Jumat, 16 Desember 2022

SATU BANGKU DUA LAKI LAKI - Triyono


Analisis :
Dalam naskah drama Satu Bangku Dua Laki-Laki karya Triyono, ditemukan dua jenis konflik yang terjadi pada tokoh utama, yakni konflik intrapersonal dan konflik interpersonal. Selain itu, ditemukan pula faktor penyebab terjadinya konflik pada tokoh utama, di antaranya adalah :

1. Dilema sosial merupakan keinginan individu bertentangan dengan kesejahteraan kelompok.
2. Ketidakadilan diakibatkan karena hasil yang didapatkan tidak sesuai dengan kontribusi yang dilakukan.
3. Kesalahpahaman karena ketidaksesuaian antara tindakan dengan tujuan.
4. Perbedaan antarindividu karena perbedaan karakter.
5. Disorganisasi keluarga.

Strategi penyelesaian konflik juga ditemukan dalam penelitian ini. Strategi yang dimaksud di antaranya adalah :

1. Aksi nonkoersif dengan cara persuasi
2. Kompromi, dengan cara mengutamakan kepentingan bersama
3. Perilaku publik/pribadi, dengan cara berdiskusi
4. Penghindaran pendekatan konflik, dan
5. Pengungkapan diri, dengan cara membuka diri.


SATU BANGKU DUA LAKI LAKI

Pagi menjelang siang di sebuah taman dengan bangku berderet. Orang 1 berada di bangku taman dengan membawa Koran dan mulai membaca lembar tiap lembar.

Kemudian datanglah dua orang laki laki perempuan duduk di bangku yang berbeda. Mereka duduk bedua bermesraan. Setelah beberapa saat orang 2 datang dan duduk dibangku yang sama dengan orang 1.

Orang 1 :
Sendirian saja?

Orang 2 : 
Iya………Saudara sendiri?

Orang 1 : 
Sama……….Hari yang sangat ramai.

Orang 2 : 
Ya, bisa dibilang begitu.

Keduanya terdiam sejenak, orang 2 sibuk menghitung kertas tagihan dan kwitansi pembayaran kemudian menuju tempat sampah dan berbicara sendiri sambil merobek sebagian kertas kertas tersebut dan menyimpan yang sebagian lagi.

Orang 2 : 
Bulan ini pun sama, besar pasak daripada tiang, dan semua gajiku habis untuk membayar tagihan dan uang belanja istri. Biaya ke salon tiap minggu, arisan yang sangat mahal dan ketika aku tanya mana hasilnya selalu saja marah marah. “Kamu carilah uang sebanyak banyaknya, urusan keuangan keluarga biar aku yang mengurus”. Ditambah lagi biaya kursus memasak, padahal rasa masakannya tidak kunjung membaik. Dasar sial, mungkin ada baiknya kalau kita pindah kepedesaan saja. Kembali duduk ketempat semula

Orang 1 : 
Boleh saya tahu kenapa saudara sendirian saja?

Orang 2 : 
Tidak ada alasan yang khusus sebenarnya. Hanya datang untuk bersantai. 

Orang 1 tertawa kecil mendengar jawaban dari orang 2

Maaf, apa yang saudara tertawakan?

Orang 1 : 
Tidak tidak……

Orang 2 : 
Tapi sepertinya senyum anda tadi sepertinya mencerminkan maksud yang lain. Apa itu?

Orang 2 : 
Hanya merasa sedikit aneh dan janggal saja.

Orang 2 : 
Janggal? Apa maksudnya?

Orang 1 : 
Iya, benar sekali. Kurasa dengan datangnya saudara ke tempat ini sendirian saja, menurutku itu sangat janggal.

Orang 2 : 
Saya tidak tahu kalau sekarang berada ditaman sendirian saja bisa disebut sebagai suatu kejanggalan.

Orang 1 : 
Itu tergantung situasi saudara. Sambil menyudahi membaca Koran.

Orang 2 : 
Kenapa begitu? Situasi seperti apakah ini sehingga membuat saudara berpikir bahwa adalah sangat janggal untuk saya berada disini sendirian?

Orang 1 : 
Maaf, tapi mungkin lebih baik saudara tidak mengetahuinya saja, saya takut perkataan saya nanti menyinggung anda dan menimbulkan perdebatan diantara kita.

Orang 2 : 
Tidak bisa, anda telah membuat diri saya penasaran dengan pernyataan tadi dan saya membutuhkan jawaban dari saudara. Saudara harus menyelesaikan persoalan yang saudara buat.

