Rabu, 28 Desember 2022

MAAK…!! ADA ANJING MASUK RUMAH MAK…! - Andy Sri Wahyudi


Sinopsis :
Di sebuah kampung yang tak pernah tergambar dalam peta kecamatan, dan hanya berpenghuni enam orang: Mak Jiuk, Surip, Cothot, Bakir, Sumi, dan mbah Karto Sandal. Kampung yang tak bernama. Telah terjadi peristiwa yang membuat penghuninya selalu gigih mempertahankan kampungnya. Peristiwa yang menjawab misteri hilangnya para tetangga tercinta.

Tak pernah disangka datangnya segerombolan anjing yang memasuki rumah-rumah di kampung itu. Anjing-anjing yang merusak isi rumah dan memporak porandakan perkakas rumah tangga. Pemimpin mereka adalah Anjing Keparat yang dikutuk sejak jaman Belanda oleh sesepuh kampung: Mbah Karto Sandal. Anjing itu jelmaan seorang begundal Belanda yang bernama Wiryo. Sepanjang hayatnya ia menyimpan dendam kesumat pada mbah Karto. Hingga suatu hari, ketika mbah Karto Sandal sudah diambang ajal, Anjing-anjing itu menteror kehidupan warga kampung. Bahkan menggigit orang-orang kampung agar menjadi pengikutnya untuk merebut tanah kampung, yang katanya adalah haknya. Hadiah dari kompeni Belanda jika berhasil menyingkirkan Karto si pembangkang kelas teri. Anjing-anjing itu mengusir penghuni kampung, dan membinasakan mbah Karto Sandal.

Penghuni kampung itu tinggal Mak Jiuk, Surip, Cothot, Bakir, dan Sumi, karena tetangga mereka sudah menjadi pengikut si Anjing Keparat. Akan tetapi dalam peristiwa yang seharusnya mencekam itu, menjadi sebuah peristiwa yang selalu tak terduga, santai, terkadang kasar dan kampungan. Tokoh-tokoh kita tetap berjuang mempertahankan kampungnya, keluarganya, dirinya, dan semesta kehidupannya. Tokoh kita melawan dengan caranya sendiri. Perlawanan yang biasa saja, dan sok bargaya heroik. Mereka tidak merasa kalah atau menangis tapi berakhir dengan biasa: pergi meninggalkan kampungnya bukan dengan kecewa, marah, atau frustasi, tapi dengan tawa dan keringat! Keringat untuk menjadi diri sendiri – yang kampungan dan menyenangkan.


Babak 1

Seorang bocah perempuan bernama Sumi duduk sendirian di sebuah halaman rumah yang sempit, ia menunggu emaknya pulang dari pasar. Sumi hanya diam, bengong dan agak blo’on, sesekali tengak-tengok ke kanan dan ke kiri.

Sumi diam, kini matanya menerawang jauh ke depan, dan perlahan tersenyum sedikit manis. Lalu bernyanyi pelan membuat nada sendiri. Sesukanya.


Sumi : 
Tik tik tik bunyi hujan di atas genting
Airnya turun tidak terkira
Cobalah tengok daun dan ranting
Pohon dan kebun basah semua…

Tapi tiba-tiba Sumi diam lagi, dan bosan. Tangan kirinya menggaruk-garuk leher. Mukanya memelas.

Sumi : 
Main engklek ah.

Sumi beranjak dari tempat duduknya lalu ia mengambil sebatang ranting, dan menggambar garis-garis engklek di tanah. Sumi bermain engklek, tapi di tengah permainan Sumi berhenti tak mau bermain lagi. Dia sebel.


Sumi : 
Ah, males ah!

Lalu ia pergi begitu saja, berlari entah kemana.
Dari dalam rumah, Surip berteriak keras sekali.


Surip : 
Mak…!! Ada Anjing masuk Rumah Mak…!!

SEBUAH DAUN PINTU DARI SENG MASUK ke TENGAH PANGGUNG. PARA PEMAIN MELEMPARI PINTU DENGAN PERKAKAS DAPUR DAN BENDA-BENDA RUMAH TANGGA.

Lantas Terdengar suara yang berantakan, suara perkakas dapur berjatuhan. Lalu ada suara Anjing menggonggong-gonggong, mengerang, dan tertawa cekakan. Sementara, Surip berteriak-teriak sambil bersumpah serapah. Surip pontang-panting mencambuki dua anjing yang masuk rumahnya dengan Cambuk Petir, senjata warisan leluhurnya.

Ctar..! Ctar..! Ctar..!

Surip : 
Keparat! Bangsat! Anjing bregsek…!

Kedua anjing itu berlari gesit menghindari pukulan Surip. Kedua anjing itu terus mengonggong, mengerang, dan tertawa cekakakan. Surip hampir kualahan, tapi ia terus mengejar dan memukul seperti orang kerasukan.


Surip : 
Minggaaatttt…Bajingan Rongsok!!! Penjilat..!!

Seekor Anjing lari keluar rumah, tapi anjing yang satunya masih di dalam rumah. Berdiri tepat di depan Surip dengan sorot mata tajam melototi Surip. Tak sedikitpun Surip takut dengan Sorot mata Anjing itu. Surip meloncat mencambuk kepala Anjing!


Surip : 
Ciiaaaattttt…!!! Modar!! Pecah kepalamu Njing…!

Sayang, meleset. Kerap kali Surip mencambuki dengan beringas, liar, dan persetan, tetapi tetap saja tidak kena. Anjing itu sangat lincah, gesit, dan pandai menghindar. Anjing itu berhasil keluar rumah, Surip tak mau kalah, ia mengejarnya, berlari membawa senjata cambuk petir. Surip mengejar sampai jauh, tapi larinya kalah cepat dan zig-zag dengan anjing itu. Surip berlari entah sampai dimana.

Sumi berlari kecil kembali ke halaman rumah dengan wajah yang cerah, ia mengambil sebatang ranting pohon untuk memperjelas garis-garis di tanah. Sumi bermain engklek lagi.

Surip berjalan sempoyongan, tubuhnya terlihat lelah. Ia mendatangi Sumi yang tengah asyik bermain sendirian.


Surip : 
Sum, ada anjing yang lewat sini nggak?

Sumi : 
Sumi nggak tahu Kang? (Sumi toleh-toleh lalu menujuk ke suatu arah)

eh, kang, Anjingnya itu ya kang?

Surip : 
Dimana Sum?

Sumi : 
Itu lho kang anjingnya! Itu yang senyam-senyum. Eh, sekarang malah tertawa kang.

Surip : 
O…! Anjing Keparat! Bakal tak makan mentah-mentah kamu Njing! Hei tunggu jangan lari Njing…!

Surip kembali bergegas mengejar anjing dengan marah yang belum reda, tetapi tiba-tiba di tengah pengejaran, Surip berhenti mendadak. Seluruh tubuhnya menjadi kaku. Tak dapat bergerak. Surip kesambet sawan Anjing.

Hari sudah sore, Sumi masih asyik bermain sendirian. Mak Jiuk, ibunya Surip dan Sumi pulang dari pasar, berjalan melenggang pelan mendatangi Sumi.


Sumi : 
Mak, tadi ada anjing masuk Rumah.

Mak Jiuk : 
Waduh…Anjingnya siapa lagi Nduk? Pulang saja yuk…ni emak bawakan oleh-oleh buat kamu.. Kang Surip ke mana Nduk?

Sumi : 
Lari ngejar Anjing Mak.

Mak Jiuk : 
Oalah Rip.. Bocah kok sukanya aneh-aneh!

Bakir datang mengenakan pakaian rapi ala kampung, sambil mematut-matut diri.

Bakir : 
Ada apa Yu?

Mak Jiuk : 
Surip ngejar-ngejar Anjing, Kir!

Bakir : 
Suka sama anjing ya Yu?

Mak Jiuk : 
Ah, nggak tau Kir?! Surip itu anaknya sulit dipahami. Dikejar-kejar prawan cantik, cuek. Ditaksir janda kaya nggak mau?! E…malah ngejar Asu!

Bakir : 
Jangan-jangan suka sesama jenis yu!

Mak Jiuk : 
Kir, kamu itu kalau ngomong jangan ngawur! Biar bagaimanapun Surip itu tetap anakku! Suka sejenis atau non jenis tetap tak sayang! (Mak Jiuk Menghela Nafas Sebentar) Tumben kamu kok rapi, mau ke mana Kir?

Bakir : 
Mau nyari Banci yu!

Mak Jiuk : 
Oalah Kir..Bakir! Perempuan itu banyak Kir, malah nyari banci?!

Bakir : 
Kamu belum pernah merasakan kok Yu! Jadi susah menjelaskannya.

Mak Jiuk : 
Terus yang mau dirasakan itu apanya Kir…? Bocah aneh! (Berbalik Ke Sumi Dan Menggandeng Tangannya) pulang saja yuk nduk! Nanti ketularan aneh!

Mak Jiuk pergi tak menghiraukan Bakir lagi.

Bakir : 
Wo…Dasar nggak berbudaya! Hobi malah dibilang aneh?!

Bakir berlari dengan girang dan bungah, seperti anak kecil yang mendapat mainan baru.

Bakir : 
Mbanci yuuk…! Mbanci…mbanci…mbanci…banci…banci…cihuy…! Banci..banci…yeaa..cchhh!!

Tiba-tiba Bakir berhenti karena melihat Surip yang diam dengan bentuk tubuh seperti orang yang tengah mengejar sesuatu..Bakir terkejut, dan terheran-heran melihat Surip.

Bakir : 
Lho?! Rip? Surip…kamu kenapa Rip?

Surip diam saja, sama sekali tak bergerak. Bakir mulai penasaran dan memegang-megang tubuh Surip, yang mengeras seperti patung.

