya kurang sopan. Martabat keluarga ku diinjak-injak. Aku tidak tahan, Pak.

ZAENAL
Sudahlah. Sekarang jelaskan persoalannya. Siapa yang dimaksud menghina keluarga kita ?

ROHIMAH
Pak Dimas dan Bu Kirana yang telah berani menjelek - jelekkan keluarga kita. Mentang - mentang orang kaya. Tidak bisa menjaga kata – katanya.

ZAENAL
Oh … yang ibu maksud itu mereka. Tapi kenapa mereka berbuat demikian terhadap kita. Bukankah mereka orang berada yang harus baik terhadap sesamanya. Bapak tidak yakin, bu. Apa masalahnya sampai mereka berbuat demikian ?

ROHIMAH
Masalahnya … sebagai seorang ibu yang punya naluri kemanusiaan, tidak tega melihat manusia teraniaya secara batin. Ibu memang salah, meski sudah bekerja dengan baik, tapi …

ZAENAL
Tapi kenapa ? 

(tiba – tiba Ustadz Arifin datang)

USTADZ ARIFIN
Assalaamu ‘alaikum. 

(mereka semua menjawab)

ZAENAL
Eh … Pak Ustadz, tumben datang kemari. Ada perlu apa ya ? (memanggil) Syarifah tolong ajak adikmu masuk ke dalam.

USTADZ ARIFIN
Ah … saya cuma mau mampir saja. Karena mau menyampaikan amanat dari Masjid kalau nanti malam ba’da Maghrib ada pengajian. Ajak ibu sekalian pak Zaenal.

ZAENAL
Insya Allah kami akan datang. Oh ya … bu tolong buatkan minum untuk Ustadz.

USTADZ ARIFIN
Terima kasih, tidak usah repot – repot. Tapi sebelumnya saya mohon maaf jika salah kira. Kelihatannya ibu sedang tidak enak badan. Apa benar ?

ZAENAL
Ya begitulah, ustadz. Setelah pulang kerja tadi, istri saya mendapatkan masalah. Sampai kinipun saya belum tahu apa sebenarnya masalah itu.

USTADZ ARIFIN
Kalau ada masalah harus secepatnya diselesaikan, agar tidak terlalu lama membebani. Apalagi nanti bisa stress lho, bu.

ZAENAL
Benar kata ustadz, bu. Kebetulan ustadz ada disini, mungkin akan bisa membantu kita. Sekarang jelaskan apa masalahnya ?

ROHIMAH
Begini, ustadz. Selama ini saya bekerja di rumah pak Dimas. Ketika bayinya menangis, saya segera menenangkannya. Tapi malah tangisannya menjadi keras. Lalu saya gendong meski itu dilarang oleh bu Kirana. Terpaksa juga saya menyusui bayi tersebut dengan ASI saya. Kemudian bu Kirana mengetahui semua itu ketika pulang ke rumah. Begitu juga pak Dimas. Mereka marah–marah dengan memecat saya dari pekerjaan. Dan menghina keluarga saya yang miskin tak punya harga diri.

USTADZ ARIFIN
Kenapa sesama muslim bersikap begitu ya ?! Padahal ajaran Islam menganjurkan agar berbuat baik sesama manusia. Apalagi sesama umat Islam adalah bersaudara. Dengan kejadian seperti ini telah mengingatkan saya pada sejarah Nabi Muhammad SAW pada masa kecilnya. Ketika itu beliau disusui oleh para wanita selain ibunya Siti Aminah. Cerita begini !
(adegan berubah Flash Back masa kenabian SAW)


 ADEGAN KETIGA

SUASANA KOTA MAKKAH PADA MASA ITU KETIKA MAJIKAN MENCARI IBU PENGASUH UNTUK JASA MENYUSUI BAYI DAN ANAK BALITA PUTRA BANGSAWAN & HARTAWAN SUKU QURAISY.

HALIMAH
Kita sudah sejauh ini berjalan. Dari pintu ke pintu rumah para bangsawan. Tapi hasilnya tidak kita dapatkan.

KABSYAH
Kalau begitu kita istirahat sejenak disini untuk melepas lelah.

HALIMAH
Kau lihat sendiri, ketika kita berada di suatu tempat pelayanan pencarian jasa menyusui tadi. Tidak satupun majikan yang memilih aku sebagai pengasuh bayi dan anak balitanya.

KABSYAH
Memang sejak tadi pagi kita berdiam di tempat bursa itu. Ternyata sama sekali tidak ada yang berminat dengan dirimu.