Orang 1 : 
Baiklah kalau begitu, tapi saudara tidak boleh merasa tersinggung atau pun marah kepada saya.

Orang 2 : 
Baiklah, tapi itu tentu saja tergantung pada pernyataan saudara nantinya.

Orang 1 : 
Mungkin bisa saya katakan bahwa saudara ini adalah orang yang kesepian dan tidak punya teman.

Orang 2 : 
Kenapa begitu?

Orang 1 : 
Hari ini adalah akhir pekan, hari yang indah bukan. Hari yang sangat menyenangkan karena kita terbebas dari segala pekerjaan pekerjaan yang membuat kita sesak dan tidak bisa bernafas. Biasanya kita habiskan sebagian besar hidup kita dengan berada di dunia pekerjaan kita sehingga kita sendiri lupa bahwa kita punya kehidupan yang sesungguhnya. Maka dari itu orang orang macam kita ini biasanya menghabiskan waktu kita diakhir pekan dengan melakukan hal hal yang menyenangkan.

Orang 2 : 
Saya tidak mengerti, bagian manakah yang berhubungan dengan saya dan situasi yang anda katakan tidak wajar itu?

Orang 1 : 
Seperti yang saya katakan tadi, hari ini adalah akhir pekan yang sangat indah, jadi sudah sewajarnya jika orang orang pergi dengan teman teman atau pasangannya sedangkan saya melihat saudara hanya sendirian saja disini. Jadi bisa saya simpulkan bahwa saudara ini tidak memiliki teman atau mungkin….Tidak laku.

Orang 2 : 
Apa? Maaf saja saudara, tapi sepertinya perkiraan saudara itu salah. Saya ini memiliki banyak teman dari kota tempat saya berasal, bahkan saya yang perantauan disini pun cukup banyak memiliki kenalan. Saya tidak perlu menelpon teman saya jika sedang kesepian karena dengan sendirinya merekalah yang datang mencari saya. Dan untuk yang terakhir tadi juga salah karena saya juga sudah memiliki seorang istri. Cukup cantik malah. Jadi sepertinya dugaan saudara tadi adalah salah.

Orang 1 : 
Lalu kemanakah istri dan anak anak anda sekarang? Apa mereka terlalu sibuk untuk menemani anda diakhir pekan?

Orang 2 : 
Itu…itu…anak saya sedang camping dengan teman sekolah. Dan…dan istri saya, dia…dia sedang berada di luar kota, ya luar kota.

Orang 1 : 
Berarti anda adalah seseorang yang tidak memiliki teman.

Orang 2 : 
Saya tegaskan sekali lagi bahwa itu sama sekali tidak benar. Saya memiliki banyak teman, saya cukup populer di kalangan teman teman saya. Saya juga diundang dalam acara reuni sekolah dasar, itu buktinya bahwa mereka masih mengingat saya sebagai teman. Di reuni itu pun teman teman saya masih bisa mengenali saya dengan jelas.

Orang 1 : 
Lalu kenapa saudara tidak pergi dengan teman teman saudara? Ke Bar misalnya.

Orang 2 : 
Ya itu, itu karena sekarang masih terlalu pagi untuk ke Bar dan hari ini kita ada rencana untuk pergi memancing.

Orang 1 : 
Kembali tersenyum

Orang 2 : 
Hei, kenapa saudara masih tertawa seperti tadi? Saudara pikir saya berbohong?

Orang 1 : 
Tidak tidak, saya percaya saudara.

Orang 2 : 
Lantas mengapa saudara masih tertawa seperti itu? Itu jelas sangat menggangu saya. Atau.….aaaah tadi saudara bilang bahwa janggal jika hari ini berada ditaman sendirian lalu mengapa saudara sendiri berada di sini sendirian?

Orang 1 : 
Saya sedang menunggu seorang teman disini, katanya dia akan sedikit terlambat.

Orang 2 : 
Lalu istri dan anak anak saudara? Apa istri anda terlalu sibuk mengurus anak anak yang bandel sehingga tidak memiliki waktu bersama anda?

Orang 1 : 
Istri dan anak saya sudah lama meninggal.

Orang 2 : 
terkejut ah, maaf. Saya tidak tahu.

Tiba tiba suasana menjadi hening dan kaku. Kemudian munculah dua orang laki laki dan perempuan sedang berpacaran dan duduk di bangku yang lain.

Laki laki : 
Aku akan memberitahumu sesuatu, kemarilah….mendekatkan bibirnya ke telinga perempuan dan berbisik

Perempuan : 
Aah bohong, mana ada laki laki seperti itu jaman sekarang. Dasar laki laki buaya.