Bakir : 
Lho Rip? Badanmu koq kaku semua? Aneh? mmm…atau jangan-jangan…wah, ini pasti kesambet! Sebentar Kir, saya carikan orang sakti!

Bakir berlari meninggalkan Surip sendirian. Berlari kencang sekali. Hingga tak terlihat lagi. Sementara itu di tempat lain, tepatnya di bawah pohon Nangka, Cothot muncul, ia sedang berlatih gerakan Silat lalu bermeditasi.

***


Di Rumah Surip

Berhati-hati sekali Mak Jiuk melangkah masuk Rumah karena ia curiga, keadaan rumahnya tidak seperti biasanya. Dan ketika membuka pintu, Mak Jiuk terkejut.

Mak Jiuk : 
Waduh…Waduh…Uedan! Rumah kok acak-acakan!

Sumi : 
Mak..Sumi takut mak…

Mak Jiuk : 
Sudah Nduk, kamu mainan sendiri dulu di samping pintu, sana.

Mak Jiuk tampak prihatin dengan keadaan rumahnya yang berantakan dan mencurigakan.

Mak Jiuk : 
Ini pasti gara-gara anjing yang dikejar-kejar Surip!

Mak Jiuk mengambil perkakas yang berantakan di lantai satu persatu. Sumi menyanyi sendirian sambil menunggu emaknya yang sibuk mengambil perkakas yang berantakan.


Sumi : 
Naik-naik ke puncak gunung tinggi tinggi sekali.
kiri kanan kulihat saja banyak pohon cemara...a..aa..
kiri kanan ku lihat saja banyak pohon cemara...a...aa..

Setelah selesai memberesi perkakas yang berserakan, Mak Jiuk segera menggandeng Sumi mencari Surip.

Mak Jiuk : 
Ikut emak yuk nduk!

Sumi : 
Kemana Mak?

Mak Jiuk : 
Mencari kang Surip.

Mak Jiuk keluar rumah menggandeng Sumi. Mereka berdua berlari mencari Surip. Di jalan, mereka bertemu dengan Bakir.

Sumi : 
Itu kang Bakir kan mak?

Mak Jiuk : 
Mana nduk? O, iya itu Bakir. Kir…Bakir…tunggu dulu Kir!

Mak Jiuk dan Sumi berbalik arah mengejar Bakir.

Mak Jiuk : 
(Masih sambil berlari) Kamu ngapain Kir? Ngejar Banci ya?

Bakir : 
Ngawur! Mau nyari orang sakti Yu!

Mak Jiuk : 
Buat apa Kir?

Bakir : 
Buat nolong Surip Yu!

Mak Jiuk : 
Surip siapa?

Bakir : 
Ya Surip anakmu!

Bakir berlari lebih cepat dari Mak Jiuk. Sementara Sumi yang merasa dicuekin, memilih untuk bermain engklek lagi.

Mak Jiuk : 
Lho? Kir Tunggu Kir! (Mak Jiuk Mengejar Bakir). Surip itu kenapa Kir? Sekarang dimana?

Bakir : 
Kesambet Yu! Tubuhnya kaku semua!

Mak Jiuk : 
Hah! Sekarang Surip dimana Kir? (Bakir berlari lebih kencang, dan meninggalkan Mak Jiuk). O…Bakir Edan! (Beralih mencari sumi) Lho! Sumi tadi ke mana ya? Sum! Ee…malah engklek?! Ayo nyari kang Surip lagi!

Mak Jiuk dan Sumi kembali berlari mencari Surip.

Di sebuah tempat, di bawah pohon Nangka Bakir menemukan Cothot.


Bakir : 
Thot! Cothot! Tolong Thot! (Tapi Cothot Tetap Diam Saja). Thot! Surip nggak bisa bergerak. tubuhnya kaku semua!

Cothot : 
Kamu bisa diam nggak Kir! Tak sikat matamu lho!

Bakir : 
Thot, serius Thot! Cepat tolong Thot! Surip kesambet!

Cothot : 
Crewet! Sekarang Surip di mana?

Bakir : 
Di bawah pohon Jambu dekat rumah Mbah Karto! Ayo Thot! Cepat ke sana!

Cothot : 
Kamu duluan saja. Saya nyusul!

Bakir lari ke tempat Surip yang sedang kesambet. Cothot melompat-lompat dan salto pamer jurus silat andalannya.

Cothot : 
Houp yak! Houp yak! Ciaaa….ttt!! Yeaaacchh…

Secepat kilat Cothot telah sampai di bawah pohon Jambu. Seketika itu juga Surip langsung tersadar dan terkejut melihat Cothot sudah berada di depannya. Surip langsung berjalan berputar-putar sambil nerocos memaki-maki.


Surip : 
Lho? Thot! ini serius Thot! Keadaan sudah kritis Thot! Pokoknya Anjing-anjing itu harus tertangkap! sungguh sangat menyebalkan! Rumahku sudah diobrak-abrik Thot!

(Bakir datang dengan tergopoh-gopoh, ia ikut jalan berputar-putar)

Sebentar lagi pasti rumahmu yang diobrak-abrik! Anjing-anjing itu yang menyebabkan tetangga kita pergi dan tak pernah kembali! Sekarang hanya kita yang tinggal di kampung ini! Anjing-anjing itu harus kita cari bersama! (berhenti bersamaan)

Bakir : 
Lho?! Sudah beres Thot? Surip sudah sembuh?

Chothot : 
Beres Kiir!

Bakir : 
Cari banci lagi ah…mbanci..mbanci…

Bakir berjalan melenggang hendak meninggalkan Cothot dan Surip, tapi Surip segera menyahut kerah baju Bakir, menahannya.

Surip : 
He Kir! Tunggu bentar! Kamu harus ikut mencari Anjing!

Surip : 
Nggak mau Rip. Nggak usah dicari besok pasti ketemu sendiri.

Surip : 
Kir! Ini masalah Serius! Pokoknya anjiing-anjing itu harus kita usir! Kalau nggak diusir bakal nggak karu-karuan! Akan kacow semuanya!

Mak Jiuk dan Sumi kebingungan mencari Surip

Mak Jiuk : 
Le…Thole…Rip…Surip…!

Sumi : 
Kang Surip…

Bakir : 
Rip itu suara emakmu kan?

Surip : 
Mak…Emak…Mak…! Aku di sini Mak…!

Bakir : 
Rip nggak usah teriak-teriak. Makmu disuruh ke sini saja.

Mak Jiuk dan Sumi semakin bingung, tapi Surip segera mendatangi emak dan adiknya.


Surip : 
Mak aku di sana sama Bakir dan Cothot. Di belakang pos kampling, nyusul ya Mak…

Mak Jiuk dan Sumi Berjalan ke tempat Cothot, Bakir, dan Surip. Mereka semua berkumpul.


Surip : 
Sekarang harus dibahas serius! Mak, Kir, Thot, kita harus bersatu melawan Anjing! semua siap melawan?!

Cothot : 
Siap Rip!

Bakir : 
Gampang Rip!

Surip : 
Yok..sekarang kita berburu anjing bareng-bareng!

Semua : 
Ayoo..Ayo..Ayo..yo..yo..yo..yo..!

Mak Jiuk, Sumi, Bakir, Surip, dan Cothot bersiap berburu anjing-anjing dengan semangat api. Semua pulang menyiapkan senjata: Cambuk Petir dan alat lampu senter, lengkap memakai ikat kepala. Mereka berburu di bawah Komando Surip. Sejak saat itu kemanapun mereka pergi, Cambuk petir selalu dibawa.


Surip : 
Sekarang semua menyebar!

Semua berjalan mengendap-endap dan waspada.

Sumi : 
Mak aku takut…aku ikut mak…

Mak Jiuk : 
Ya sudah sini! kamu sembunyi di sini dulu saja, emak berburu dulu.

Sumi diam sendirian di balik semak-semak. Sumi bosan sendirian, kemuadian ia bernyanyi sambil berjalan pelan melenggang tanpa rasa takut dan kawatir dengan Anjing-Anjing.

Sumi : 
Cicak-cicak di dinding diam-diam di dinding
Datang seekor dinding hap hap lalu di dinding

Mak Jiuk : 
Lho Sum? Kok sampai sini?

Sumi : 
Anjingnya sudah ketemu Mak?

Mak Jiuk : 
Belum Nduk…mungkin sedang belanja ke Supermarket.

Sumi : 
Sumi menyanyi lagi ya Mak...?

Mak Jiuk : 
Nggak usah Sum, nanti Anjing keparat itu nggak mau muncul. Ikut Emak saja sini.

Sumi berjalan mengikuti emaknya.

Di tempat lain, Bakir, Cothot, dan Surip masih sibuk mencari Anjing-Anjing Keparat.

Surip : 
Gimana Thot, Kir, Anjingnya sudah keluar belum?

Bakir : 
Belum Rip. (Beralih ke Chothot) Eh Thot, cari banci sebentar yuk! Mau nggak?

Cothot : 
Crewet! Tak tampar matamu lho!

Bakir : 
Ih, Cothot jahat!

Surip : 
Sudah nggak usah ribut! Yuk kita cari lagi!

Surip berjalan sendirian meninggalkan Bakir dan Cothot. Disorotinya semak-semak dan tempat-tempat gelap lainnya.

Surip : 
Kemana larinya anjing-anjing keparat itu ya? Njing…Anjing…kalian dimana? Datanglah ke sini Njing…

Tiba-tiba Surip terkejut melihat seekor anjing besar sekali. Surip segera berjalan mengendap mundur pelan-pelan.

Surip : 
Kir…Thot…! Si Keparat datang…!

Sayang, tak ada jawaban dari Cothot dan Bakir!