HALIMAH
Cukup lama sekali kita menunggu. Kita malah menyaksikan para majikan lebih berminat memilih wanita yang cantik, memiliki kemolekan tubuh, berbadan sehat dan segar, berwajah ceria. Tentu saja aku merasa, mereka tidak punya minat memilihku. Mungkin karena tubuhku yg tidak menarik inilah shg tidak seorangpun mempercayakan anaknya aku susui.

KABSYAH
Sabar istriku, barangkali Allah masih belum membuka jalan rezeki kita. 
(tiba-tiba datanglah Yazid dengan kebingungan) 
Wahai saudaraku, kelihatannya saudara ini mencari seseorang. Siapa sebenarnya yang saudara cari ?

YAZID
Aku mencari wanita yang mau menyusui anak laki-laki yang bernama Muhammad. Siti aminah, ibu dari Muhammad ini menyuruhku agar mencarikan wanita asal desa. Yang sebelumnya Muhammad pernah diasuh oleh Ummu Aiman dan Tsuwaibah.

KABSYAH
Kebetulan istriku memang mencari nafkah dengan menjual jasa menyusui dari desa. Kami pergi ke kota Makkah dengan tekad mencari sesuap nasi. Desa Bani Saad yang gersang yang sulit untuk usaha pertanian dan peternakan terpaksa kami tinggalkan.

YAZID
Tapi Muhammad ini anak yatim dan anak seorang janda yang penghidupannya tidak lebih dari kehidupan kalian.

HALIMAH
Mana ada wanita penyusu yang mau menyusui anak dengan keadaan yatim. Hidupnya saja serba kekurangan. Malah mereka mencari anak-anak yang berayah, sebab bayarannya akan lebih terjamin dan cukup memadai. Tapi dari pada pulang dengan tanggan kosong dan ditertawai orang kampung. Apakah tidak sebaiknya kita ambil saja tawaran ini.

KABSYAH
Sungguh mulia hatimu. Aku sangat setuju dengan niat baikmu. Siapa tahu dengan mengambil anak yatim, rahmat Allah akan turun kepada kita.

YAZID
Kalau begitu sebaiknya kita pergi sekarang. (lalu mereka pergi)


ADEGAN KEEMPAT


SUASANA KEHIDUPAN DESA BANI SAAD YANG DITEPI PADANG PASIR. NAMPAKLAH HARUN, ANAK HALIMAH SEDANG MENUNGGU DI TERAS.

HARUN
Ibu … ibu … apakah bekal makannya sudah siap ? Jangan terlalu lama, bu. Kasihan dengan Muhammad yang sendirian. Karena sejak tadi dia sibuk mengembala kambing.

HALIMAH
Ini … jatah makan siangnya sudah siap. Lain hari ibu yang akan mengantarkannya.

HARUN
Kalau begitu aku segara kembali menemui Muhammad. Karena terik matahari di gurun sudah menyengat dan memang sudah waktunya makan.

HALIMAH
Yang penting, kalau matahari sudah mulai terbenam segera pulang. 

(Harun pergi dan kemudian Zar’ah muncul)

ZAR’AH
Aku tadi melihat anakmu sendirian pergi ke gurun. Apa benar ?

HALIMAH
Iya. Dia pulang sebentar untuk mengambil jatah makan buat makan bersama Muhammad.

ZAR’AH
Jadi Muhammad ditinggal sendirian di sana bersama kambing-kambingnya.

HALIMAH
Sebenarnya aku tidak tega melihat Muhammad sendirian di gurun pasir yang luas itu. Aku khawatir terjadi apa-apa padanya.

ZAR’AH
Tenanglah semoga Allah selalu menjaga dirinya. Sebagai tetangga aku merasakan bahwa Muhammad semenjak berada di desa kita ini punya kepribadian yang baik. Karena kehidupan desa di tepi padang pasir ini membentuk kepribadian Muhammad yang sebelumnya hidup ditengah kebisingan kota Makkah. Udara segar dan alam yang luas membuat pikiran dan wawasannya luas pula. Apalagi dia santun berbahasa bila dibandingkan bahasa kota Makkah yang kasar.

HALIMAH
Memang benar. Dua tahun yang lalu Muhammad pernah kuserahkan kembali ke ibunya, Siti Aminah. Tapi aku diminta membawa Muhammad kembali ke desa. Karena Aminah khawatir perkembangan fisik dan kepribadiannya yang amat baik itu akan terpengaruh oleh suasana Makkah yang dinilai kurang cocok buat anak-anak.