Laki laki : 
Aku sama sekali tidak berbohong. Aku bersumpah demi nama ibu dan bapak ku yang telah bercerai, aku bukanlah pembohong.

Perempuan : 
Kamu adalah laki laki ketiga yang bilang seperti itu kepadaku.

Laki laki : 
Dengarkan aku, jangan samakan aku dengan mereka, dengan para orang orang kampungan itu. Mereka hanya bisa bicara, mengeluarkan kata kata yang mereka sendiri tidak mengetahui apa maknanya. Merekalah yang pembohong.

Perempuan : 
Aku tetap tidak akan percaya. Jangan kau pikir aku sama dengan wanita wanita yang termakan oleh rayuanmu itu.

Laki laki : 
Kau boleh tidak percaya dengan dongeng dongeng sebelum tidur, cerita cerita mesir kuno, kisah “Romeo and Juliette” atau tentang teori evolusi. Tapi janganlah kau sedikit pun meragukan diriku.

Perempuan : 
Beri aku satu alasan untuk percaya padamu.

Laki laki : 
Beri aku alasan terlebih dahulu untuk tidak percaya kepadaku.

Perempuan : 
Pengalaman yang mengajarkan ku untuk tidak mudah percaya dengan laki laki.

Laki laki : 
Sayang sekali. Tapi sepertinya kau belum pernah punya pengalaman bertemu dengan laki laki macam aku ini.

Perempuan : 
Mungkin itu benar, tapi aku pun tidak mengapa kalau kamu berbohong, teruslah bohongi aku dengan berkata manis padaku. Berikanlah aku janji janji yang indah kepadaku.

Saling pandang dan hendak bercuiman

Orang 1 : 
Ehem…

Sambil memandang kedua pasangan tersebut, mereka pun tersipu dan tidak jadi bercumbu, mereka pun pergi meninggalkan taman. Beberapa saat kemudian datanglah penjual rokok.


Penjual : 
Rokok…Rokok rokok…..Rokok Tuan? (Kepada orang 2)

Orang 2 : 
Tidak, terima kasih. Mungkin saudara ini ingin membeli barang satu batang.

Orang 1 : 
Mengapa saudara malah menawarkan rokok itu kepada saya? Bukankah saudaralah yang ditawari pertama kali?

Orang 2 : 
Maaf, tapi kenapa juga itu jadi masalah bagi saudara? Saya hanya menawarkan saja.

Orang 1 : 
Tentu saja itu masalah, orang ini tugasnya menjual rokok, jadi dialah yang harus menawarkan rokok rokoknya. Jangan suka mengurusi pekerjaan orang lain. Saudara tentu lebih suka bahwa istri saudara sendirilah yang merawat anak anda bukan?

Penjual : 
Kalau begitu apakah tuan mau membeli rokok?

Orang 1 : 
Tidak, terima kasih.

Orang 2 : 
Saudara ini sepertinya sakit sakitan. Mungkin dokternya tidak memperbolehkannya untuk merokok.

Orang 1 : 
Saudara jangan mengarang sesuatu yang tidak saudara ketahui. Saya ini masih sehat dan saya pun boleh merokok. Jangan jangan saudaralah yang tidak diperbolehkan merokok?

Orang 2 : 
Tentu saja tidak. Saya juga perokok. Tolong rokoknya satu bungkus.

Orang 1 : 
Saya juga.

Penjual : 
Nah begitu dong tuan.

Setelah dibayar penjual rokok itu pun pergi

Terima kasih tuan tuan.

Orang 1 dan 2 pun mulai merokok. Karena sebenarnya mereka bukanlah perokok mereka pun terlihat canggung merokok dan merasa aneh, bahkan sesekali terbatuk batuk.


Orang 2 : 
Sepertinya saat ini saya sedang tidak ingin merokok.

Orang 1 : 
Saya pun begitu. Keduanya mematikan rokok mereka

Orang 2 mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya, ternyata adalah bungkusan roti. Kemudian orang 2 hendak memakannya.


Orang 1 : 
Ha ha ha…

Orang 2 : 
Ada apa saudara? Apakah bagi saudara juga janggal melihat saya makan roti ini ditaman seperti ini?

Orang 1 : 
Tidak saudara, jangan berpikiran buruk terlebih dahulu.

Orang 2 : 
Lantas?