Surip : 
Tubuh mereka mengerikan! Kir…Thot…

Surip tidak tahu ada dua Anjing bersiap hendak menerkam Surip dari belakang ketika ia sedang mengendap-endap. Surip melihat dua Anjing besar sudah di belakangnya hendak menerkam Surip.

Anjing : 
Ggrrrhh…gerrhh…

Surip : 
Dasar Keparaattt…! Kir…Thot…! Mak …Sumi diamankan!!

Mak Jiuk : 
Ada apa Rip…?!

Surip : 
Si Keparat sudah datang Mak…! Kita dikepung…! Kir…Thot…!

Anjing-Anjing : 
Ggrrr…hhhh…Guk…Guk..Guk…!!! Hahahaha…!

Surip kalap melawan Anjing-anjing keparat, ia memutar-mutarkan senjatanya. Dan melecut-lecutkan Cambuk petirnya. Mak Jiuk mencambuki Anjing-anjing yang mendekatinya. Anjing-anjing itu semakin menjadi-jadi memporakporandakan keadaan. Tetapi Sumi tetap santai berjalan-jalan semaunya. Sumi berhenti ketika ada dua anjing yang mendatangi Sumi hendak menerkam.

Sumi : 
Kamu itu ngapain sih Njing? Sukanya mengganggu orang.Uh..!!

Anjing itu semakin mengerang-erang mendekati Sumi.

Sumi : 
Makk!! Anjingnya Nakal!!

Surip yang masih sibuk mengusir Anjing-Anjing dengan cambuk petirnya, mendengar suara Sumi, dan langsung berlari melindungi adiknya.

Surip : 
Beraninya sama anak kecil! Kalau berani mendekat sini! Qooekzzz cuih cuih! cuih! Minggat!!!

Anjing-anjing itu lari kocar-kacir setelah diludahi Surip. Sementara, Mak jiuk masih mengejar-ngejar anjing yang berlari kocar-kacir.


Surip : 
Makk! Anjingnya diludahi Mak…!!

Mak Jiuk : 
Ini masih satu le…Cuih! Cuih! Awas Rip! anjingnya berlari menyerang Sumi.

Sumi : 
Mak! Sumi Jijik Mak…!

Surip segera menghalangi dan menendang anjing itu dengan sekuat tenaga demi adik tercintanya. Hingga anjing itu terlempar jauh sekali.

Surip : 
Ciaaatt….! Minggat kamu Njing…!!

Setelahnya semua kelelahan. Surip, Mak Jiuk, dan Sumi berkumpul. Bakir dan Cothot muncul dengan wajah yang linglung dan lelah.

Bakir : 
Gimana Rip? Sudah aman?

Surip : 
Aman matamu! Kalian tadi lari kemana?

Bakir : 
Saya dan Cothot bertempur di belakang rumahnya mbah Karto! Mulai Sekarang kita harus berjaga-jaga Rip! Tadi rumah mbah Karto dikepung Ratusan Anjing keparat! Mbah Karto sedang Sakit Rip. Kita juga harus menjaganya dari serangan Anjing-anjing!

Surip : 
Ya sudah, sekarang kita jaga di pos kampling! Tapi sepertinya kita harus cari ketela bakar di kebun dulu, buat bekal nanti malam. (beralih ke emak) Mak, Sumi diajak pulang dulu saja.

Surip, Bakir dan Cothot pergi meninggalkan Mak Jiuk dan Sumi, mencari ketela untuk dibakar sebagai bekal Ronda Malam.

Mak Jiuk menggandeng tangan Sumi.


Mak Jiuk : 
Yuk Nduk pulang. Tidur dulu besok terlambat sekolah lho..

Sumi : 
Sumi nggak mau sekolah kok mak.

Mak Jiuk : 
Waduh…sekolah itu biar pandai nduk? Kok nggak mau kenapa nduk?

Sumi : 
Takut jadi Anjing Mak…

Mak Jiuk : 
Walah…Ya sudah nggak usah sekolah, tapi nanti kalau jadi anjing bodoh gimana Nduk?

Sumi : 
Biar mak!

Mak Jiuk : 
Nduk..sebenarnya cita citamu itu pengin jadi apa sih nduk?

Sumi : 
Jadi Doraemon Mak…

Mak Jiuk : 
Oalah…ya sudah tidur saja yuk Nduk...

Mak Jiuk dan Sumi pulang ke rumah.

Surip, Cothot, dan Bakir kembali ke Pos Kampling masih dengan wajah lelah. Mereka tak mendapatkan apa-apa.

Surip : 
Malam ini kita harus prihatin, ketela kita telah habis dimakan Anjing-anjing. Kita tidur saja sekarang. Anjing-anjing itu besuk pasti datang lagi.

Semuanya tertidur lelap karena terlalu lelah bertempur melawan gerombolan Anjing. Yah…Malam itu sangat sepi dan dingin. Hanya suara serangga yang berdenging-denging.

***


Pagi Subuh. Bakir terbangun. Ia terperanjat sambil memanggil nama mbah Karto Sandal. Perasaannya tidak enak, kemudian ia pergi. Mungkin ke rumah Mbah Karto. Setelah itu terdengar suara Bakir mengumumkan kabar kematian Mbah Karto lewat corong Masjid.

Bakir : 
Telah dipanggil ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, Mbah Karta Sandal. Umur seratus dua puluh lima tahun. Jenazah akan dikebumikan di kuburan Ngrau Permai hari ini pukul dua siang. Sekali lagi,Terimakasih.

Surip : 
Wah! Ganggu orang tidur! Mbah Karto itu meninggal kok pagi-pagi ya…?

Cothot : 
Yang meninggal siapa Rip?

Surip : 
Mbah Karto Sandal. Tidur lagi saja Thot!

Cothot :
Tidur lagi, meringkuk seperti Ebi.

Surip : 
Ya sudah Mbah…hati-hati di jalan. Semoga masuk Surga ya Mbah…tapi kalau di Surga nggak usah jualan Sandal. Nanti surganya jadi pasar. Saya mau tidur lagi ya Mbah…nanti siang saya pasti melayat. Jangan pergi kemana-mana ya mbah…Huuaaahemmm…

Bakir datang untuk melanjutkan tidurnya. Sebentar kemudian matahari muncul. Ayam jago berkokok. Mak Jiuk Bangun lebih dulu. Ia menimba air untuk direbus. Sementara itu Surip, Bakir, dan Cothot masih tidur lelap. Mak Jiuk jengkel melihat mereka masih tidur.


Mak Jiuk : 
Bocah edan! Sudah siang masih molor!

Mak Jiuk menyiram air tepat ke muka mereka bertiga. BYUUURRR!


Surip, 
Bakir, dan Cothot terperanjat kaget, mereka marah-marah pada Mak Jiuk. Lantas

Surip, Cothot, dan Bakir bergaya seperti petinju memutari Mak Jiuk. Tapi Mak Jiuk nggak mau kalah, siap-siap berkelahi.


Surip : 
Bangsat! Ngajak kelahi ya Mak?!

Bakir : 
Orang tua kurangajar! Nggak tahu etika!

Cothot : 
Dasar Janda genit! Nggak pernah dididik!

Mak Jiuk : 
Heh! Oalah cah…cah…kalian itu Cuma bayi kemarin sore mau nantang aku? Kalian itu kerasukan apa? (Meludah di telapak tangan lalu dioleskan ke wajah Surip, Bakir, dan Cothot) Minggat! Minggat! Minggat!

Surip : 
Mak jangan mak…jangan mak..! ampun mak…

Bakir : 
Duh!duh…! jangan Yu…! Wah Ngaco!

Cothot : 
Silakan yu…sekalian cuci muka…

Mak Jiuk : 
Rip! Ayo Cepet bantu emak nyiapkan dagangan! Kalian itu pada nggak malu ya? Masih muda nganggur! Pemalas! Nanti siang itu emak juga mau melayat.

Surip : 
Iya mak, Surip tahu. Thot, Kir nanti bertemu di rumah mbah Karto ya?

Bakir : 
Beres Rip!

Semuanya pergi. Surip, berjalan di depan emaknya sambil menggerutu.


Surip : 
Orang tua kalau nggak sekolahan…ga pernah dapat didikan…galaknya seperti SATPOL PP!

Mak Jiuk : 
(Mendorong kepala Surip dari Belakang) Heh Ngomong apa kamu?

Surip : 
Nggak Mak…emak itu lucu, menggemaskan, dan seksi persis SATPOL PP…

Mak Jiuk : 
SaTPOL PP itu apa le?

Surip : 
SATPOL PP itu manusia planet yang turun ke bumi Mak…sudah Mak nggak usah banyak tanya! Crewet!

Mak Jiuk dan Surip Pulang ke rumah…

Sumi bangun tidur langsung berlari bermain engklek. Sambil bernyanyi-nyanyi…


Sumi : 
Pelangi pelangi alangkah indahmu
Merah kuning hijau di langit yang biru
Pelukismu agung siapa gerangan
Pelangi-pelangi ciptaan Tuhan

Mak Jiuk mencari Sumi untuk di suruh mandi

Mak Jiuk : 
Sum kamu itu maunya apa?! Katanya mau E eg! malah engklek. Ayo cepat mandi! cepat! E…pura-pura nggak dengar…Ayo!

Mak Jiuk Bergegas mendatangi Sumi dan menjewer telinga Sumi, diajak menuju ke kamar mandi.

Di jalanan Kampung.
Cothot berlatih Silat di pinggir jalan. Bakir lewat membawa bendera orang mati dan Glogor untuk menandai meninggalnya mbah Karto Sandal. Bakir melihat Cothot sedang berlatih Silat di pinggir jalan.


Bakir : 
Lho Thot? kok nggak ke rumah Mbah Karto? (Cothot diam saja) Thot! Gayanya sok pendekar! sudah Thot…kamu jadi kuli saja atau jadi Mucikari..uwangnya banyak…

Cothot : 
(Marah) ngomong apa kamu Kir?