ZAR’AH
Sungguh luar biasa. Diusia empat tahun, Muhammad mulai ikut mengembala domba dan kambing milikmu secara rutin setiap hari. Dia mengenal alam dengan bukit berbatu dan gurun pasir, merupakan latihan fisik dan mental yang cukup baik. Mengamati kehidupan ternak-ternak gurun seperti domba dan kambing. Juga mendapatkan pengalaman dalam pergaulan sesama penggembala dan bisa merasakan betapa pahit dan getirnya bekerja di bawah terik matahari gurun yang menyengat itu.

KABSYAH
Wahai istriku, ada sesuatu yang tidak beres dengan Muhammad ?

HALIMAH
Apa yang terjadi dengan diri putra Quraisy yang mulia itu ?

KABSYAH
Ketika aku pulang dari ladang pertanian, ditengah perjalanan aku menemui anak kita sedang menangis ketakutan. Dia mengatakan bahwa ketika sampai di tempat penggembalaan. Dia terkejut melihat tempat itu lengang. Muhammad bagaikan raib ditelan bumi, tidak ketahuan kemana perginya. Hilang begitu saja.

HALIMAH
Lalu Harun, anak kita sekarang kemana ?

KABSYAH
Dia bersama warga desa sibuk mencari Muhammad. Sedangkan aku segera pulang untuk menyusulmu agar kita sama-sama mencari dimana Muhammad berada ? Tapi aku sempat berpikir bukankah Harun selalu bersama Muhammad.

HALIMAH
Sepertinya ini salahku karena tadi pagi sebelum mereka berangkat. Aku berpesan agar nanti siang Harun pulang dulu untuk ambil jatah makan.

ZAR’AH
Sebaiknya jangan menunda lama-lama. Secepatnya kita sama-sama mencari hilangnya Muhammad. Ayo … 

(tiba-tiba Khalid datang memberi kabar tentang Muhammad)

KHALID
Wahai Kabsyah ! Ternyata Muhammad sekarang sudah ditemukan tengah duduk sendirian di kaki sebuah bukit. Harun dan semua warga ada disana.

KABSYAH
Syukurlah kalau begitu. Apa kau tahu kenapa Muhammad ada disana ?

KHALID
Menurut kejadian itu, ketika Muhammad duduk sendirian datanglah dua orang lelaki berpakaian serba putih. Lalu mereka membawanya pergi dan entah dengan alat apa, kelihatannya seperti sebuah pisau bersinar, perutnya dibelah setelah Muhammad dibaringkan. Mereka mengambil sesuatu yang berwarna hitam dari dalam tubuhnya, kemudian membuangnya. Sesudah perutnya ditangkupkan lagi, mereka lalu menghilang entah kemana. Sungguh Muhammad tidak mengerti dari mana mereka datang dan kemana perginya

KABSYAH
Kalau begitu segera temui Muhammad dan langsung kita pergi ke Makkah untuk menyerahkan ke ibunya. Aku tidak ingin peristiwa yang aneh ini terulang kembali.

HALIMAH
Aku gemetar ketakutan mendengar peristiwa ini. Biarlah Muhammad kembali ke pangkuan ibunya, Siti Aminah. Meskipun Muhammad sejak bayi aku beri susu dan aku selalu menganggap seperti anakku sendiri tanpa membeda-bedakan dengan anak kandungku. Mari kita berangkat. 

(lalu semua pergi dan kembali ke ralita sekarang)


ADEGAN KELIMA


SUASANA KEMBALI DI RUMAH KELUARGA ZAENAL YANG SERBA MISKIN ITU.

USTADZ ARIFIN
Begitulah kisahnya. Warga desa Bani Saad mengantar kepergian Muhammad ke Makkah dengan cucuran air mata. Lelaki, wanita, tua, muda, tidak bisa membendung kesedihan karena harus ditinggalkan anak asuhnya, teman sepermainan, teman menggembala, dan yang utama memberi barokah kepada alam yang menjadi tumpuhan hidup warga desa itu. Kambing dan domba mengembik, diatas daun pohon kurma melambai, apakah tanda ucapan selamat jalan atau kesedihan ? Halimah, wanita pemberi susu itu semalaman menangisi Muhammad yang kemudian hari diangkat oleh Allah menjadi Rasul, Nabi pencerah sepanjang zaman.


******* TAMAT ******

Sanggar RISBA
Sekretariat “ MADINAH “ Jl. Petojo Enclek XII/90

Catatan:
Untuk mementaskah naskah ini harap menghubungi penulis!!
ABBAS MUSTAN BHANSALI

081 33 2525 795


Tidak ada komentar:

Posting Komentar