Orang 1 : 
Saya baru saja berpikir bahwa saat ini adalah saat yang tepat untuk makan roti dan saya sedang membayangkan lezatnya roti pisang. Tiba tiba saja saudara mengeluarkan roti. Ha ha ha…

Orang 2 : 
Saudara mau? Saya bawa lebih, bukan roti pisang sebenarnya, hanya roti sisir.

Orang 1 : 
Boleh saudara, sepertinya lezat.

Orang 2 : 
Tentu saja. Roti ini terbaik dari asalnya.

Orang 1 : 
memakan roti tersebut, setelah habis Aah benar sekali ternyata memang enak.

Orang 2 : 
Saudara pikir saya berbohong ketika saya mengatakan roti ini terbaik dari asalnya?

Orang 1 : 
Ya, roti yang sangat enak. Dari semua yang saudara katakan tadi inilah yang paling benar.

Orang 2 : 
Apa maksud saudara? Saudara berpikir bahwa saya dari tadi berbohong?

Orang 1 : 
Maksud saudara dengan cerita tentang istri dan anak anak serta teman teman saudara? Siapa yang akan percaya cerita saudara itu?

Orang 2 : 
Kenapa saudara berkata seperti itu?

Orang 1 : 
Tidak perlu menjadi orang pintar untuk menebak bahwa saudara sedang berbohong. Tidak akan ada yang percaya jika saudara berbicara dengan nada gugup seperti itu.

Orang 2 : 
Apa? Gugup? Saudara berkata saya gugup? Tidak mungkin saya gugup, mental saya telah ditempa dengan baik sejak saya kecil. Saya adalah anak dari keluarga yang cukup terpandang di daerah saya berasal, saya pun punya pendidikan yang cukup tinggi pula dan jangan pula saudara bertanya soal pengalaman. Saya sudah terbiasa memimpin dalam kelompok kerja saya dan hasilnya sejauh ini sukses. Saya tidak mungkin gugup hanya untuk berbicara dengan orang separuh baya yang sakit sakitan seperti anda?

Orang 1 : 
Menyebut saya sakit sakitan adalah kesalahan terbesar saudara! Mendaki gunung adalah hobi saya sejak kecil. Jangankan penyakit berat, flu atau sekedar batuk pun tidak akan menghinggapi tubuhku ini.

Orang 2 : 
Ooh ya? Lalu ada apa dengan syal yang menutupi leher anda itu? Padahal hari ini tidak terlalu dingin.

Orang 1 : 
Saya hari ini berjanji untuk bertemu seseorang, teman lama, dan saya takut dia tidak mengenali saya maka saya memakai syal ini supaya dia tahu saya disini.

Saya penasaran dari mana anda berasal.


Orang 2 : 
Itu bukan urusan anda.

Orang 1 : 
Jangan salah saudara, itu jelaslah menjadi masalah saya. Karena saya yang tiba disini terlebih dahulu maka saya berhak membuat peraturan di tempat ini. Dan saya pun berhak bertanya kepada saudara.

Orang 2 : 
Peraturan konyol macam apa itu? Kenapa bisa ada peraturan aneh seperti itu? Saya memang orang perantauan, tapi saya tidak percaya kalau ada peraturan seperti itu. Lagipula saya pun sudah lama tinggal disini dan istri saya yang suka mencari cari kesalahan saya pun tidak pernah menggunakan alasan konyol macam itu.

Orang 1 : 
Peraturan tidak tertulis seperti ini sudah lama berada di daerah ini. Saudara yang perantauan maklum saja kalau tidak tahu. Jadi saya boleh bertanya sesuka hati tentang saudara.

Orang 2 : 
Kalau begitu saya lebih baik pindah saja bangku sialan ini.

Orang 1 : 
Ha ha ha jadi ternyata memang benar, mental saudara tidak sehebat yang saudara katakan.

Orang 2 : 
Alasan apa lagi yang akan saudara katakan kali ini?

Orang 1 : 
Untuk berbicara dengan orang separuh baya yang saudara katakan sakit sakitan saja saudara tidak bisa mengatasinya. Bagaimana itu bisa disebut bermental kuat?

Orang 1 : 
Saya hanya tidak ingin percakapan ini menimbulkan masalah. Itu saja. Dan saya heran mengapa dari tadi saudara hanya mencampuri urusan saya. Sudahlah saudara, biarkan saya istirahat disini dengan tenang. Saya minta saudara untuk diam tidak berbicara kecuali kalau saya menginginkannya.

Orang 1 : 
Baiklah saudara, kalau itu yang saudara inginkan.

Setelah beberapa saat munculah wanita hamil yang menjatuhkan barangnya.