Bakir : 
Nggak Thot…nggak Thot…! kamu pantasnya jadi Tentara atau Dokter!

Cothot : 
Mau tak injak-injak matamu ya Kir?

Cothot langsung memukul Bakir, tapi di tangkis dengan Glogor, sampai glogor yang terbuat dari kedebok pisang itu runyam.


Bakir : 
Thot nanti kamu kualat lho Thot…Thot…Thot…

Cothot : 
Nggak urusan kualat!

Bakir : 
Thot! sudah Thot! Thot…Thot…! Wongedan! Ciaatttt…!!

Bakir mencabut bendera yang terselip di celana bagian belakang. Beraksi seperti pendekar. Mereka berdua berkelahi di pinggir jalan. Sebuah perkelahian seru di pagi itu.

Sebentar kemudian Mak Jiuk datang

Mak Jiuk : 
Heh?! Kalian itu pada ngapain? Sudah tua-tua nggak tahu malu! Bergumul dipinggir jalan. Menjijikan!

Bakir dan Cothot berhenti berkelahi ketika melihat Mak Jiuk. Bakir merapikan pakaiannya.

Bakir : 
Kalau ngomong jangan ngawur yu! Saya itu nggak menjijikan yu! Kalau Cothot baru menjijikan Yu…!

Cothot : 
Iya Yu. Saya itu menjijikan!… Ciaaaa…ttt!

Cothot kembali menyerang Bakir dengan ciuman. Mereka berkelahi lagi. Bakir ketautan dengan bibir Chotot yang terus mengejar mukanya.


Mak Jiuk : 
Waduh…! Ya sudah terserah kalian saja!

Mak Jiuk pergi meninggalkan Bakir dan Cothot yang masih sibuk berkelahi. Kemudian Surip lewat hendak melayat. Surip terkejut melihat Bakir dan Cothot berkelahi.


Surip : 
Heh.. Bakir….! Cothot….! Bisa berhenti tidak…?!

Perlahan Bakir dan Cothot menghentikan perkelahian itu. Mereka segan terhadap Surip. Keduanya saling berpandangan dan masih tampak tidak akur.

Surip : 
Heh! Kir, Thot! Ayo ke rumah mbah Karto!

Cothot : 
Iya Rip…iya…

Bakir : 
Saya nanti nyusul Rip. Mau masang bendera dulu.

Surip : 
Ya sudah, sana dipasang dulu. Yuk Thot kita berangkat dulu.

Cothot : 
Yuk..!

Sumi tiba-tiba muncul sambil berlari.

Sumi : 
Kang…Kang Surip..! Sumi ikut!

Surip :
Ada apa Sum?

Sumi : 
Sumi takut kalau anjingnya datang lagi…

Surip : 
Ya sudah sini kang Surip gandeng, tak pikir tadi sudah bareng emak…? tapi nanti nggak boleh mainan engklek lho Sum.

Cothot, Surip, dan Sumi melayat ke rumah Mbah Karto Sandal. Bakir berlari memasang bendera di perempatan. Tetap dipasang meski tahu tak akan ada yang datang dari kampung tetangga.

Tak ada suara orang mengaji karena casset-nya rusak. Mak Jiuk sudah berada di rumah Mbah Karto duduk sendirian, Surip, Cothot dan Sumi segera menyusul duduk berjajar. Bakir berlari menyusul. Mereka ngobrol sambil menunggu pembawa acara pelayatan memberi arahan untuk dikebumikan.


Bakir : 
Mbah Karto itu kok bisa panjang umur ya? Masak 125 tahun? Kayak duit!

Surip : 
Itu karena masa mudanya suka laku prihatin Kir…

Bakir : 
Prihatin gimana? Kalau prihatin pasti hidupnya kaya. Masak dari dulu cuma buat sandal terus!

Surip : 
Prihatin itu laku orang jaman dulu, agar anak cucunya hidup bahagia. Juga untuk melatih perasaan biar hidupnya tentram damai. Itu yang membuat panjang umur. Jadi yang dicari itu bukan kekayaan pribadi!

Mak Jiuk : 
(Sambil mengelus rambut Sumi, yang dari tadi menggelendot di bahu emaknya) Rip! Kalau ngomong jangan keras-keras. Ini pelayatan. Bikin malu.

Surip : 
Ah, emak crewet!

Bakir : 
Prihatin itu contohnya apa Rip?

Surip : 
Banyak Kir. Ada puasa mutih, ngrowot, nganyep, kungkum atau berendam di sungai. Tahu nggak? (Beralih Ke Cothot) minta rokoknya Thot.

Cothot : 
(Berdiri Merogoh Saku) Nih.

Bakir : 
Kurang kerjaan! Kalau hidup 125 tahun sengsara terus ya nggak mau Rip! Prihatin saja sendiri sana…sampai mati…!

Surip : 
O…kamu itu hidup kalau terbiasa jadi bajingan ya nggak tahu prihatin! Kamu tahu sendiri kan? Anak-anaknya Mbah Karta itu jadi orang semua. Ada yang di Argentina, Alaska, Cina, Amerika malah Pak Jauhari keliliang Eropa!

Bakir : 
As prek! Nyatanya yang ngurusi Mbah Karto tetap kita.

Pembawa acara di pelayatan setelah berdoa sendirian. Mulai membawakan acara penguburan.

Pembawa acara : 
Para muda-mudi dimohon membantu untuk mengangkat jenazah…

Mak Jiuk : 
Heh, nggak usah ribut! acara keberangkatan sudah dimulai. Sana di angkat! Ayo aku ikut!

Bakir, Surip, Cothot, lan Mak Jiuk segera masuk rumah Mbah Karto untuk mengusung jenazah. Berempat mengusungnya, Tetapi tiba-tiba sampai di tengah jalan Surip yang mengangkat paling depan kelelahan, ia tidak kuat karena yang diangkat bukan peti melainkan batu nisan.

Surip : 
Duh..duh…duh..! sebentar Kir berhenti dulu!

Mereka meletakkan nisan itu untuk sementara. Rupanya Surip marah kepada Bakir.

Surip : 
Kir! kamu itu maunya apa? masak mbah Karto ikut dicor dalam nisan!

Bakir : 
Salah sendiri nggak ada yang diajak berembug! Saya pusing Rip! Semuanya cuma dipasrahkan saya!

Surip : 
Tapi caranya nggak kayak gini Kir!

Bakir : 
Tapi lebih efektif seperti ini Rip. Bisa dipindah ke mana-mana! Siapa tahu ada gusuran kuburan.

Surip : 
Dasar Gila! Sukanya melawan aturan! Kasihan Mbah Karto! Di dalam kepanasan. Gelisah!

Mak Jiuk : 
Kamu itu cuma kebanyakan ngomong Rip! Dari tadi pagi itu yang ngurusi cuma Bakir! ya sudah, kita nurut Bakir saja!

Bakir : 
Bener Yu! semuanya saya yang kerja Yu! Dari yang pertama tahu kalau Mbah Karta meninggal, saya, ngumumkan di Masjid, saya. Memasang bendera, saya lagi. nyewa pembawa acara, saya. Yang nyari tukang foto juga saya!

Cothot : 
Yang membunuh siapa Kir?

Bakir : 
As Prex! Yang layat cuma lima orang saja ribut! Bilang sama yang di Argentina, Alaska, Amerika, Sama yang di Eropah suruh ngurusi!

Surip : 
Tapi kalau caranya seperti ini nggak beradab Kir! Kalau anak-anaknya pada datang terus gimana?

Bakir : 
Beradab Tai! Anak-anaknya saja nggak pernah ngurusi, yang njaga kan ya cuma kita kan Rip?

Mak Jiuk : 
Heh! Nggak usah crewet! Jadi dibawa ke kuburan nggak?

Surip : 
Kalau nggak usah dibawa ke kuburan gimana?

Bakir : 
Nggak papa Rip. Dijadikan Prasasti saja di tengah-tengah Kampung! Pasti nggak mungkin hilang! Tapi harus dirawat tiap hari, di semprot parfum biar wangi sepanjang hari. Ini nisan berkwalitas. Fungsinya seperti Pyramid Mesir!

Cothot : 
Yang pesan di mana Kir?

Bakir : 
O…ini dibaca Thot: PT Siksa Kubur! Direkturnya Malaikat Jibril!

Surip : 
Sebenarnya saya itu sayang sekali sama Mbah Karto, saya juga nggak rela kalau Mabah Karto dikubur, cuma dimakan Cacing. Sayang. Mbah Karto itu termasuk orang hebat. Sudah nggak ada lagi orang seperti Mbah Karto! Gusti Allah sudah kehabisan Stock!

Bakir : 
Bukan hanya kamu saja Rip. Saya itu juga sayang, tiap hari pasti saya jenguk, saya belikan sarapan bubur, kalau lelah saya pijit. Kalau nggak ada yang mau merawat nisannya ditempatkan kamar saya juga nggak papa kok Rip.

Mak Jiuk : 
Benar Kir! Karena Mbah Karto, kita bisa menetap di kampung ini. Orang paling pertama di kampung ini. Orang yang membuat kita kuat bertahan hidup. Orang yang suka bercerita sejarah dan memberikan ajaran hidup agar kita bisa berpikir sendiri, punya prinsip untuk modal hidup. Orang yang selama hidupnya berjuang terus!

Bakir : 
Iya yu! Tapi nggak usah bicara tentang: berjuang! Saya pusing kalau dengar kata “berjuang” itu. bikin Prustasi!

Mak Jiuk : 
Kir! Dari jaman Belanda, Jepang, jaman merdeka sampai jaman sekarang, mbah Karto itu berjuang terus sampai anak-anaknya jadi orang semua. Meskipun dilupakan, nggak sakit hati! Mbah Karto itu mikir bukan untuk dirinya sendiri tapi buat generasinya!

Bakir : 
Wah, Crewet! Pikiran dan perasaan orang itu nggak ada yang tahu Yu..! Saya sayang Mbah Karto itu bukan karena apa-apa Yu. Tapi sudah jadi kewajiban saya untuk menyayangi sesama manusia Yu…

Mak Jiuk : 
Kamu juga Crewet! Generasinya Mbah Karto itu nggak kayak kamu Kir. Sukanya cuma Mbanci terus!

Surip : 
Ya nggak seperti itu Mak…generasinya mbah Karto yang seperti apa? Yang sukses? banyak uanganya? Yang bisa meraih mimpi? Generasinya mbah karo itu macam-macam Mak..! Saya itu juga tahu Mak kalau mbah Karto itu hidupnya sudah lengkap! Pernah jadi guru, tentara, wartawan, kuli, juragan Batik…Mbah Karto itu memang hebat, tapi sekarang sudah pasrah tunduk pada yang masih hidup! Dan yang masih saya ingat pesannya mbah Karto: Berani Hidup dan menjadi diri sendiri. nggak cuma cerewet!

Bakir : 
Kayak kamu kan Rip! Crewet!

Surip : 
Asu! Yuk diangkat lagi yuk..!!

Para Pelayat yang cuma lima orang itu berjalan bersama mengusung batu nisan. Sumi membawa kendi tempat minum mbah Karto, yang telah menjadi keramat. Sebuah pelayatan yang sangat sederhana sekali. Tanpa taburan bunga dan tangisan.

Akan tetapi di tengah jalan terdengar suara anjing-anjing yang menggonggong menghadang pelayat. Semua terkejut mendengar suara gonggongan anjing yang diperkirakan berjumlah ratusan, krena anjing-anjing itu tak menampakkan diri.


Surip : 
Berhenti semua!!

Mak Jiuk : 
Kenapa Rip? Sudah, Anjingnya itu dibiarin saja. Yuk jalan lagi.

Bakir : 
Iya Rip mereka cuma cari perhatian!

Cothot : 
Ditanya dulu Rip? Maunya apa?

Mak Jiuk : 
Kalau mau ikut melayat juga nggak papa Rip.

Surip : 
Sebentar saya tanya dulu…

Sumi : 
(menyela) Aku mau pipis dulu ya Mak...

Mak Jiuk : 
Sana cepat, Lari!

Sumi berlari mencari tempat buat pipis.

Surip : 
Hei…Anjing, anjing, dan anjing… jika kalian berniat baik tunjukan diri kalian! Apa mau kalian sebenarnya?

Si Anjing Keparat, pemimpin para Anjing muncul tiba-tiba.

Anjing keparat : 
Nama saya adalah si Anjing Keparat. Saya ke sini akan melayat orang yang mengutukku menjadi anjing. Si Karto. Musuh yang saya hormati.

Mak Jiuk : 
Lho kamu kok bisa dikutuk jadi Anjing?

Asu : 
Dulu, di jaman Belanda Karto telah mengutukku menjadi Anjing! Memang saya akui, Karto memang sakti, tapi saya tetap tidak terima!

Bakir : 
Heh, Njing! Kamu itu kok dikutuk kenapa?

Asu : 
Dulu saya menjadi begundal Belanda yang hendak menyingkirkan Karto, karena dia pembangkang kompeni. Saya akan dihadiahi rumah dan tanah si Karto jika berhasil menyingkirkannya. Tapi Karto malah melawan. Akhirnya Marsose turun tangan. Dia dicari marsose-marsose, tapi tidak tertangkap. Ternyata dia berubah jadi Kucing!

Surip : 
Kok tahu kalau Mbah Karto jadi Kucing dari mana?

Asu : 
Si Soleh, Adhiknya Karto yang memeberitahuku. Lalu setiap kucing saya tembak. Sampai suatu ketika ada salah satu kucing kembang telon yang tiba-tiba menerjang mukaku. Kucing itu berubah jadi manusia. Tak salah lagi, kucing itu adalah si Karto. Dia benar-benar marah dan langsung menghajarku sampai babak belur! Lalu mengutukku: Wiryo…hari ini kamu harus jadi anjing sampai anak cucumu kelak. Karena sifatmu seperti anjing!

Sampai sekarang aku dan anak cucuku menjadi Anjing! Aku tidak terima! Bertahun-tahun kami mencari cara dan kekuatan untuk menyingkirkan Karto dan merebut tanahnya! Dan sekarang sudah saatnya!

Surip : 
Kamu kok bisa punya prajurit banyak itu anak cucumu semua ya?

Anjing keparat : 
Bukan! Sebagian orang-orang kampung yang terkena gigitanku!

Surip : 
O….ternyata para tetangga kita sudah jadi anjing Kir! Makanya tidak pernah pulang. Heh Njing! Tetanggaku bisa kembali lagi jadi manusia nggak?

Anjing Keparat : 
Sudah nggak bisa, karena sudah terkena gigitanku!

Bakir : 
Dasar Anjing! memang harus dimakan mentah-mentah kamu Njing! Ciaattt….!!!

Bakir Marah-Marah tidak terkontrol. Ia hendak menghajar si Anjing keparat sekalian dengan prajurit-prajuritnya. Tetapi Cothot dan Surip segera mencegah Bakir yang marah tak terkontrol.

Surip : 
Kir..Kir…sabar Kir! Thot, Bakir dijaga jangan sampai gegabah!

Mak Jiuk : 
Kir, sekarang waktunya melayat bukan berkelahi dengan anjing!

Surip : 
Sabar sebentar Kir! Nanti ada waktunya!

Bakir : 
Awas! Bakal tak habisi kamu Njing!

Anjing :
Keparat: Aku tidak takut!

Bakir : 
Woo…dasar keparat!

Setelah pipis, Sumi berlari menggelendot emaknya yang sedang berkacak pinggang.

Surip : 
Kir! Sudah nggak usah di tanggapi! (beralih ke Anjing keparat) Njing…kalau kamu cuma mau melayat, sana baris dibelakang! Nggak usah cari perkara!

Setelah para anjing baris berjajar ikut melayat mbah Karto. Semuanya berjalan menuju tengah kampung….dan sampailah sudah para pelayat menghantarkan sampai di tengah kampung.

Surip : 
Sudah, sekarang sudah sampai. Letakkan di sini saja, biar bisa kita lihat tiap hari.

Nisan Mbah Karto telah diletakkan di tengah Kampung. Menjadi sebuah prasasti orang pertama yang tinggal di kampung itu. Kemudian Surip memberi saran pada para Anjing.


Surip : 
He! Anjing-anjing keparat….hari ini upacara telah selesai sampai di sini. Nggak usah didoakan, kalian juga nggak bisa berdoa kan Njing? Sudah sana pulang saja.

Bakir : 
E..malah diam saja. Sana cepat pulang!

Anjing-Anjing tadi mulai ada yang mengerang dan menggonggong! Semuanya tidak mau pergi, hingga Surip, Cothot, dan Bakir marah sendiri.

Surip : 
Heh! Njing! Mau kalian itu apa? Sekarang acaranya sudah selesai! Mau pulang enggak!?

Anjing Keparat: 
Guk…guk..guk…grrr…! Aku tidak mau pergi dari sini! Kalian yang harus pergi!

Bakir : 
Benar kan Rip?! Mau disikat dari tadi nggak boleh.

Surip : 
Keparat! Licik! Picik!

Mak Jiuk : 
Si Keparat itu memang harus kita lawan Le…

Cothot : 
Sudah, sikat saja Rip!!

Surip : 
(Matanya memebelalak dan nafasnya menahan emosi yang akan dikeluarkan) SIKAAAATTTT!!! Ctar…! Ctar..Ctarr…Ctar...! Ctarr…

Mak Jiuk : 
Sum…! Cepat lari sembunyi!

Sumi : 
Sembunyi kemana mak…?!

Mak Jiuk : 
Manjat ke atas poho…n Sum!

Mak Jiuk, Cothot, Bakir, dan Surip sudah kalap! Mereka berkelahi dengan anjing-anjing keparat. Mereka segera mengeluarkan Cambuk Petir, senjata andalan tak tekalahkan! Semua tenaganya dikerahkan untuk melawan Anjing-Anjing.

Ctar…! Ctar..Ctarr…Ctar...! Ctarr…

Keadaan menjadi kacau dan ramai sekali hingga petang datang. Mereka berhasil mengusir Anjing-Anjing. Dan anjing-anjing itu berlari meninggalkan kampung. Entah kemana.

Semuanya kelelahan, tetapi tetap semangat mengejar anjing-anjing hingga anjing itu berlari tunggang langgang dan tak terlihat lagi. Hingga semua sudah tak kuat lagi berlari. Sementara itu hari sudah mulai malam, dan keadaan semakin sepi. Semua pulang ke rumah masing-masing. Hanya nisan mbah Karto yang masih tampak segar. Nisan yang menjadi tanda: Ada seorang bernama Karto Sandal pernah hidup di kampung itu. Orang yang tidak pernah berhenti bekerja sampai hari kematiannya.



Babak II

Sebulan sesudah mbah Karto Sandal meninggal dunia. Keadaan di kampung itu berjalan seperti biasanya. Kampung yang tinggal berpenghuni lima orang itu terlihat hidup ketika warganya mulai sibuk sendiri-sendiri. Untuk sementara waktu, anjing-anjing tidak pernah muncul. Sudah sebulan sejak pertempuran sore itu.

Sumi masih suka bermain dan bernyanyi sendirian, tapi rupanya kali ini ia tengah bersedih. Ia membawa sebuah botol berisi ikan kecil yang telah mati. Ia berjalan sendirian sambil bernyanyi.