W hamil :
 
kesulitan untuk mengambil barang yang jatuh kemudian orang 2 datang menghampiri dan membantu. Terima kasih banyak, susah sekali bahkan untuk mengambil barang yang jatuh saja butuh bantuan.

Orang 2 : 
Tidak mengapa nyonya. Sudah jadi kewajiban saya untuk membantu orang lain. Sepertinya sudah besar ya?

W hamil : 
Iya, sudah hampir waktunya. Mungkin akhir bulan ini.

Orang 2 : 
Pasti menyenangkan. Yang pertamakah?

W hamil : 
Iya, anak pertama.

Orang 2
Bukankah berbahaya jalan jalan sendirian melihat keadaan nyonya seperti ini?

W hamil : 
Sebenarnya iya, tapi saya butuh udara segar.

Orang 2 : 
Suami nyonya?

W hamil : 
Ada diseberang jalan, sebentar lagi kesini.

Orang 2 : 
Mungkin ada lagi yang nyonya butuhkan? Saya bisa membantu.

W hamil : 
Ah iya, tolong ambilkan sapu tangan saya di dalam tas di depan ini. Saya susah untuk membungkukan badan saya.

Orang 2 : 
Baiklah.

Ketika orang 2 mengambilkan sapu tangan yang berada didepannya, tiba tiba w. hamil mencuri dompet yang berada disaku belakang orang 2. Orang 1 melihatnya namun diam pura pura tidak mengetahui.

W hamil : 
Setelah menerima sapu tangan Terima kasih tuan, tapi sepertinya saya harus pergi.

Orang 2 : 
Mengapa terburu buru sekali nyonya?

W hamil : 
Suami saya sudah menunggu, maaf merepotkan.

Orang 2 : 
Ah sudahlah nyonya, tidak apa apa. Wanita hamil pergi meninggalkan taman. Mengapa terburu buru sekali nyonya itu, baru saja datang sudah pergi lagi. Kembali duduk
Beberapa saat setelah orang 1 duduk, dia akan mengambil sesuatu dari dompetnya namun didapati dompetnya telah hilang. Dicarinya di segala tempat namun tidak ketemu.

Orang 2 : 
Apa saudara melihat dompet saya?

Orang 1 : 
Wanita tadi adalah pencuri, dia yang mengambilnya dari saku anda. Mengejarnya sekarang juga percuma, dia pasti sudah jauh.

Orang 2 : 
Benarkah? Lantas kalau saudara mengetahuinya mengapa tadi saudara hanya diam saja?

Orang 1 : 
Saudara yang berkata kepada saya agar diam saja, kecuali kalau anda yang mengajak saya bicara.

Orang 2 : 
Haruskah saudara bersikap seperti itu?

Orang 1
Saya hanya menaati apa yang telah kita sepakati.

Orang 2 : 
Baiklah, perkataan saya tadi saya tarik kembali. Saudara boleh berbicara kapan pun saudara inginkan.

Orang 1 : 
Sebaiknya saudara berhati hati. Jangan mudah percaya dengan orang asing.

Orang 2 : 
Kesal Terima kasih atas sarannya. Mungkin sebaiknya saya tidak mudah untuk berbicara dengan orang asing. Bicara sendiri Dengan begini istri saya tidak akan segan segan untuk membunuhku. Dasar, benar benar hari yang sial. Ah, dan kwitansi kwitansi tadi juga lenyap! Apa yang harus aku katakan nanti. Matilah aku!

Orang 1 :
 
Dari tadi anda menggumam sendiri tentang istri saudara. Boleh saya tahu ada apa dengan istri saudara?

Orang 2 : 
Tidak ada apa apa dengan istri saya, kalau pun ada itu bukanlah urusan saudara.

Orang 1 : 
Janganlah cepat marah saudara, tidak baik untuk anda. Lagi pula Tuhan tidak suka dengan orang pemarah dan penggerutu. Surga bukan tempat untuk orang seperti itu.

Orang 2 : 
Oh, jadi saudara adalah seorang kyai rupanya.

Orang 1 : 
Bukan seperti itu saudara, tapi bagaimanapun juga sikap permarah akan menghambat pergaulan anda. Kehidupan sosial anda pasti sangat berat.

Orang 2 : 
Saya sedikit binggung dengan saudara, apakah saudara ini seorang kyai atau seorang psikolog?

Orang 1 : 
Pengalamanlah yang berbicara saudara, orang seperti anda mungkin tidak akan mengerti karena anda jika setiap hari hanya disibukkan dengan marah marah dan mengeluh, jangankan untuk mengamati, belajar dari pengalaman masa lalu mungkin akan sulit bagi orang seperti anda.

Orang 2 : 
Saya rasa saudara semakin keterlaluan, tahu apa saudara tentang saya? Saya rasa saudaralah yang tidak akan mengerti situasi yang saya alami. Sepertinya anda selalu hidup enak, makan makanan mewah tiap hari, keluarga yang menyayangi anda, bisa menikmati setiap akhir pekan di taman tanpa harus memikirkan apa yang akan anda makan besok, sekolah mana yang murah tapi cocok buat anak anda, atau pusing memikirkan tagihan tagihan yang membengkak tiap akhir bulan.

Orang 1 : 
Tenyata memang benar saudara pemarah.

Orang 2 : 
Sepertinya saudara mengiginkan percakapan ini berakhir dengan kekerasan. Berdiri dan benar benar marah

Orang 1 : 
Dengan laki laki separuh baya yang sakit sakitan? Apa saudara tidak malu? Seperti yang telah saya duga sebelumnya dan saya bukanlah peramal, saudara adalah suami yang tidak bisa mengontrol keluarga saudara sendiri dan takut pada istri. Benar bukan?

Orang 2 : 
Apa? hanya itu? Hanya sampai disitu pemikiran saudara? Dan saudara bilang saudara tahu betul tentang saya? Saudara tidak akan pernah tahu rasanya berada dirumah sendiri namun rasanya lebih kejam dari dipenjara mana pun. Tahukah saudara rasanya mengetahui rasanya mengetahui istri anda selingkuh dengan supir anda sendiri? Dan tahukah rasanya ketika saudara menanyakan hal itu istri saudara dia beralasan karena saudara tidak bisa memuaskan dirinya? Tidak, saya rasa saudara tidak tahu bagaimana rasanya.

Orang 1 : 
Benarkah itu?

Orang 2 : 
Iya , dan walaupun sekarang supir itu sudah tidak lagi bekerja dengan kami, bukan karena saya pecat, tapi karena kami sudah tidak mampu membayarnya, istri saya tetap saja sering menemuinya. Bahkan mungkin saja sekarang istri saya sedang bercumbu dengannya.

Orang 1 : 
Lalu apa yang akan saudara lakukan?

Orang 2 : 
Apa yang akan saya lakukan? Saudara pikir apa yang bisa saya lakukan? Saya hanya bisa diam, karena saya ini adalah pengecut. Saya takut kehilangan istri saya akan berakibat kehilangan segala yang saya miliki.

Orang 1 : 
Setidaknya hubungan dengan mertua anda baik baik saja.

Orang 2 : Nah itu dia satu lagi lelucon dalam hidup saya. Mertua saya bahkan lebih mengerikan dari pada pengendara mobil yang sedang mabuk. Mereka bisa membunuh pelan pelan dengan cara mengusir saya dari rumah.

Orang 1 : 
Jadi ….

Orang 2 : 
Ya! Tebakan saudara benar. Saya menumpang dirumah mertua.

Orang 1 : 
Bagaimana dengan rumah orang tua anda?

Orang 2 : 
Saudara paling pintar mencari kelemahan orang lain. Orang tua saya menumpang dirumah kakak perempuan saya. Ayahku seorang gila judi, padahal sebenarnya dia tidak punya bakal bermain judi. Rumah, mobil, tanah, semuanya habis. Dan itu pun belum selesai. Ayah saya tetap saja nekat dengan berhutang.

Orang 1 : 
Hasilnya?

Orang 2 : 
Hasilnya, hutang menjadi satu satunya warisan dari orang tua saya. Hutang yang jika dihitung dengan gajiku yang sekarang butuh 30 tahun untuk melunasinya.

Orang 1 : 
Mungkin dengan sedikit menabung bisa menjadi 25 tahun. Lagi pula saudara masih sangat muda.

Orang 2 : 
Ha ha ha….. kalau saja saya mempunyai istri yang cakap mengatur keuangan saya tidak akan sepusing ini.

Orang 1 : 
Parah sekali.

Orang 2 : 
Tahan dulu komentar anda saudara karena saya belum selesai….

Orang 1 : 
Masih ada lagi?

Orang 2 : 
Tentu saja…

Datanglah istri orang 2 dengan tas yang sangat besar dan belanjaan yang banyak. Dia memakai pakaian yang mewah serta perhiasan yang berkilauan.


Istri : 
Asik sekali.

Orang 2 : 
Oh sudah selesai rupanya.

Istri : 
Aku masih ada beberapa barang untuk dicari jadi tolong kamu bawa ini. Menyerahkan barang bawaan

Orang 2 : 
Masih lamakah?

Istri : 
Seragam untuk Eva saja belum dapat.

Orang 2 : 
Bagaimana dengan buku pesananku? Kau mendapatkannya?

Istri : Barang seperti itu belinya bulan depan saja, lagipula orang bodoh macam apa yang akan membeli buku banyak banyak. Tidak akan kehabisan.


Orang 2 : ……………….

Istri : 
Uang yang kau beri sudah habis, padahal belum semuanya sudah aku beli. Aku minta tambah lagi.

Orang 2 : 
Ini, pakailah punyaku. Tapi tolong sisakan sedikit.

Istri : 
Aku mungkin agak lama jadi kamu bisa tunggu disini saja atau mungkin kamu bisa pulang duluan dan nanti jemput aku lagi disini. Dan jangan lupa kalau nanti kamu pulang duluan jemput Eva di tempat ibu.

Orang 2 : 
Tidak usah, aku tunggu disini saja.

Istri : 
Terserah kamulah.

Orang 2 : 
Soal buku yang tadi, sepertinya aku menginginkannya sekarang saja.

Istri : 
Sudah ku bilang bulan depan saja. Lagipula untuk apa membeli barang tidak berguna seperti itu.

Orang 2 : 
Ya sudahlah kalau begitu.

Istri : 
Menabunglah jika menginginkan sesuatu. Itu akan sangat membantu keuangan kita yang tidak menentu ini. Aku akan kembali dalam 3 jam, dan pastikan kamu ada ketika aku selesai nanti. Pergi

Orang 1 : 
Istri anda?

Orang 2 : 
Begitulah.

Orang 1 : 
Lalu siapa Eva? Anak anda?

Orang 2 : 
Benar, dia lebih sering bersama neneknya dari pada dengan ibunya sendiri.

Orang 1 : 
Kenapa tidak cerita soal dompet anda tadi?

Orang 2 : 
Ha ha ha dan membiarkan diriku dipermalukan ditempat umum? Sepertinya tidak.

Orang 1 : 
Ha ha malang sekali saudara ini.

Orang 2 : 
Ya sepertinya begitu.

Orang 1 : 
Dan anda sekarang menertawakannya.

Orang 2 : 
Benar sekali saudara. Saya merasa sedikit lega dengan menceritakan semuanya. Rasanya seperti turun beberapa kilo saja. Mengambil rokok dan menghisapnya. Mungkin ada baiknya jika terkadang kita menertawakan semua masalah kita. Tidak perlu terus terusan menggerutu dan bersedih.

Orang 1 : 
Dan membiarkan semua mengalir dengan sendirinya.

Orang 2 : 
Ya seperti itu

Orang 1 :
 
Bukankah sebenarnya saudara tidak merokok?

Orang 2 : 
Benar sekali, tapi apa salahnya mencoba. Sepertinya saya butuh hal hal baru. Orang 1 pun ikut merokok. Saudara sendiri sebenarnya juga bukan perokok bukan?

Orang 1 : 
Seperti yang saudara katakan, saya pun sebenarnya tidak diijinkan dokter saya untuk merokok. Tapi persetan. Ha ha ha ha ha ha……keduanya tertawa

Orang 2 : 
Saya telah bercerita panjang lebar kepada saudara tapi saya belum tahu sedikit saja mengenai saudara.

Orang 1 : 
Apa yang ingin saudara ketahui soal saya? Kehidupan saya sepertinya tidak menarik untuk diceritakan.

Orang 2 : 
Yang sekiranya tidak menyinggung perasaan saudara. Siapa sebenarnya saudara tunggu?

Orang 1 : 
Bukan siapa siapa sebenarnya, saya hanya duduk duduk ditaman ini sendiriran.

Orang 2 : 
Teman? Keluarga?

Orang 1 : 
Tidak ada.

Orang 2 : 
Saudara tadi berkata menunggu seorang teman bukan.

Orang 1 : 
Ha ha ha saya hanya menghabiskan waktu saja.

Orang 2 : 
Sepertinya saudaralah yang kesepian.

Orang 1 : 
Iya, sepertinya begitu. Namun saya bukan sepeti yang anda katakan selalu idup enak dan mewah dengan kelarga yang sayang kepada saya. Sama halnya dengan saudara, saya pun orang yang cukup bermasalah.

Orang 2 : 
Soal istri dan anak saudara tadi?

Orang 1 : 
Dulu saya adalah bapak dari 1 orang anak laki laki. Seharusnya dia sudah berumur 15 tahun. Namanya Roby. Anak yang sangat lincah dan disegani teman teman sebayanya. Biasanya dia menungguku pulang untuk makan malam sekeluarga sepulang ku bekerja. Menunjukan kepadaku jika hasil ulangannya bagus dan menyembuyikannya jika hasilnya jelek. Dan dia sangat suka menggambar. Ketika itu perusahaanku masih dalam tahap berkembangan jadi kesibukanku pun belum seberapa. Saya nasih punya cukup waktu unutk mengajaknya pergi ke kebun binatang atau sekedar membeli ice cream. Namun gara gara ketidakmampuan saya sebagai seorang ayah dan suami bencana itu pun datang. Beberapa tahun kemudian perusahaan menjadi semakin besar dan saya pun mulai jarang pulang kerumah. Waktuku untuk keluarga semakin sedikit. Dan seorang anak pun harus menunggu untuk bertemu dengan ayahnya.

Orang 2 : 
Dan saudara pun melewatkan ulang tahunnya tiap tahun?

Orang 1 : 
Aku bahkan tidak tahu dia kelas berapa waktu itu. Dan hari itu pun tiba, dia mengira orang asing yang lewat depan rumahnya adalah ayahnya yang dia nanti. Dia keluar dari rumah untuk mengejar orang. Dia begitu bersemangat sampai sampai tidak melihat kendaraan datang ke arahnya. Kendaraan itu pun menghantam anak saya.

Orang 2 : 
Dia…..

Orang 1 : 
Iya, istriku membenciku setengah mati setelah kejadian itu. Dia selalu berkata bahwa akulah penyebab kematian anak kami. Dia pun meninggalkan saya. Baru baru ini saya mendengar bahwa dia telah meninggal karena sakit.

Orang 2 : 
Saudara sudah mengunjungi makamnya?

Orang 1 : 
Ha ha ha saudara pikir saya punya muka untuk mengunjungi makam mereka berdua? Saya sama pengecutnya dengan saudara.

Orang 2 : 
Bagaimanapun hidup harus terus berlaku, saudara harus berani menghadapi kenyataan dan meneruskan hidup saudara. Anak anda pun akan sedih tentunya jika melihat keadaan saudara yang seperti sekarang.

Orang 1 : 
Saudara berkata seolah olah saudara ini berhasil dalam hidup saudara sendiri.

Orang 2 : 
Ya, sepertinya begitu. Tapi mungkin inilah yang dinamakan takdir mengapa kita dipertemukan di sini.

Orang 1 : 
Saudara percaya dengan hal kuno seperti itu?

Orang 2 : 
Mengapa tidak? Kita masih hidup seperti ini pasti ada alasannya. Begitu pula dengan pertemuan kita ini. Jangan terlalu percaya dengan kebetulan saudara karena Tuhan juga tidak menciptakan dunia ini dengan kebetulan.

Orang 1 : 
Ha ha ha sekarang saudaralah yang seperti seorang kyai.

Orang 2 : 
Ya tidak ada salahnya kan? Ha ha ha

Orang 1 : 
Mungkin ada benarnya semua itu.

Orang 2 : 
Sudah siang rupanya. Maaf saudara tapi sepertinya saya harus pergi sekarang.

Orang 1 : 
Kemana saudara?

Orang 2 : 
Mengajak istriku pulang sebelum dia menghabiskan semua sisa uangku.

Orang 1 : 
Punya keberaniankah saudara?

Orang 2 : 
Akan kucoba.

Orang 1 : 
Baiklah kalau begitu, sepertinya saya juga harus beranjak.

Orang 2 : 
Dan saudara sendiri akan pergi kemana?

Orang 1 : 
Entahlah, saya sedikit kebinggungan. Makam anak atau istriku kah yang harus ku kunjungi terlebih dahulu.

Orang 2 : 
Itu harus saudara pecahkan sendiri. Kalau begitu saya permisi saudara.

Orang 1 : 
Semoga berhasil. Oh ya, sebelumnya boleh saya tahu nama saudara?

Orang 2 : 
Johan, saudara boleh memanggilku Johan.

Orang 1 : 
Ha ha ha ha

Orang 2 : 
Ada apa saudara?

Orang 1 : 
Jadi ternyata selain sama pengecutnya, kita pun memiliki nama yang sama pula rupanya. Takdirkah ini?

Orang 2 : 
Ha ha ha Entahlah.

Pergi meninggalkan taman


S . E . L . E . S . A . I

Tidak ada komentar:

Posting Komentar