Sumi : 
Satu satu aku sayang ibu
Dua-dua juga sayang ayah
Tiga tiga sayang adhik kakak
Satu dua tiga sayang semuanya

Ah, engklek ah…

Sumi mulai menggambar garis untuk bermain engklek, tetapi tidak selesai. Tiba-tiba Sumi melamun, dan berbicara dengan Ranting.

Sumi : 
Ranting...Ranting…apakah kamu punya ayah dan ibu? Ranting…rumahmu di mana? Cita-citamu apa? Kamu kok bisa sampai di sini naik apa sih? Mmm…kamu jadi temanku mau nggak? Nanti kita bermain engklek bersama…aku sudah tidak punya teman lagi. Ranting…aku sedih. Ini lho temanku satu-satunya, si Siwi, ia sudah meninggal. Ranting…kamu mau jadi sahabatku?

Sebentar kemudian Mak Jiuk keluar membawa daun pisang untuk dibersihkan dan dilipat buat dijual di pasar.

Mak Jiuk :
 
Kamu itu ngapain nduk kok ngomong sendiri?

Sumi : 
Eh, Emak…Sumi pengin punya teman Mak…

Mak Jiuk : 
Kamu itu aneh kok nduk…disuruh sekolah juga nggak mau…sekolah itu biar temannya banyak.

Sumi : 
Sumi sudah bisa baca tulis kok mak…sebenarnya Sumi kasihan sama emak dan kang Surip kalau tiap hari harus mengantar Sumi ke sekolah. Sumi kepingin dibelikan sepeda Mak..biar bisa berangkat sekolah sendiri..

Mak Jiuk : 
Ya besuk nduk…kalau ada rejeki pasti emak belikan. Sebenarnya emak juga nggak papa mengantarmu tiap hari.

Sumi : 
Sumi sudah kelas enam Mak… pengin belajar mandiri, berangkat sekolah sambil sepedaan bersama teman-teman kan senang Mak..

Mak Jiuk : 
O…ya sudah kalau begitu…Emak juga ikut senang, yah...memang senang nduk bisa bermain bersama teman-teman itu…

Surip datang naik sepeda mini, dia terlihat seperti sedang stres.

Surip : 
Mak, saya beli sepeda limapuluh ribuan buat sekolah Sumi.

Mak Jiuk : 
Ini lho Sum, dibelikan kang Surip sepeda mini.

Surip : 
Ini Sum, sepedanya buat brangkat sekolah, kamu suka nggak Sum? Kamu itu kok sedih ada apa Sum?

Sumi : 
Siwi, Ikanku mati kang…

Surip : 
Sudah ikannya dikubur saja. Ini sepadanya buat sepeda-sepedaan sana! Dicoba dulu.

Sumi : 
Terimakasih ya kang…

Sumi langsung menyahut sepeda untuk bermain sepeda-sepedaan puter-puter kampung.

Mak Jiuk : 
Kamu dapat uang darimana Le?

Surip : 
Sekarang saya kerja di kerajinan Mak, di pusat kota! Nama Pimpinan perusahaanya pak Kelik. Istrinya bule Australi, cantik Mak. Tapi sayangnya pak Kelik itu agak stres. Hobinya jajan wanita nakal. Hidupnya itu kesepian, sering ditinggal pulang istrinya. Terus sukanya curhat sama saya Mak…Tapi yang lebih penting, Surip sudah punya kerjaan Mak…

Mak Jiuk : 
Emak ikut senang Rip…

Surip : 
Titip salam buat Pak Kelik nggak Mak? Siapa tahu cocok sama emak.

Berjalan menjauh, mencari tempat duduk sambil menendang-nendang dan memukul angin


Mak Jiuk : 
Bocah Edan! Kalau nggak ingat kamu sama Sumi sudah tak tinggal cari laki-laki dari kemarin Rip!

Surip : 
Bercanda kok Mak.

Mak Jiuk : 
Sejak bapakmu minggat, kasih sayangku itu cuma untuk kamu dan Sumi! Kamu mau punya bapak tiri Rip?

Surip : 
Walah…iya iya Mak…! Saya tahu, kasih sayang Emak itu berlebih. Surplus! Bagaikan Surya menyinari dunia. (menggerutu) Emak sok sok’an. Kalau ingin jatuh cinta lagi itu nggak ada masalah kok.

Mak Jiuk : 
(Melempar sandal) Anak laki-laki kok sukanya menggerutu, menjijikan!

Surip : 
(Kaget) Aduh! Emak itu nggak tahu orang lagi stress!

Mak Jiuk Jengkel dengan Surip. Surip mengambil sandal emaknya dan dikembalikan sekalian masuk rumah mengambil gitar. Kemudian Surip keluar lagi. Ia bernyanyi atau berpuisi sesuka hati sambil memetik gitar.


Surip : 
Di dalam bis kota aku bertemu seorang wanita
Manis wajahnya, akrab bicaranya,
lembut swaranya, panjang rambutnya, dan kuning langsat kulitnya.
Pada suatu hari aku pergi ke rumahnya
hatiku berdetakan pikiranku nggak karu-karuan.
Hanya ingin bertemu si dia.
Oh…tak kusangka tak kuduga…sesampainya di sana.
ternyata sudah ada lelaki lain di sampingnya.
Tiba-tiba tubuhku langsung lemas. Lemas sekali…
Aku bingung harus berbuat apa? Oh my god...!

Uh!! Perempuan memang bikin pusing!

Bakir datang sambil bersiul-siul dan tersenyum melihat Mak Jiuk yang sedang melipat daun pisang. Sementara Surip tengah duduk2 sambil memetik Gitar.

Bakir : 
Apa kabar Yu? Aman kan Yu? Anjingnya nggak bakalan datang lagi Yu!

Mak Jiuk : 
Aman Kir…sudah sebulan Anjingnya nggak kelihatan.

Bakir : 
Tiap pojok kampung sudah saya taburi garam yang dimantrai Cothot! Nggak mungkin ada Anjing atau Iblis yang masuk Yu! Dan yang paling penting hidup kita nyaman!

Mak Jiuk : 
Iya Kir…hidup kalau nggak bersanding Anjing kurap itu aman! Kamu mau Mbanci lagi ya Kir?

Bakir : 
Nggak Yu, mau nyari kerja baru. Pasaran burung lagi sepi (menoleh ke tempat Surip duduk sendirian) Yu, anakmu yang paling ganteng itu kenapa?

Mak Jiuk : 
Nggak Tau Kir! Dari tadi nyanyi-nyanyi sendiri. Kelihatanya sedang patah hati.

Bakir mendatangi Surip yang terlihat stres.

Bakir : 
Sedang apa Rip? Kok klihatan aneh? Sedang jatuh cinta ya Rip?

Surip diam dan menyimpan rasa jengkel mendengar kata-kata Bakir yang seperti meledeknya. Pelan-pelan Surip mengendus-endus bau badan Bakir yang baunya terasa aneh di hidung Surip.

Surip : 
Edan! Kamu pakai Parfum ya Kir? Merknya apa Kir? Baunya kayak Lonte!

Bakir : 
Heh! Rip, ini yang membuat gratis kalau main sama banci. Kamu patah hati ya Rip? Payah! Cuma patah hati saja stres!

Surip : 
Kamu itu nggak tahu perasaanku Kir! Kamu nggak tahu artinya Cinta! The meaning of love!

Bakir : 
Hahahahaha…jaman sekarang masih lewat jalur cinta? Hidup saja masih nggak jelas, malah mikir cinta! Rip! Jaman sekarang, cinta itu harus punya visi, misi, dan materi!

Surip : 
Kir… Cinta itu bukan Program…Bukan Organisasi LSM…! Cinta itu Indah, Jujur, tulus, dan bisa menerima apa adanya.

Bakir : 
OO…dasar generasi putri cinderella! Bodoh!

Mak Jiuk : 
Kir! Kamu itu bisa memberi contoh ke Surip apa? Kamu sudah siap berkeluarga Kir?

Bakir : 
Aneh-aneh Yu..! Jajan saja enak!

Bakir : 
Cah Edan! Rip! Jangan ikuta-ikutan Bakir! (menghela nafas) Rip, sebenarnya hubunganmu sendiri dengan si Tutik, Lilis Tuning, terus siapa itu namanya yang hidungnya pesek…? O..iya Sri. sukanya ganti-ganti pacar!

Surip : 
Yang ganti-ganti itu siapa mak…? Surip itu setia mak…tapi mereka pada ninggal pergi! Alasannya macam-macam mak: ada yang orang tuanya nggak setuju, ingin mikir sekolah dulu, gara-gara aku nggak punya kerjaan tetap, terus yang paling terakhir bilang ILFIL! Aku bingung mak? Aku harus berbuat apa?

Mak Jiuk : 
Itu gara-gara tingkah polahmu yang liar, kampungan, urakan, dan menjijikan!

Bakir : 
Sudah Rip…Nggak usah ngeyel! Jadi Bajingan saja enak!

Surip : 
As…Prex Kir!

Mak Jiuk : 
Sudah, masuk saja ah. Mikirin anak sekarang bikin pusing!

Mak Jiuk masuk rumah membawa daun pisangnya, Cothot datang membawa genteng rangkap enam, ia berlatih silat dan mengarat genteng. Bakir dan Surip melihat Cothot yang sedang berlatih dengan heran. Cothot terlihat emosi, tidak tenang seperti biasanya.


Surip : 
Kir! Itu…itu…Cothot gayanya sok Gentel!

Bakir : 
Thot! kalau berani kawin! Nggak cuma ngarat genteng terus!

Chotot menghentikan latihannya, ia mendatangi Bakir dengan muka marah.

Chotot : 
Bilang apa kamu Kir? Mau ta injak-injak?

Cothot langsung memukul Bakir. dan terjadilah perkelahian yang cukup ramai. Surip berusaha melerai keduanya, ia kerepotan berada di tengah-tengah antara Bakir dan Cothot. Sumi berlari masuk rumah, ia kehausan dari bermain sepeda.


Sumi : 
Mak Sumi haus…

Surip : 
Sudah thot…! sudah…Kir…! jangan berkelahi kir…!!! Sudah!!

Bakir : 
Sudah Rip nggak usah dipisah biar saya ladeni si Cothot!

Keadaan menjadi ramai, Mak Jiuk dan Sumi keluar dari rumahnya.

Mak Jiuk : 
Heh! Kok malah berekelahi sendiri itu bagaimana? Rip! Kata Sumi Anjingnya datang lagi!

Sumi : 
Iya Kang, anjingnya berbaris panjang sekali.

Surip, Bakir dan Cothot berhenti yang berkelahi. Mereka bertiga ingin segera melihat barisan anjing yang menuju kampung.


Surip : 
Kamu melihat dimana Sum?

Sumi : 
Di sana kang di batas kampung!

Surip : 
Yuk! Kita harus melihat dulu biar tahu seberapa kekuatan mereka.

Mak Jiuk : 
Sum, kamu di sini dulu nggak usah ikut. Jangan pergi ya…

Sumi : 
Iya mak…hati-hati ya mak…

Semuanya pergi melihat barisan pasukan anjing keparat. Sementara itu Sumi di tinggal sendirian, Sumi bingung sendiri. matanya melirik ke kanan dan ke kiri, wajahnya memelas. Ia bicara sendirian.

Sumi : 
Ranting..ranting…Aku nggak mau menyanyi lagi… aku nggak mau nyanyi…

Ranting : 
Kenapa? Nyanyi sebentar yuk…

Sumi : 
aku sudah nggak bisa menyanyi lagi…

Ranting : 
Ayuk…nyanyi yu…sebentar saja…ya…

Sumi : 
Nggak Mau…pokoknya nggak mau…

Ranting : 
Sumi nggak mau gembira?

Sumi : 
aku masih ingin gembira… Aku ingin Siwi hidup lagi…tapi…ah, sudahlah aku ingin menangis saja….

Ranting : 
waduh…Sumi jangan nangis…nanti aku ikut nangis…

Sumi menagis sendirian. Sebentar kemudian mak jiuk, Surip, bakir dan Cothot datang lagi, wajah mereka terlihat kawatir.

Surip : 
Uedan! Kali ini benar-benar gila! Ada ribuan anjing mendatangi kampung kita! (melihat Sumi) Ada apa Sum kok nangis?

Sumi : 
Mataku kemasukan semut kang…

Bakir : 
Kita harus bagaimana Rip?

Mak Jiuk : 
Anjingnya kok bisa datang lagi Thot? katanya sudah kamu bentengi ilmu lembu satu kilo meter?

Cothot : 
Saya juga tidak tahu yu…? kok bisa masuk ya?

Surip : 
Saya sendiri juga heran…atau jangan-jangan, ah, saya curiga diantara kita ada yang berkhianat. Atau ada mata-mata di sekitar kita! Gimana Thot? soalnya yang tahu rahasia mantranya cuma kamu.

Cothot : 
Kamu nuduh saya ya Rip? Berani sumpah ditabrak lalat Rip!

Bakir : 
Sekarang siapa lagi?

Cothot : 
Jangan-jangan kamu sendiri Kir? Barang-barangmu banyak yang baru, itu darimana Kir? Pasti disogok Anjing keparat!

Bakir : 
Thot! kamu kalau ngomong jangan ngawur!

Bakir marah, bergerak maju hendak memukul Cothot tapi Mak Jiuk segera melerainya.

Mak Jiuk : 
Sudah! Sudah! Malah bertengkar sendiri! heh! Kita sekarang harus bagaimana?

Bakir : 
Baik yu…untuk membuktikan siapa pengkhianatnya, sekarang semua harus minum air kendi mbah Karto. Siapa yang berkhianat bakal berubah jadi anjing Kurap!

Cothot : 
Siapa yang takut?

Surip : 
Sum…kendinya diambil Sum

Sumi : 
Baik kang…

Sumi berlari cepat mengambil kendi di dekat nisan mbah Karto, lalu balik lagi memberikan kendi pada Surip?

Sumi : 
Ini kang kendinya

Surip : 
Ini bukan karena apa-apa tapi biar semua terlihat jelas dan jujur! Sekarang satu persatu harus minum. Mulai dari kamu Thot.

Satu persatu meminum air kendi. Setelah minum semuanya terdiam saling pandang dan tegang. Pada saat itulah tiba-tiba Cothot mengerang-erang, tubuhnya menggeliat-liat tak terkendali, jari jemarinya mulai mencakar-cakar tanah,lidahnya menjulur-julur. Semuanya kebingungan melihat perubahan Cothot, tak terkecuali Bakir yang semakin jengkel dengan Cothot!


Bakir : 
Rip…Rip…! Benar kan Rip! Sudah jelas pengkhianatnya Cothot!

Perlahan-lahan tubuh Cothot berubah kembali seperti biasa, lalu mendekati Bakir

Cothot : 
Yang jadi pengkhianat itu siapa Kir? Sori nggak ada darah anjing di tubuhku! Adanya darah pendekar! Hahahhaa…

Bakir : 
(merasa malu di bohongi Cothot) Wong edan!

Cothot : 
Hehehe…Kamu itu kalau merasa benar, jadi semena-mena Kir!

Bakir : 
Tapi caranya jangan seperti itu Thot!

Cothot : 
Hehehe…

Bakir : 
Harga diriku turun tau!

Bakir hendak memukul Cothot, tapi tiba-tiba tubuh Bakir tegang dan bergetaran tak karuan. Ia seperti terserang penyakit ayan. Bakir terjatuh.

Surip : 
Kir..kir..kir..!! Bakir…

Bakir mulai mengerang-erang! Tubuhnya mulai membentuk tubuh anjing, sampai air liurnya menetes-netes. Semua bingung melihat kondisi Bakir.

Sumi : 
Mak kang Bakir kenapa Mak?

Mak Jiuk : 
Sudah diam saja nduk..

Cothot : 
Sudah jelas sekarang Rip…beginilah nasib si penyebar Pitnah! Akhirnya jadi Anjing!

Bakir mengerang hendak menyerang Cothot, ia berdiri dengan posisi menerkam.

Bakir : 
(Sambil membersihkan kotoran yang menempel di baju) Saya nggak mau jadi Anjing Thot…males! Saya masih ingin jadi primadona banci!

Mak Jiuk : 
Heh! Kir! Ini masalah serius! Kampung kita sudah kritis!

Tiba-tiba suara-suara anjing terdengar dari berbagai penjuru arah. Suara gonggongan, tawa, dan geraman itu semakin terdengar dekat. Semuanya semakin was-was.


Surip : 
Sekarang kita harus bersatu lagi biar tidak kacau! Hari ini kita memang harus bertempur! Apakah semuanya sudah siap?

Mak Jiuk : 
Siap atau tidak siap kita memang harus melawan Le...

Surip : 
Ya sudah mak…kita siapkan senjata kita…

Semuanya bersiap-siap mengambil Cambuk Petir, senjata andalan yang ampuh dan legendaris. Lantas semuanya mengintai barisan anjing. Siap menghadang dan bertempur!

Bakir : 
Rip! Lima menit lagi anjing-anjing itu sudah sampai! Apapun akan kulakukan Rip, asal anjing-anjing itu minggat dari kampung kita!

Surip : 
Semuanya sudah siap?!

Cothot : 
Siap Rip!

Bakir : 
Mainkan Rip!

Sumi : 
Mak, Sumi ikut bertempur nggak Mak? Sumi main engklek lagi saja ya Mak?

Mak Jiuk : 
Iya engklek dalam rumah sana!

Sumi : 
(sambil berlari) Baik Mak…

Suara-suara anjing semakin jelas terdengar, suara gonggongannya semakin mendekat. Suara gonggongan anjing yang buas dan ganas!

Surip : 
(Bersiap memberi aba-aba bertempur) Siap…! Rebut hidup kita! SUIIIKKAAAATTTTT…!!!

Semuanya bertempur melawan anjing-anjing yang berjumlah ribuan! Melawan dengan senjata Cambuk Petir! Semua tenaga dikerahkan, bertempur tanpa kenal kata: Mundur. Suara cambuk-cambuk petir menggelegar membinasakan dan meporak-porandakan barisan Anjing keparat! Tetapi jumlah mereka terlalu banyak dan suara-suara raungan itu seperti tak ada habis-habisnya. Perlawanan terus berlangsung. Mak Jiuk, Surip, Bakir, dan Cothot terus saja melawan sambil menyumpah serapahi anjing-anjing itu!

Hingga semua tenaga telah habis, pasukan anjing itu belum juga habis-habis. Tokoh-tokoh kita tak sanggup lagi untuk melawan anjing-anjing itu. tak sanggup melawan keadaan yang tak lagi masuk akal. Keadaan bukan lagi buat orang waras. Semuanya tak lagi sadar, semuanya meracau, tak ada lagi kekuatan tuk melawan anjing-anjing keparat! Tokoh-tokoh kita jatuh terkapar. Tinggal semangat untuk menghidupkan diri mereka sendiri. Diri orang-orang kampung yang tangguh! Bangkit di antara suara geraman, suara tawa, dan nyalak anjing-anjing.


Mak Jiuk : 
Le…sepertinya kita bakal menjadi anjing Le… kita bakal menjadi anjing

Surip berdiri pelan-pelan dari tempatnya jatuh tersungkur.Ia berdiri sempoyongan sambil terus nerocos bicara dengan suara parau, menolak untuk menjadi anjing!

Surip : 
Mak…aku nggak mau menjadi anjing Mak…Aku nggak mau mak…jangan paksa aku mak…Aku pingin jadi guru komputer, pedagang pasar, kondektur bis kota atau jadi Pramuniaga Mak… jangan paksa aku mak…jika di kampung ini sudah tak ada lagi yang kucintai lagi biarkan aku pergi mak…Sejatinya aku ingin hidupku berguna bagi orang lain Mak…sederhana kan mak? Emak dulu pernah bilang padaku, ketika aku kelas tiga SD: belajarlah dengan rajin. Belajarlah dengan siapa dan apa saja, biar dunia terlihat terang…

Mak Jiuk : 
Le…sepertinya kita bakal menjadi anjing le...

Surip : 
Aku masih ingat Mak…pesan itu seperti melekat di hatiku. Aku juga masih ingat Mak, ketika aku kelas tiga SMP, emak bilang: jangan sekali-kali mencuri barang orang, banyaklah mendengar dan membaca keadaan, dan jangan menyimpan barang busuk…aku masih ingat semuanya itu Mak…

Mak Jiuk : 
Le…sepertinya kita bakal menjadi anjing le…

Surip : 
Aku nggak mau menjadi anjing mak…aku ingin hidup yang lebih baik. Satu lagi lagi mak, satu tahun yang lalu ketika aku kelas tiga SMA, emak berpesan padaku: jadilah orang yang bebas dan merdeka! Jangan seperti ayahmu yang cuma menjadi pecundang dan melacur di jalan-jalan! Jangan mau dipaksa! Aku tidak tahu Mak….aku bingung…mengapa emak lupa pesan-pesan emak padaku? Dan sekarang mak, aku merasa dipaksa! Aku tidak mau dipaksa Mak…

Mak Jiuk : 
Le…sepertinya kita akan menjadi Anjing le…

Surip : 
Aku tidak mau menjadi anjing Mak…!!! Aku tidak mau dipaksa keadaan Mak…!! Aku tidak mau Mak…!! Kita harus pergi dari sini Mak! Pergi dari tanah yang sudah terbakar ini Mak! Pergi dari orang-orang yang kita cintai..! jangan paksa aku mak..! aku tidak mau Makkk!! Mak…!!!

Mak Jiuk : 
Kalau nggak mau ya sudah, nggak usah triak-triak! Biasa saja. Nggak usah menangis, nggak usah sedih! Kalau tidak mau jadi anjing, kita pergi saja, kita pulang ke rumah kita yang baru. Sejatinya Mbah Karto telah mewarisi kita rumah. rumah tempat kita bekerja dan mengawali hidup kita lagi. Ambil barang-barang yang perlu dan kita bawa pergi nisan mbah Karto! Biarkan, biarkan anjing-anjing menempati tanah kita.

Ada suara anjing menyalak keras di antara geraman anjing-anjing lain. Sumi berjalan santai setelah turun dari pohon sambil bicara sendirian dengan ranting. Semua melihat kedatangan Sumi dengan perasaan masing-masing.


Sumi : 
Ranting…ranting…mulai besok aku akan rajin sekolah, tapi aku takut, nanti kalau aku pandai bagimana? Ah, nggak peduli ah, yang penting aku akan berangkat sekolah naik sepeda baru dari Kang Surip. Aku akan belajar setiap hari, Ranting…

Mak Jiuk berjalan mendatangi Sumi, dan membelai rambutnya.

Emak : 
Nduk…sudah ya nduk…ikut Emak yuk…

Semuanya hendak beranjak pergi, tetapi tiba-tiba sesuatu yang aneh terjadi. Anjing-anjing yang menyalak-nyalak itu terbang, mereka menggondol Rumah-rumah bambu, pohon-pohon, album keluarga, perkakas rumah tangga, pakaian, sepatu butut, sandal, kompor minyak, mainan anak-anak, dan apa saja yang bisa mereka gondol!

Mak Jiuk, Sumi, Bakir, Cothot, dan Bakir bingung melihat keadaan yang aneh dan sulit mereka mengerti. Semuanya cemas, kawatir, dan keadaan tambah kacau!


Surip : 
Mak…ada apa ini Mak…? Ada apa mak..? Hei…! Anjing-anjing itu terbang mak! Mereka membawa rumah kita! Perkakas kita juga dibawa Anjing-anjing keparat itu Mak….!!

Bakir : 
Pohon-pohon kita juga mereka gondol! Mau dibawa kemana ya Rip?

Cothot : 
Waduh sepatuku Rip?

Sumi : 
Mak…mainanku di bawa terbang…!

Surip : 
Dasar Anjing keparat! Serakah! Licik! Pecundang!

Emak : 
Sum sini saja dekat emak, nanti kamu kejatuhan rumah…! (beralih bicara dengan Surip) biarkan le. Biarkan mereka menggondol semuanya! Biarkan saja!

Cothot : 
Hei! Hei! Hei! Rip! Nisan Mbah Karto mau digondol juga Rip!

Surip : 
Njing…! Semua boleh kalian gondol tapi nisan ini jangan!

Bakir : 
Minggat…!!

Emak : 
Hei..! Njing semua sudah kamu gondol! Rumah, pohon-pohon, dan tetangga kami sudah hilang! Biarkan kami pergi dari tanah ini bersama Nisan mbah Karto! Agar kami masih tetap bisa hidup tanpa menjadi begundal! kami masih punya keringat! Jangan sekali-kali menggangu hidup kami lagi! Biarkan le..biarkan tanah ini ditempati anjing-anjing…

Surip : 
Aku tahu Mak…tapi yang namanya anjing Mak, tetap saja anjing! Mereka pasti punya cara yang licik, picik, dan menyebalkan untuk merampas semuanya! Kita harus merebut nisan mbah Karto dari mulut anjing-anjing itu Mak!

Tetapi Anjing-Anjing itu masih tetap ingin menggondol nisan mbah Karto. Mak Jiuk, Surip, Cothot, Bakir, dan Sumi masih berusaha merebut nisan itu dengan sekuat tenaga. Keadaan kembali kacau dan ramai sekali.

Surip : 
Kita akan merebutnya Mak! Merebut diri kita Mak! Merebut keringat kita! Merebut hidup kita Mak! Kita masih bisa tertawa Mak…..!!!

Nisan itu terlempar lepas dari kedua belah pihak, dan tokoh-tokoh kita berhasil menangkap Nisan mbah Karto, yang kemudian satu-persatu berjatuhan memeluk nisan mbah Karto.


Jogjakarta, Februari 2009
***** SELESAI *****


Lin, Rumah sejarah itu telah meleleh dijilati anjing-anjing
Kita sudah tak punya tetangga lagi. Tinggal kuburan yang kita cintai.

Buat: Orang-orang Tercinta
2008-2009


Catatan Asal-Usul Karya

Karya ini terinspirasi dari sebuah peristiwa hilangnya sebuah perkampungan kecil, di wilayah Minggiran Yogyakarta pada tahun 2007-2008. Perkampungan yang dihuni sekitar tiga puluh kepala keluarga. Penghuninya bermata pencaharian: tukang becak, tukang parkir, buruh cuci, pedagang angkringan, sopir, penjual jamu, buruh serabutan, penjual donat dll. Kampung yang selalu ramai dengan warna kehidupan kampungannya. Kampung Sewu (Kampung Seribu) atau kampung Vietnam, begitulah orang-orang menamainya. Dinamai kampung Sewu karena rumahnya saling berhimpitan, sehingga terkesan banyak dan berdesakan. Dinamai kampung Vietnam karena sering terjadi pertengkaran rumah tangga dan antar tetangga. Kemudian secara hiperbolik, orang-orang di luar kampung Sewu menyamakan suasana kampung itu seperti film perang Vietnam VS Amerika. Akan tetapi sekarang perkampungan kecil itu telah hilang, rata dengan tanah.

Dari peristiwa di atas itulah karya Mak Ana Asu Mlebu ngOmah lahir, karena saya dan kelompok teater saya sejak lahir tinggal di kampung tersebut. Maka karya ini merupakan sebuah catatan peristiwa keseharian yang diolah dalam sebuah cerita imajinatif. Menghadirkan beberapa tokoh yang berperan sebagai penghuni kampung yang masih tersisa, karena orang-orang dikampung itu satu persatu menghilang tanpa kabar. Karya ini hadir sebagai bacaan atas peristiwa tragi-ironi di tengah masyarakat, yang didalamnya memuat nilai perjuangan dalam bertahan dari serangan orang-orang yang hendak mengusir penghuni kampung. Setiap tokoh mempunyai karakter yang berbeda-beda, karakter yang mewakili tokoh-tokoh nyata di kampung itu. Alur cerita terbangun dari peristiwa sehari-hari yang membentuk adegan-adegan menuju titik puncak: Konflik dengan diri sendiri.

Sebelum saya terjemahkan dalam behasa indonesia, naskah ini saya tulis dalam bahasa Jawa.


Perihal Panggung Pertunjukan

Panggung pertunjukan dalam pementasan ini berangkat dari konsep panggung pantomim. Setting panggung yang dalam naskah digambarkan berupa: Rumah, jalan, pos kamling, pohon, dan halaman, hanya di visualisasikan secara imajinatif dan dalam bentuk properti yang simbolis. Panggung berbentuk prosenium lipatan ;) kosong tak ada setting, properti dihadirkan ketika dalam adegan membutuhkan properti. Selain itu, aktor menggambarkan ruang yang berbeda dengan gesture dan gerak tubuhnya. Hal ini dilakukan dalam upaya mencapai efektifitas visual secara imajiner dalam panggung pementasan, karena setting dalam naskah berpindah-pindah dan berubah-ubah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar