Rabu, 28 Desember 2022

SAMPEK & ENGTAY - N. Riantiarno



Sinopsis
Diceritakan Engtay adalah seorang gadis muda dari Banten yang lahir di Serang,putri tunggal dari sebuah keluarga kaya. Ia menyamar sebagai seorang laki-laki dan pergi ke Betawi untuk menimba ilmu di Sekolah Putra Bangsa. Dalam perjalanannya, ia berkenalan dengan Sampek, yang berasal dari Pandegelang yang ternyata juga mempunyai tujuan yang sama untuk belajar di sekolah yang sama dengan Engtay. Mereka memutuskan diri menjadi saudara angkat. Sampek setelah 1 tahun lamanya mereka menjalin pertemanan,di suatu taman akhirnya Engtay membuka jati dirinya sebagai seorang perempuan kepada Sampek dan pada akhirnya mereka mulai saling jatuh cinta .Suatu hari, Engtay menerima surat dari ayahnya yang meminta ia agar pulang secepatnya. Engtay pun pulang ke rumah dan memberi pesan tersirat kepada Sampek agar datang melamarnya sebelum hari dimana Engtay dijodohkan dengan pria lain. Hari itu pun tiba dan Sampek bergegas untuk pergi ke rumah Engtay. Ketika Sampek tiba di rumah Engtay, Sampek akhirnya mengetahui jika Engtay ternyata sudah dijodohkan dengan pria lain dan orang tua Engtay meminta Sampek untuk pulang dan membiarkan Engtay dengan pria pilihan mereka. Sampek sakit hati dan akhirnya meninggal dunia. Pada hari pernikahan Engtay, mereka tidak dapat pergi ke rumah mempelai laki-laki karena terhadang badai didekat kuburan Sampek. Engtay pergi ke kuburan tersebut dan meminta agar kuburan tersebut terbuka. Tiba-tiba hal ini terjadi dan Engtay meloncat ke dalam kuburan dan bergabung dengan Sampek. Jiwa mereka pun dilahirkan kembali sebagai sepasang kupu-kupu yang terbang bersama.

SAMPEK & ENGTAY N. Riantiarno

PARA PELAKU: 
1. DALANG, narrator 
2. SAMPEK, pemuda 20 tahun 
3. ENGTAY, pemudi 17 tahun 
4. MACUN, tunangan Engtay 
5. JURAGAN CIOK, ayah Engtay 
6. NYONYA CIOK, ibu Engtay 
7. NIO, ayah Sampek
8. NYONYA NIO, ibu Sampek 
9. SUKIU, bujang Sampek 
10. JINSIM, pengasuh Engtay 
11. SUHIANG, pelayan Engtay (+17 tahun) 
12. ANTONG, suami Jinsim 
13. KAPTEN LIONG, ayah Macun 
14. GURU, berusia +50 tahun 
15. MURID -1 
16. ORANG, penggali kubur 
17. ROMEO 
18. JULIET 
19. ROROMENDUT 
20. PRONOCITRO 
21. ADIPATI WIRAGUNA MURID-MURID SEKOLAH YAYASAN PUTERA BANGSA ROMBONGAN ARAK-ARAKAN PARA PENGANGKAT TANDU PARA PENGAWAL TANDU PENGIRING TANDU PENGANTIN PENGGALI KUBUR PARA PEMAIN TIDAK BICARA


PEMBUKA 

( PARA PELAKON ADA DIPANGGUNG, MEMPERSIAPKAN SEGALA SESUATU YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMENTASAN LAKON INI. ADA YANG MENYELESAIKAN RIAS WAJAH, DANDANAN RAMBUT, DAN KOSTUMNYA. ADA PULA YANG REPOT MEMBENAHI PROPERTI DAN MENGHAFAL NASKAH) (LALU, KETIKA MUSIK BERBUNYI, SEMUA MENYENYI BERSAMA) 

LAGU PEMBUKA 
Manusia Waktu hidup lemah lemas 
Begitu mati kaku dan keras Semua benda 
Waktu hidup lemah lemas 
Begitu mati kering dan getas 
Jadi Kaku keras sahabat kematian 
Lemah lemas teman kehidupan 
Maka 
Senjata keras cepat rusak 
Kayu keras mudah patah 
Jangan heran 
Kaku dan keras ada di bawah 
Lemah dan lemas di atasnya 

(KETIKA NYANYIAN USAI, PENTAS MASIH TETAP TERANG. PARA PELAKON MENERUSKAN KEGIATAN MASING-MASING. DARI AUDITORIUM, MUNCUL DALANG MENYAMPAIKAN MONOLOGNYA)

DALANG :
Inilah salah satu lakon cinta dari sejuta lakon cinta yang ada sejak dunia tercipta. Kita kenal kisah Qais dan Laila, sepasang kumbang asmara yang terkubur dipadang pasir Arabia. Roro Mendut dan Pronocitro, kisah kasih dari Jawa, juga popular ceritanya. Romeo Juliet, tragedy cinta ala Eropa, dikisahkan lewat racun dan bunga, sanggup menguras air mata. Duka cerita Scarlet O’Haradalam perang sudara Amerika, lain lagi versinya. Dan Siti Nurbaya, dari Minangkabau, tak kurang pula menariknya. Lakon cinta, nun dimanapun terjadinya, sebetulnya sama saja maknanya, biarpun berbeda versinya. Jika cerita berakhir bahagia, sebagai cermin kehidupan pasti kurang afdolnya. Maka tidak heran kalau para pengarang berusaha sekuat daya mengembangkan fantasi untuk membuat salah satu pasangan, atau bahkan kedua-dua tokohnya, menjadi sengsara atau bahkan mati merana. Sebab biasanya, lebih mudah menyelipkan pesan-pesan mutiara lewat air mata dibanding lewat gelak tawa. Orang yang gemar tertawa suka cepat lupa. Baiklah para pirsawan, omong-omong soal cinta, justru untuk maksud itulah kami sekarang hadir dihadapan Anda. Meminta sedikit perhatian Anda, untuk menyimak salah satu buah pena, karya lama yang sudah jadi legenda, hasil lamunan seorang pujangga yang tak mau disebut namanya. Inilah : Sampek-Engtay dari Betawi.

SUKIU : (BERTERIAK) 
Ngaco, Pak Dalang ngaco. Jangan sampai bikin malu begitu. Semua orang tahu kisah Sampek-Engtay datang dari Cina.

DALANG :
Kamu siapa?

SUKIU :
Saya Salim Bungsu. Dalam lakon Sampek-Engtay nanti saya main jadi Sukiu, bujang Sampek. Dalang, kok bisa lupa. Heran. Situ yang minta saya jadi actor. Masa tidak ingat? Saya ini actor.

DALANG :
Intelektual?

SUKIU :
Bukan. Aktor. Aktor.

DALANG :
Intelektual?

SUKIU :
Bukan. Bukan. Cuma actor. Kalau pakai embel-embel intelektual, sudah lama saya dimasukkan ke dalam kantong terus digebuk. Saya cuma actor. Titik. Saya Saliiiiim… duhh, ribet amat, pakai wawancara segala.

DALANG :
Aiih, Bung Salim Bungsu. Apa kabar? Masih kerja ’nyemprot hama?

SUKIU :
Heee, jangan buka rahasia, dong. Memang saya kerja jadi tukang semprot pestisida, kalau senggang baru jadi actor. Tapi jangan dibawa-bawa kesini, dong. Ini penggung, panggung…

DALANG :
YA, memang begitu saudara-saudara, nasib para pemain sandiwara kita. Siang bekerja mencari sesuap nasi. Malamnya berolah seni demi keseimbangan batin. Hidup dari honor sandiwara saja, sampai sekarang ini masih payah kelihatannya. Belum lagi dengan adanya resiko macem-macem itu, misalnya : ya begitulah dilarang ini itu karena dianggap mengganggu .. anu. Ya, pokoknya anu, bukan panu. Jangan salah. Tapi biar hidup susah, ‘manggung ssussaah, kita tetp hepiii … yang penting bisa menghibur penonton. Jadi …

SUKIU :
Omong saja langsung kenapa, jangan tele-tele. Gong tiga sudah bunyi sedari tadi. Mala mini kita jadi tidak main Samper-Engtay? Semua sudah siap dengan kostumnya. Kalau jasi, bilang kita harus main cara apa? Cina, Betawi, Sunda, Eropa apa Amerika?

DALANG :
Tunggu dulu, tunggu dulu. Tadi kan sudah saya bilang, Sampek-Engtay dari Betawi. Sebab itulah yang dimaui penulis lakon versi ini, yang sekaligus juga jadi sutradaranya.

SUKIU :
Betawi? Bagaimana sih? Mana bisa itu. Kita semua sudah pakai kostum cara begini. Apa ya harus diubah lagi? Kan repot? Perlu waktu? Mana desainer kostumnya sudah dikontrak sinetron. Dia mulai susah bagi waktu. Jadi, kita semua main cara apa sekarang, Mas Dalaaaang?

DALANG : (TERTAWA. MENYANYI) 
Hahaha … tarik, mas kendang, mas suling dan biola! 
Memang Ini lakon asal Cina 
Tapi lakon cuma kisah 
Terjadi dimana, sama saja 
Dan jangan lupa Betawi yang punya 
Kisah-kisah serupa 
Asmara cinta, cinta asmara

SEMUA : (MENYANYI) 
Memang Betawi juga punya 
Banyak lakon cinta 
Asmara cinta, cinta asmara 
Tapi sulit mencampur 
Dua warna budaya 
Yang berbeda sumbernya 
Jadi suatu yang disuka

DALANG : (MENYANYI) 
Alur kisah versi 
Banyak dibumbui 
Bentuk diaduk-aduk 
Jadi adonan mesra 
Makna tujuan lakon 
Semoga disukai penonton 
Itulah upaya kreatif 
Agar kisah komunikatif

SEMUA : (MENYANYI) 
Asmara cinta, cinta asmara 
Milik kita, kita semua

SUKIU :
Oh, bagitu?

DALANG :
Jadi persisnya begini : Sampek, pemuda asal Pandeglang dan Engtay gadis Banten yang lahir di Serang. Mereka berdua ketemu di Betawi. Macun, tunangan Engtay, anak semata wayang Kapten Cina Rngkasbitung. Paham?

SUKUI : 
Paham. 

DALANG :
Kisah ini terjadi nun dizaman dahulu kala, waktu kuda belum pinter menggigit besi, waktu di Betawi masih belum banyak polisi, waktu jambret dan preman belum merajai Tanah Abang, waktu Pasar Baru masih belum seramai sekarang ..

SUKIU :
Stop, stop. Kalau dibiarin, lakon nggak bakal maju-maju. Hobinya ngoceh malulu, kagak karuan juntrungan. Pendek kata, Mas Dalang, saya jadi orang Pendeglang?

DALANG :
Ya, tul! Kamu ikut majikanmu, Sampek. Tapi kamu sendiri asal Menes, masih kawasan Pandeglang juga.

SUKIU :
Yaah, boleh juga. Terus? Lalu?

DALANG :
Sampek-Engtay berniat sekolah di Betawi. Di Yayasan Putra Bangsa, sekolah khusus untuk para pemuda.

SUKIU :
Ceritanya dimulai dari mana?

DALANG : (MUSIK TERDENGAR) 
Ssstt, kita bagian diam sekarang. Peranan Engtay sudah ngebet muncul. Padahal belum ada komando dari saya. Tidak sabaran dia.

SUKIU :
Ya, tapi adegannya apa? Yang mana?

DALANG :
Engtay sedang cari akal untuk membuat papa-mamanya setuju dan megijinkan ia sekolah di Betawi. Dia ditemani sang bujang setia, Suhiang namanya. Kamu sendiri, masuk kotak lagi! Belum waktunya nongol.

SUKIU :
Kasih tahu saya, kalau sudah waktunya eksyen.

SUHIANG : (MUNCUL, MARAH) 
Periksa lagi naskahnya, tolol. Minggat.

SUKIU :
Ya, ya .. (SAMBIL PERGI MENGGERUNDEL) Heran, banyan cewek galak sekarang, ya? Feminisme ..

SUHIANG : 
Belum minggat juga? Mau aku teriak, supaya orang yakin ada pelecehan seksual disini? Minggaaat .. 

SUKIU :
Ampun. Ya, ya, aku pergi. Segera. (PERGI)

SUHIANG :
Nah, begitu dong. (MEMANGGIL) Nona Engtay …

ENGTAY : (MUNCUL MENYANYI)
Dan perempuan 
Sungguh jelek nasibnya 
Dilahirkan, masa depan 
Cuma penjara rumah tangga 
Jodoh dipelaminan 
Bukan kita yang menentukan 
Pernikahan 
Bagai belenggu takdir 
Ibarat kaca mata kuda 
Memandang hanya ke depan 
Tak boleh membaca buku 
Wajib membatasi perilaku 
Pergaulan amat sangat tabu 
Apalagi pergi menuntut ilmu 
Tapi tekad bulat sudah 
Aku wajib masuk sekolah 
Menabung bekal berharga 
Jika suami jelek adatnya

LAMPU BERUBAH


[ 1 ] 
KEBUN BUNGA RUMAH CIOK DI SERANG, PAGI

(ENGTAY SEDANG BERKELUH KESAH DITEMANI SUHIANG) 

SUHIANG :
Jangan kelewat sedih, Nona. Perempuan perkasa, selalu berusaha dengan akalnya supaya segala yang direncanakan terlaksana.

ENGTAY :
Habis sudah dayaku, Suhiang. Rasanya tidak mengkin lagi aku mampu membujuk ayah ibu. Larangan mereka tidak bisa lagi diubah-ubah.

SUHIANG :
Masa?

ENGTAY :
Aku akan jadi gadis pingitan, menunggu lamaran calon suami. Aku akan jadi perempuan bodoh yang tidak tahu betapa luasnya dunia ini.

SUHIANG :
Masa?

ENGTAY :
Kaum kita akan begini terus nasibnya. Sejak dulu sampai sekarang tidak pernah ada perubahan. Niat untuk maju bagi perempuan, akan selalu dianggap sebagai biang bencana.

SUHIANG :
Eh, tunggu dulu. Apa Nona lupa, ayah nona pernah sesumbar begini : “ Aku akan kasih izin kamu sekolah di Betawi, kalau kamu berhasil menipuku!” Nah, tuh. Tidak mau dicoba? Yaa, namanya juga usaha.

ENGTAY :
Dicoba bagaimana?

SUHIANG :
Yaaaa, menipu ayah nona, begitu.

ENGTAY :
Menipu bagaimana? Apa bukan dosa namanya kalau kita berhasil menipu orang tua?

SUHIANG :
Idiiih. Menipu itu banyak macamnya. Dalam perkara nona, tipuan semata-mata demi kebaikan. Berkali-kali nona bilang, nona bisa menyamar jadi lelaki, tapi majikan besar tidak percaya. Artinya, mereka perlu bukti.

ENGTAY : (BERSEMANGAT) 
Kamu betul Suhiang. Kenapa akal itu tidak pernah kupikirkan ya? Betul. Suhiang, mana baju lelaki itu?

SUHIANG :
Sudah disiapkan.

ENGTAY :
Jenggotnya. (SUHIANG MEMBERIKAN JENGGOT PALSU DAN PAKAIAN LELAKI)

ENGTAY :
Sekarang, kamu pulanglah. Jangan cerita sama siapa saja, perkara penipuan ini. (SAMBIL BERPAKAIAN)

SUHIANG :
Baik. Selamat mencoba, nona, sukses selalu. (MEREKA SALING TEPUK TELAPAK TANGAN)

ENGTAY :
Aku akan berperan sebagai penagih hutang.

SUHIANG :
Bagus. Toplah. Saya tunggu nona di rumah. (PERGI BERGEGAS) (DALANG MENDEKAT)

ENGTAY :
Begini, sudah cukup?

DALANG :
Jenggotnya miring tuh.

ENGTAY :
Begini?

DALANG :
Begini. Sudah. Bagus. Coba dulu suaranya diubah …

ENGTAY : (SUARA LELAKI) 
Rumah ini beserta isinya disita. Sudah tiga bulan Tuan menunggak hutang. Paham?(TERTAWA) Bagaimana?

DALANG :
Bagus. Lakon Engtay dimulai.

LAMPU BERUBAH


[ 2 ] 
RUANG DEPAN RUMAH KELUARGA CIOK, DI SERANG PAGI

(ENGTAY SUDAH BERPAKAIAN LELAKI BERJENGGOT, MENGETUK PINTU) 

JINSIM : (RAGU-RAGU) 
Ya, ada perlu apa?

ENGTAY :
Kamu siapa?

JINSIM :
Saya pembantu kepala keluarga Ciok. Tuan siapa, dari mana?

ENGTAY :
Kamu, jangan banyak bicara. Lekas panggil majikanmu keluarga. Aku datang untuk suatu keperluan yang mendesak.

JINSIM : (RAGU-RAGU) 
Tapi ..

ENGTAY :
Satu patah kata lagi, kamu akan saya seret ke penjara.

JINSIM : (TAKUT) 
Baik, tuan, baik. Silakan tunggu dulu barang sebentar. Permisi dulu. (BERGEGAS KELUAR)

ENGTAY : (KETAWA TERTAHAN) 
Bahkan Jinsim, pengasuhku sejak bayi, tidak mengenaliku. Oh, aku tidak tahu bagaimana nanti kalau berhadapan dengan ayah.

CIOK : (BERGEGAS MENYAMBUT DIIRINGI NYONYA CIOK, SUHIANG DAN JINSIM)
Silahkan duduk, Tuan, ada perlu apakah? Kata pembantuku tadi, Tuan menyebutnyebut penjara. Siapakah tuan, dari mana?

ENGTAY :
Dengar saja baik-baik, tidak usah memotong pembicaraan. Waktuku tidak banyak. Aku buru-buru. Kamu, betul bernama Ciok?

CIOK :
Benar, Tuan.

ENGTAY :
Di dalam catatanku, kamu asal Banten. Pindah ke Serang delapan belas tahun yang lalu. Isterimu satu, anakmu satu, peremppuan barnama Engtay. Betul?

CIOK : (KETAKUTAN) 
Benar, Tuan. Tapi ada apa ini sebetulnya? 

ENGTAY :
Kubilang, tidak perlu memotong pembicaraan. Dengar saja dan baru boleh menjawab kalau ditanya. Paham?

CIOK :
Baik. Paham.

ENGTAY :
Kamu berdagang emas, punya tiga took. Usahamu maju. Betul?

CIOK :
Betul.

ENGTAY :
Coba ingat-ingat! Dari mana kamu memperoleh modal untuk usaha dagangmu?

CIOK : (SALING PANDANG DENGAN ISTERINYA. RAGU-RAGU) 
Dari, dari .. Apa harus saya jawab?

ENGTAY :
Jawab! Tapi tidak perlu, karena sudah terlambat.

CIOK : (KETAKUTAN) 
Memang saya pernah berhutang sama Kapten Liong Raskasbitung. Tapi lima tahun lalu, Kapten Liong yang baik hati itu sudah membebaskan hutanghutang saya. Kalau perlu saya akan memperlihatkan aktenya. Bu, ambil surat-surat bebas hutang itu …

ENGTAY :
Tidak perlu. Kalian boleh tahu, surat-surat itu ternyata palsu dan tidak sah. Hutang sudah jatuh tempo, tiga bulan lalu. Kapten Liong meminta bantuan saya untuk membereskan perkara ini.

CIOK :
Bagaimana bisa begitu?

ENGTAY :
Memang sudah jadi begitu. Saya tidak pernah mau kompromi, tidak pandang bulu, dan tidak sudi disogok. Hutang harus dibayar dan janji yang tidak ditepati sama dengan kejahatan.

CIOK :
Tunggu dulu, Tuan. Kalau memang begitu, saya sanggup membayar hutang-hutang saya. Kalau perlu, besok akan saya lunasi semuanya. Jangan sebut saya penjahat. Saya bukan orang macam begitu.

ENGTAY :
Sudah terlambat. Ini surat perintah dari Landraad. Dipengadilan nanti kamu boleh bicara. Untuk sementara, rumah ini beserta seluruh isinya, disita. 

CIOK : (KAGET) 
Ya, Tuhanku. Ini apa? Disita? Aduh … (PINGSAN)

NYONYA CIOK:
Pak …  … Jinsim …Tolong ini, majikan pingsan.

ENGTAY :
(TIDAK TAHAN) Ayah …

NYONYA CIOK :
Ayah?

ENGTAY : (MENCOPOT PENYAMARANNYA) 
Saya Engtay, ibu …

NYONYA CIOK :
Astaganaganaga … ya, ampun, Engtay? Tega betul kamu berbuat begini?

ENGTAY :
Maafkan anakmu yang durhaka, ibu. Ayah yang mendorongku berbuat seperti ini. Ayah pernah bilang akan mengizinkan aku sekolah ke Betawi kalau aku berhasil menipunya …

NYONYA CIOK :
Ya, tapi kenapa harus dengan cara begini … pak … pak.

CIOK : (SIUMAN) 
Bu, rumah kita sudah disita?

ENGTAY :
Ayah, maafkan Engtay.

CIOK :
Maaf? Kenapa?

NYONYA CIOK :
Dia yang menyamar jadi penagih hutang itu tadi. Anakmu!

CIOK :
Kamu? Kamu? Ooo, anak kurang ajar … (BERNIAT MEMUKUL ENGTAY)

NYONYA CIOK :
Pak, jangan …

SUHIANG :
Juragan besar, jangan . Ingat dong, juragan besar kan pernah janji sedia mengizinkan Nona Engtay pergi sekolah ke Betawi, kalau Nona Engtay berhasil menipu juragan besar.

CIOK :
Masa? Aku pernah bilang begitu?

SUHIANG : 
Ya. 

CIOK :
Kapan?

SUHIANG :
Pokoknya pernah .. saya masih ingat.

CIOK :
Macam-macam. Bikin orang tua jadi jantungan. (BERDIRI DIBANTU ANTONG) Senang ya, kalau aku langsung mati?

ENGTAY : (MENGGELENG) 
Tapi ayah sudah tertipu kan?

CIOK :
Macam-macam. Anak kurang ajar. Bawa aku ke dalam Antong .. (MASUK KE DALAM RUMAH DIPAPAH ANTONG)

NYONYA CIOK :
Lekas kejar ayahmu. Berlututlah dihadapannya, minta maaf. Kalau tidak, jangan harap kamu diizinkan pergi. Lekas!

ENGTAY :
Ayah .. (MENGEJAR CIOK KE DALAM RUMAH)

SUHIANG :
Mudah-mudahan majikan besar mengizinkan.

NYONYA CIOK :
Dari mana datangnya akal si Engtay itu tadi? Gila juga dia.

JINSIM :
Saya sampai gemeteran. Dia sebut-sebut penjara. Siapa tidak takut?

NYONYA CIOK :
Anak itu keras hatinya dan tidak mudah menyerah.

ANTONG : (MUNCUL) 
‘Nya Besar dipanggil Majikan besar.

 NYONYA CIOK :
Kalian tutup mulut semua. Jangan sampai lakon tadi bocor. Pintar sekali Engtay menyamar. Engtay, Engtay, bener-bener gila bener dia. Hebat juga. (MASUK KE DALAM RUMAH SAMBIL TERTAWA)

(JINSIM DAN SUHIANG MENYUSUL)

LAMPU BERUBAH



[ 3 ] RUANG TENGAH RUMAH CIOK, DI SERANG PAGI

(JINSIM, SUHIANG DAN ANTONG SEDANG KASAK-KUSUK. DALANG, KEMUDIAN IKUT NIMBRUNG) 

JINSIM :
Heran, heran. Aneh bin ajaib. Dunia sudah kebalik-balik, langit bakal ambruk. Mana ada anak gadis minta sekolah? Jauh lagi. Di Betawi. Dan di sekolah campur sama sembarang lelaki. Heran, heran. Aneh bin ajaib.

DALANG :
Tidak heran kalau zaman sekarang. Sekarang, diluar panggung, bukan sekarang, didalam lakon ini. Jangan lupa, ini peristiwa terjadi 50 tahun sesudah zaman Daendels. Jadi memang patut heran.

SUHIANG :
Kalau saya tidak heran. Itu pertanda pikiran nona kita jauh lebih maju dari nona yang lainnya.

JINSIM :

Ya, boleh maju. Lalu kalau sudah sekolah, untuk apa? Mau apa? Apa gunanya? Sudah takdir, biar pintarnya kayak Ken Dedes, tempat perempuan tetap di bawah. Boleh maju, tapi apa ya kalau sudah maju perempuan boleh meminta laki-laki gentian buntig?

SUHIANG :

Eh, ini lain, Jinsim. Sekolah ya sekolah, bunting ya tetep. Lagian, soal atas dan bawah itu kan tergantung emosi.

JINSIM :
Pendek kata, kalau saya jadi juragan Ciok, niat Nona Engtay akan saya larang habishabisan. Biar sampai nangis darah, tetep : jangan, jangan, jangan!

SUHIANG :
Kita lihat saja apa jadinya nanti. (ANTONG TIDAK IKUT-IKUTAN BERDEBAT. DIA MELENGGUT MENGANTUK)

JINSIM :
Kasihan juragan. Anak semata wayang, terlalu dimanja, segala kemauan musti diturut.

SUHIANG :
Tapi nona kita kan boleh dibilang gadis yang cerdas. Pintar.

JINSIM :
Alaa, lebih baik punya anak perempuan yang bodoh tapi menurut apa kata orang tua. Gadis pintar suka nekat. Lagian Nona Engtay kan sudah di tunangkan? Apa lagi yang dicari. Jodoh sudah jelas. Kn lebih baik tenangtenang di rumah? Menyulam, belajar masak dan lain-lain urusan rumah tangga. Biar begitu kawin, dia tidak kikuk lagi. Semua urusan dapur, perkara kamar tidur, sudah bisa.

SUHIANG :
Itu jalan pikiran para babu. Kalau Nona Engtay punya pikiran begitu, nasibnya tidak lebih seperti kita : jadi babu suaminya.

JINSIM :
Sssstt .. mereka datang. (MENENDANG ANTONG) Antong bangun … (ENGTAY MASUK BERSAMA AYAH DAN IBU ENGTAY)

CIOK :
Pusing, pusing, pusing .. Aku langsung pian-sui, stroke. Darah tinggi kumat. Gula naik. Mata kunang-kunang. Aduh ..

NYONYA CIOK :
Lihat Engtay, lihat. Tega lihat ayahmu mati merana, jadi sengsara lantaran keinginanmu tidak bisa dicegah lagi? Sekolah. Untuk apa? Perempuan ibarat bangau, setinggi-tinggi terbang akhirnya jatuh kepelukan suami juga. Mengemong anak, sibuk di dapur, mengurusi perut dan syahwat suami. Akan percuma pelajaran sekolah yang dengan susah payah kamu tekuni bertahuntahun.

ENGTAY :
Tapi niatku bulat sudah, ibu. Bulat seratus persen dan tidak lonjong atau separo-paro

CIOK :
Bikin niatmu jadi lonjong sekarang juga! Gepeng sekalian malah lebih bagus lagi! Kalau niat itu bisa aku sogok, aku rela menyogoknya dengan uang seribu keeping emas.

ENGTAY :
Kalau ayah merelakan uang sebanyak itu, lebih baik berikan padaku untuk sangu ke Betawi.

CIOK :
Aduh, pusing lagi. Makin pusing. Tadi tanganku yang tidak bisa aku gerakkan, sekarang kakiku. Kesemutan, kesemutan.

NYONYA CIOK :
Engtay, apa kamu lupa kalau kamu ini perempuan? Sekolah hanya untuk kaum lelaki. Mana kamu bisa tahan? Berapa lama? Pasti mereka akan tahu juga kalau kamu itu lelaki jadi-jadian, lalu mereka akan kurang ajar. Apa daya kamu?

ENGTAY :
Tunggu, ibu. Ibu akan lihat bagaimana pandainya anakmu menyamar.

NYONYA CIOK :
Engtay …

ENGTAY : (LARI KE KAMARNYA) 
Tunggu saja, ibu harus lihat ..

NYONYA CIOK :
Haduuh, dengan cara bagaimana lagi aku bisa mencegahnya?

CIOK :
Ini akibat kita turuti apa yang dia mau sejak kecil. Dia anggap semua persoalan jalan keluarnya gampang-gampang saja. Kalau sekarang kita larang niatnya itu, aku takut nanti dia kaget. Lalu sakit. Terus kalau dia sakit? Bagaimana? Dia anak kita satu-satunya …

NYONYA CIOK :
Tapi kalau diizinkan? Ibarat bunga matahari, Engtay sekarang sedang mekarmekarnya. Kalau sampai dipetik sembarangan orang, bisa menyebabkan pohonnya rusak atau mati.

CIOK :
Itulah. Lalu bagaimana nanti kita omong sama Kapten Liong. Dia kan sudah minta Engtay dijodohkan sama anaknya? Macun? Kalau terjadi apa-apa, muka kita harus ditaruh dimana? Berkali-kali aku hutang budi sama Kapten Liong. Aku pindah ke Serang karena budi baik dia. Usaha tokoku maju, juga lantaran budi baik dia. Kalau perkara ini ketahuan sama dia, aku harus omong apa?

NYONYA CIOK :
Lhah, masa Tanya sama aku? sana omong sama anakmu. Jangan dikira cuma kamu yang habis akal. Aku juga. Kalau dia lelaki, aku tidak keberatan dia sekolah. Sampai ke Eropa juga aku restui. Tapi dia perempuan, masih perawan. Mana cantik lagi. Lelaki kalau sudah ngebet sama wanita cantik, langsung matanya gelap dan tingkahnya jadi kayak kucing garong. Sebentarsebentar asah kuku. Meleng sedikit, daging dikunci di lemari juga bisa di bongkar.

ENGTAY : (MUNCUL SUDAH DENGAN BERPAKAIAN CARA LELAKI. MENYANYI) 
Wajahku ada seribu jumlahnya 
Sanggup disetel jadi apa yang kusuka 
Lewat tata rias ples pakaian yang kena 
Sikap dan suara bisa berubah pula 
Kepintaran berkedok dan main opera 
Ada juga khasiat dan gunanya 
Boleh dipake dalam kehidupan nyata 
Guna menipu mereka yang buta 
Jangan kuatir rahasia terbuka 
Sebab semua orang berkedok juga 
Bukan satu tapi seribu jumlahnya 
Jadi, berkedok atau tidak, apa bedanya?

NYONYA CIOK :
Engtay, anakku, ini betul kamu?

ENGTAY :
Betul, ibu, ini aku. Sempurnakah penyamaranku?

CIOK : (KAGUM) 
Luar biasa. Tapi aku tetap tidak setuju kamu pergi ke Betawi

ENGTAY :
Ayah ..

CIOK :
Jangan merayu, nanti hatiku jadi lemah.

NYONYA CIOK :
Ayahmu benar. Coba piker sekali lagi. Untuk apa sekolah? Sekolah hanya untuk kaum lelaki. Dunia wanita, sebatas pagar rumahnya. Jangan kamu coba-coba mengubah kebiasaan itu. Nanti bisa buruk akibatnya. Benar kamu pintar menyamar. Tapi kan bisa saja suatu saat kamu alpa. Sekarang kamu niat masuk sekolah. Dari rumah bawa banyak buku. Apa nanti pulangnya kamu bawa lebih banyak lagi? Kalau kamu nanti pulangnya membopong bayi, bagaimana? Di mana bakal ditaruh muka ayah dan ibumu?

ENGTAY :
O, rupanya itu yan ayah ibu risaukan? Kekuatiran ibu sangat berlebihan. Aku bersungguh-sungguh ingin menuntut ilmu. Betul. Kalau ayah ibu tidak percaya, mari sama-sama kita buktikan.

ENGTAY :
Akan kupotong kain sutera sepanjang tujuh kaki. Silahkan ibu tanam sutera itu di bawah pohon ketapang. Kalau nanti terbukti niatku cuma alas an agar aku bebas berperilaku yang tidak senonoh, kain sutera pasti hancur dan pohon ketapangnya juga akan layu mati. Tapi jika aku berjalan di aturan yang benar, kain sutera itu akan tetap utuh sampai aku pulang kembali.

CIOK :
Klenik!

ENGTAY :
Mohon, ayah, aibu, izinkan aku pergi. Restui anakmu ini. (MENANGIS MANJA)

NYONYA CIOK : (TERPENGARUH. IKUT MENANGIS) 
Engtay, anakku. Apa boleh buat. Ibu akan mengizinkan. Tapi kamu harus ekstra hati-hati. Waspada sama orang asing. Jangan terlalu cepat percaya sama orang yang baru kamu kenal. Betawi itu kota besar, jauh lebih gede dari Serang. Macam-macam orang berkumpul di kota itu, campur aduk kayak cendol. Kamu harus jeli memilih teman. Hemat pangkal pandai, rajin pangkal kaya. Harus patuh sama gurumu!

ENGTAY : (MASIH MENANGIS) 
Nasehat ibu, akan selalu aku turut. Ayah?

CIOK :
Mau apa lagi? Kalau ibumu sudah setuju, masa aku tidak? Lebih baik kamu siap-siap. Besok pagi kamu berangkat. Nanti ayah urus supaya kamu bisa langsung diantar kegedung sekolahan. Kebetulan ayah kenal baik guru kepala disana, ayah akan surati dia.

ENGTAY :
Ayah kenal baik guru kepala di sana? Bagaimana kalau beliau tahu aku ini anak gadismu?

CIOK :
Jangan kuatir. Kami berkenalan waktu ayah masih bujangan. Ah, seharusnya kuantar kamu sampai Betawi. Tapi ayah sudah tidak kuat jalan jauh. Nanti kalau encok dan darah tinggiku kumat, bagaimana? Atau Antong saja yang mengawal kamu? Bagaimana? Antong …

ENGTAY :
Aku lebih suka pergi sendiri, ayah.

CIOK :
Tuh, bu, sudah kuduga. Pergi sendirian. Anakmu rupanya ingin jadi pendekar silat yang merantau, seperti dalam komik picisan itu.

NYONYA CIOK :
Sudah, sudah, lebih baik kita kedalam siap-siap. (KELUAR. CIOK DAN ENGTAY MENGIKUTINYA)

SUHIANG :
Yaaah, Antong tidak jadi plesiran ke Betawi.

ANTONG :
Biar. Aku kan mustahil boleh pergi sendirian/ Ibaratnya, dimana ada Antong disitu ada Jinsim. Ya, nggak? Ya, nggak?

JINSIM :
Ooo, memangnya kamu niat plesiran sendirian?

ANTONG :
Tuh, kan? Peginya cuma 4 hari, berkelahi bisa sebulan. Pergi sendirian? Mana mungkin. Mending di rumah saja. Damai. (KELUAR)

JINSIM :
Eee, peot, tunggu, peot. Mulai bandel ya, mulai bandel. (MENGEJAR ANTONG. SUHIANG TERTAWA, MENYUSUL PERGI)

DALANG : (BICARA KEPADA PENONTON) 
Akhirnya Engtay jadi pergi. Naik kereta ditarik empat kuda, bus antar kota pada zaman itu. Sehari jarak ke Tangerang, dan terpaksa menginap semalam di sana. Esoknya perjalanan ke Betawi dilanjutkan. Tapi nasib naas. Si Kusir dari Serang, minum arak terlalu banyak di Tangerang. Teler dia. Celakanya, Si Kusir malah bikin onar sampai jadi urusan polisi. Dan dia masuk bui. Padahal sam kusir itulah Juragan Ciok berpesan supaya Engtay di antar sampai ke gedung sekolah di kawasa Glodok. Apes, apes. Si Kusir pengganti asal Tangerang, tidak tahu apa-apa. Dan waktu di Pangkalan Kereta Jalan Pos Pasar Baru, dekatv Gedung Komidi, semua penumpang turun, Engtay pun turun. Dia sendirian. Dengan koper kaleng ditangan. Dengan lagak lelaki muda, Engtay celingukan. Pada waktu itu, datang satu kereta kuda dari Tangerang. Lalu turun seorang pemuda menjinjing tas tikar dan bujanggya menjinjing peti rotan besar. Pemuda itu adalah Sampek. Nah, para pirsawan, kisah asmara SampekEngtay, dimulai di situ.

LAMPU BERUBAH


[ 4 ] PERTEMUAN SAMPEK DAN ENGTAY DI BETAWI, SIANG

(ENGTAY SENDIRIAN. SAMPEK DITEMANI BUJANGNYA, SUKIU)

ENGTAY :
Numpang tanya saudara, saya hendak pergi ke Glodok. Jalan manakah yang musti saya pilih?

SAMPEK : (DIAM SAJA. TERUS MEMBACA BUKU SAMBIL BERJALAN)

ENGTAY : (MENGEJAR) 
Numpang tanya saudara, hendak pergi ke Glodok. Jalan manakah yang musti saya pilih?

SAMPEK :
Saudara tanya sama saya?

ENGTAY : (HERAN) 
Tentu.

SAMPEK :
Saya sendiri tidak tahu, sebab saya orang baru di sini. Tapi saya juga berniat pergi ke Glodok.

ENGTAY :
Kebetulan. Kita bisa jalan bersama-sama. Hendak pergi kemanakah saudara?

SAMPEK :
Kan sudah saya bilang. Ke Glodok.

ENGTAY :
Bukan. Maksud saya, tujuannya.

SAMPEK :
Sekolah.

ENGTAY :
Ah, sekolah. Saya juga. Apakah saudara berniat pergi ke Gedung Sekolah Putra Bangsa?

SUKIU :
Maaf majikan saya agak pemalu. Dia kikuk kalau bertemu kenalan baru. Betul, kami mau ke Gedung Sekolah Putra Bangsa.

ENGTAY :
Bagus. Kalau begitu kita satu tujuan. Saya juga berniat pergi ke sana.

SUKIU : 
Mau sekolah juga ya? 

ENGTAY :
Betul. Kalau boleh tanya siapa nama sudara? Asal dari mana?

SUKIU :
Majikan saya bernama Sampek. Nama keluarganya Nio. Asal dari Pandeglang. Saya sendiri nama Sukiu, asal Menes.

ENGTAY :
Saya Engtay, dari keluarga Ciok. Asal Banten, Serang. Salam. (SAMPEK DIAM SAJA. ENGTAY MEMBERI SALAM LAGI) Salam.

SAMPEK : (HANYA MENGANGGUK) 
Lebih baik kita cepat-cepat berangkat, jangan sampai kemalaman di jalan.

ENGTAY :
Tapi ke mana? Tadi saudara bilang tidak tahu jalan.

SAMPEK :
Saya sudah dikasih tahu ancer-ancernya. Bisa kita cari sama-sama.

ENGTAY :
Baiklah

 (MUSIK. NYANYIAN) 

ENGTAY :
Kusir mabok apes di bui 
Jaksa galak mandi di kali 
Betawi, aduh, kota Betawi 
Besar nian, dan ramai sekali

SAMPEK :
Besar nian, dan ramai sekali 
Lebih ramai dari Desa Saketi 
Adik menyanyi, merdu sekali 
Merdu nian, aiih, kena di hati

ENGTAY :
Swara abang juga nikmat menawan 
Hilangkan risau, lenyap kedukaan 
Pasar Baru, Sawah Besar, Pintu Besi 
Mana tujuan, aih, ke mana kita pergi?

SAMPEK :
Pandeglang di kaki Gunung Karang 
Kota Banten pelabuhannya Serang 
Di sini berhenti, sejenak istirahat 
Ambil nafas, aiih, hilangkan keringat

SAMPEK-ENGTAY : (BERDUET) 
Berhanti kita, stop di sini saja. 
Dibawah rindangnya pohon cemara 

SUKIU :
Cuap, cuap, cucurucu, ca-ca-ca1

ENGTAY : (NAPAS NGOS-NGOSAN) 
Apa nama desa ini?

SAMPEK :
Big Manggo. Mangga Besar

ENGTAY :
Kalau begitu kita sudah dekat tujuan.

SAMPEK :
Kita duduk dulu sampai hilang rasa capek. Jangan kuatir, kita akan sampai sebelum malam.

SUKIU :
Jauh juga kita berjalan, apalagi dengan bawaan seberat ini. Biuuuhh, biuuuhh, panas sekali Betawi ya? (MENARUH BAWAANNYA YANG MEMANG SANGAT BERAT. DUDUK MENGASO)

(SAMPEK JUGA DUDUK, DAN HENDAK MULAI MEMBACA BUKU LAGI. ENGTAY GELISAH. DIA NAMPAK PUNYA SUATU NIAT) 

ENGTAY : (MENDADAK) 
Saudara. Boleh mulai sekarang saudara kupenggil kakak? Kita kan bakal jadi teman sekelas. Makin bebas kita bergaul, makin bisa kita saling tolong menolong. Saya malah punya niat, menjadikan kakak abang angkat saya. Kelihatannya saya jauh lebih muda dari kakak. Itu kalau saudara setuju.

SUKIU :
Kenapa tidak? Majikan saya pasti setuju. Kemana juga kita pergi, jangan musuh yang dicari tapi sahabat dan saudara. Itu niat yang mulia. Bukan begitu juragan?

SAMPEK :
Setuju.

ENGTAY :
Bagus. Dengan disaksikan oleh pohon cemara ini. Marilah kita angkat sumpah dan jadi saudara sehidup semati.

(DIBAWAH POHON CEMARA, MEREKA BERSUMPAH SALING MENGANGKAT SAUDARA DENGAN UPACARA SANGAT SEDERHANA) 

ENGTAY : (MEMBERI HORMAT) 
Kakakku.

SAMPEK : (BERNIAT MEMELUK ENGTAY) 
Adikku.

ENGTAY : (MENGHINDAR) 
Tidak perlu saling memeluk. Itu kebiasaan banbsa Belanda. Cukup kita saling menghormat sesuai adat ketimuran. Yang penting batin kita jujur dan berjanji tidak akan saling berkhianat. (MEMBERI HORMAT LAGI) Kakakku Sampek.

SAMPEK :
Betul. Adikku, Engtay. Biarlah tubuhku hancur jadi abu kalau aku menghianatimu. Geledek menyambarku, kilat membakarku dan langit mengutukku jika aku melupakan persaudaraan kita ini.

ENGTAY :
Demikian juga aku, Sampek, kakaku.

SAMPEK-ENGTAY : (MENYANYI DUET) 
Seia sekata, setia sepanjang masa 
Hingga laut tidak asin lagi 
Hingga gagak mulai berbulu putih 
Hingga kuku hitam tak mau tumbuh kembali

LAMPU BERUBAH


[ 5 ] SEKOLAH PUTRA BANGSA, GLODOK BETAWI, SORE

(SEORANG GURU, TENGAH MEMBERI AJARAN KEPADA MURID-MURIDNYA) 

GURU : (MENYANYI) 
Dimana matahari terbenam?

MURID-MURID : (JUGA MENYANYI) 
Dibelahan barat, Guru Budiman.
 
GURU :
Dimana matahari muncul?

MURID-MURID :
Jelas pasti dibelahan timur.

GURU :
Mengapa manusia mati?

MURID-MURID :
Karena dia dilahirkan

GURU :
Mengapa manusia lahir?

MURID-MURID :
Supaya dia bisa dimatikan.

GURU :
Main api

MURID-MURID :
Hangus

GURU :
Main air

MURID-MURID :
Basah

GURU :
Main kayu

MURID-MURID :
Gelisah

GURU :
Main-main

MURID-MURID :
Susah

(MUNCUL SAMPEK, ENGTAY, DAN SUKIU) 

GURU :
Bagaimana cara makan nasi?

MURID-MURID :
Taruh nasi dimangkouk Ambil dengan sumpitmu Masukkan ke rongga mulut Kunyah sampai halus Lalu telan jangan sisakan

GURU :
Takwa kepada? 

 MURID-MURID :
Tuhan Yang Maha Esa

GURU :
Setia kepada?

MURID-MURID :
Bangsa, Negara dan agama

GURU :
Hormat kepada?

MURID-MURID :
Guru dan orang tua

GURU :
Cinta kepada?

MURID-MURID :
Keluarga kita

GURU :
Benci kepada?

MURID-MURID :
Setan dan segala godaannya

GURU :
Sayang kepada?

MURID-MURID :
Jiwa suci kita

GURU :
Pelajaran hari ini cukup sampai disini. Boleh bubar.

MURID-MURID :
Selamat sore, Pak Guru. (BUBAR)

GURU :
Selamat sore. (KEPADA SAMPEK-ENGTAY) Ya, ada perlu apa?

SAMPEK :
Selamat sore, Bapak Guru. Kami berdua murid baru. Mohon maaf datang terlambat. Saya Sampek asal Pandeglang, dan dia Engtay …

ENGTAY :
Asal Banten, tinggal di Serang. Ada titipan surat dari ayah saya. Maaf, ini suratnya, Bapak Guru.

GURU : (MENERIMA SURAT. MEMBACA) 
Aduhh, kemu putra sahabatku, Ciok asal Banten? Sudah begini besar. Kamu memang datang terlambat, tapi pelajaran masih bisa di kejar. Ini kakakmu?

(SAMPEK RAGU-RAGU) 

ENGTAY :
Ya. Kami bertemu dijalan dan langsung jadi saudara angkat.

GURU :
Bagus. Dan ini?

SUKIU :
Saya mah cuma bujang, Sinse. Sukiu nama saya, asal Menes.

GURU :
Bagus. Kamu akan tinggal di belakang bersama bujang-bujang lainnya. Sedang kalian berdua, mari saya kasih tunjuk di kamar mana kalian akan tinggal selama disini. Kalian akan saya tempatkan dalam satu kamar. Sejak sekarang, kalian harus patuh dan sungguh-sungguh belajar. Aturan sekolah kita boleh dibilang keras. Tapi banyak sudah murid lulusan sini yang berhasil jadi orang. Kamu, Engtay, biarpun kamu putra sahabatku, tetap harus mengikuti aturan. Jika bersalah tetap harus menjalani hukuman.

ENGTAY :
Saya akan menurut, Bapak Guru.

 GURU :
Didinding kamar sudah ditempel semua peraturan sekolah. Kalian bisa baca nanti. Ayo, ayo, aku kasih lihat kamarnya, supaya kalian bisa cepat istirahat setelah perjalanan jauh. Ayo! (PERGI, DIIKUTI SAMPEK, ENGTAY DAN SUKIU)

LAMPU BERUBAH


[ 6 ] KAMAR TIDUR SAMPEK-ENGTAY DI ASRAMA MALAM, BETAWI

(DUA SEJOLI TENGAH MEMBACA PERATURAN YANG DITEMPEL DI DINDING. SUKIU MASUK MEMBAWA KOPOR-KOPOR DAN MENARUHNYA DILANTAI) 

SUKIU :
Semua ditaruh di sini juragan?

SAMPEK :
Pergilah. Besok saja diatur barang-barangnya. Aku capek sekali.

SUKIU :
Baik (PERGI)

SAMPEK :
Adik Engtay, aku tidur dulu. Di sebelah mana adik mau pilih tempat? Di sini atau di situ?

ENGTAY :
Tunggu dulu. Aku punya sedikit permintaan. Semua barang yang ada dikamar ini boleh kita pakai berdua. Yang tetap menjadi milik pribadi adalah barang-barang yang memang tidak bisa dipakai berdua. Tapi, ehh .. tempat tidur ini .. ehh .. barang kali, lebih baik kita bagi dua saja ..

SAMPEK :
Mengapa begitu?

ENGTAY :
Tidurku suka berantakan.

SAMPEK :
Yaa, namanya juga lelaki. Tidur berantakan kan biasa.

ENGTAY :
Tidak. Kalau kakak tidurnya rapih, sedang aku tidak, itu kan tidak adil. Baiknya begini saja .. (MENGAMBIL SEUTAS TALI DAN MEMBELAH RANJANG MENJADI DUA. SAMPEK MELONGO SAJA)

ENGTAY :
Tali ini akan menjadi batas. Sebelah sini milikku, dan sebelah siti milik kakak. Siapa melanggar batas tali ini, harus didenda.

SAMPEK :
Apa dendanya?

ENGTAY :
Harus denda berat, karena itu juga untuk membuat aku disiplin dan memaksa supaya aku mampu tidur rapih.

SAMPEK :
Aku bukan orang kaya, tapi sebesar apa juga dendanya, kalau memang sudah jadi perjanjian aku menurut saja. Bilang apa dendanya?

ENGTAY :
Tiga blok kertas dan alat tulis, lengkap dengan tintanya.

SAMPEK :
Baik. Aku boleh tidur sekarang? (ENGTAY MENGANGGUK) Selamat tidur, sampai besok. (TIDUR DIRANJANG LANGSUNG NGOROK)

ENGTAY ; (PERLAHAN NAIK RANJANG. AGAK KIKUK JUGA. TIDAK LANGSUNG REBAH, TAPI DUDUK DI UJUNG RANJANG, MENATAP SAMPEK) 
Aku tidak tahu bagaimana isi hati lelaki ini, orang baikkah dia atau sebaliknya. Mungkin saja dia sudah tahu siapa aku sebenarnya lalu menunggu aku meleng, lalu dia menubrukku. (LALU REBAH. PURA-PURA NGOROK DAN MENDADAK, SAMBIL MENGGELIAT MENABRAK TALI ITU)

SAMPEK : (SAMPEK SEKETIKA TERJAGA, DAN MARAH) 
Engtay, Engtay. Bangun! Kaki kananmu merusak tali batas.

ENGTAY : (PURA-PURA BANGUN DAN KAGET) 
Tuh, apa kataku. Aku memang patut dipukul.

SAMPEK :
Maaf, kamu harus bayar denda. Selanjutnya kamu harus hati-hati. Nanti uangmu habis hanya untuk membayar denda.

ENGTAY :
Besok denda itu aku bayar. Silahkan kakak tidur lagi.

SAMPEK :
Untung bukan aku yang melanggar tali batas itu. Apa tali ini kita ganti papan saja supaya kalau kakimu melancong kesana kemari, paling-paling cuma membentur papan. Bagaimana?

ENGTAY :
Biar pakai tali saja. Kalau papan, nanti kawan-kawan bisa curiga dan menuduh kita ini aneh. Silahkan kakak tidur lagi.

SAMPEK :
Hati-hati. Jaga kedua kakimu. (TIDUR LAGI, NGOROK LAGI)

ENGTAY :
Dia orang jujur. (MENYANYI PERLAHAN) Tapi makhluk apa itu kejujuran Dimana batas jujur dan kebodohan Atau ketika satu tujuan ditekuni Yang lainnya jadi tak penting lagi? Aku hormat padanya sekaligus kasihan Ibarat kucing, kedua matanya buta Daging di depan mata dia biarkan Dia kejar daging lain yang tak ada, tapi aku lega tidur satu kamar dengan lelaki bodoh yang jujur. Kehormatanku akan tetap terjaga.

LAMPU BERUBAH

[ 7 ] RUANG TENGAH CIOK DI SERANG, SIANG

(LIONG MACUN, TUNANGAN ENGTAY, TENGAH BERTANDANG) 

MACUN :
Berapa lama kira-kira Engtay di Betawi, Paman?

CIOK :
Kurang jelas, Macun. Bisa satu bulan bisa juga setahun.

NYONYA CIOK :
Sudah sejak tahun lalu, bibinya Engtay yang tinggal di Mangga Besar sakit. Dia paling sayang sama Engtay, barangkali karena ia tidak punya anak. Bulan lalu dia kirim kabar dan minta izin agar Engtay menengoknya. Terpaksa kami izinkan.

MACUN :
Apa bisa saya diberitahu dimana alamatnya di Betawi?

CIOK :
Untuk apa?

MACUN :
Siapa tahu saya pergi kesana. Kan bisa sekalian mampir, hanya sekedar bilang apa kabar sama Engtay.

NYONYA CIOK :
Oo, nanti kami kasih tahu alamatnya. Nanti. Anu, soalnya, bibi Engtay punya kaul kalau sembuh dia akan tetirah ke Surabaya. Dan dia minta ditemani Engtay. Tabur bunga dikuburan leluhur di Surabaya. Saya kuatir mereka sudah pergi. Bagi bibi, kehadiran Engtay sudah merupakan obat. Lagi pula untuk apa sih buru-buru? Kan ibaratnya burung sudah ditelapak tangan? Engtay itu tunanganmu. Nanti kami akan kirim kabar kepada papamu supaya kita segera ketemu untuk rundingan kapan hari bahagiamu itu digelar. Sudah ngebet sekali ya ingin ketemu Engtay?

MACUN :
Ah, bibi bisa saja.

CIOK :
Berapa umurmu, nak?

MACUN :
Dua puluh tiga.

CIOK :
Engtay bulan depan genap 17. Tunggulah barang satu atau dua tahun lagi. Nanti akan kami beri isyarat kapan kamu boleh menjemput Engtay dengan tandu pengantin dari Rangkasbitung.

JINSIM : (MASUK) 
Makanan sudah siap, Nyonya Besar.

NYONYA CIOK :
Nah, apa lagi yang ditunggu. Ayo kita ke meja makan.

(MACUN PERGI DIIRINGI JINSIM)

LAMPU BERUBAH

[ 8 ] RUANG TENGAH RUMAH CIOK DI SERANG, SIANG

(CIOK DAN ISTERINYA BERDEBAT, KETIKA MACUN PERGI KERUANG MAKAN) 

NYONYA CIOK :
Untuk apa kamu janjikan satu tahun, dua tahun? Kan sudah jelas kelihatannya Engtay balum begitu srek sama Macun.

CIOK :
Lhah, kalau Macun nekat ke Betawi juga, kan akan terbuka kebohongan kita. Aku kan cuma ingin supaya hati Macun sedikit tenang?

NYONYA CIOK :
Ya, tapi cari bahan omongan lain. Aku juga setuju Engtay kawin dengan Macun, tapi kita kan harus bujuk anak itu dengan cara halus. Perjanjian kita dengan orang tua Macun belum begitu jelas. Kalau Engtay menolak Macun, kita masih bisa menghindar dengan muka tetap terang. Tapi begitu kamu janji setahun, dua tahun, dan pakai tandu pengantin segala, terpaksa kita harus pegang janji. Kamu, kayak tidak tahu watak anak gadismu.

CIOK :
Allaa, situ sendiri bilang : hari bahagia, hari bahagia. Aku kan cuma menyambung apa yang tadi kamu omongkan .. Lagi pula semua orang sudah tahu Macun itu tunangan Engtay. Mau menghindar bagaimana?

JINSIM : (MASUK TIBA-TIBA) 
Juragan dan Nyonya Besar ditunggu Juragan Macun dimeja makan.

CIOK :
Iya, iya. Ayo, Bu. (MEREKA PERGI)

LAMPU BERUBAH


[ 9 ] SEKOLAH YAYASAN PUTRA BANGSA DI BETAWI. PAGI.

(GURU TENGAH MELUAPKAN KEMARAHAN KEPADA MURID-MURIDNYA) 

GURU : (MEMUKUL BEL BERKALI-KALI DAN BARU BERHANTI KETIKA MURID-MURID SUDAH BERKUMPUL SEMUA. DIA MENATAP MURIDNYA SATU DEMI SATU) 
Siapa diantara kalian yang kencing sambil berdiri? (SEMUA MURID MENGACUNGKAN TANGAN. KECUALI ENGTAY)

GURU :
Sejak kapan kalian kencing sambil berdiri?

MURID-MURID :
Sejak kami kecil, Guru.

GURU :
Itu menyalahi peraturan. Apa bunyi peraturan tentang kencing?

MURID-1 :
Seingat saya, sekolah kita tidak pernah membuat peraturan tentang kencing, Guru. Yang ada hanya peraturan yang bunyinya : Jaga Kebersihan.

GURU : (MEMBENTAK) 
Jaga Kebersihan! Jaga kebersihan! Bunyi peraturan itu bisa berlaku untuk segala perkara, termasuk perkara kencing dan berak. Paham?

MURID-MURID : (KETAKUTAN) 
Paham, Guru.

GURU :
Tapi coba lihat sekarang di tembok WC dan kamar mandi. Hitamnya, kotornya. Bagaimana cara kalian menjaga kebersihan? Dengan cara mengotorinya? Itu akibat kalian kencing sambil berdiri.

ENGTAY : (MENGACUNGKAN TANGAN)

GURU :
Kenapa Engtay? Mau omong apa? Kamu satu-satunya yang tadi tidak tergolong kepada para kencing-berdiriawan ini. Apa kamu kencing sambil jongkok? Atau sambil tiduran?

ENGTAY : (MENAHAN SENYUM) 
Maaf, guru. Saya kencing sambil jongkok sejak saya kecil.

ENGTAY :
Sudah kebiasaan. Kencing sambil berdiri, bukan saja menyalahi peraturan sekolah kita tapi juga melanggar ujar kitab-kitab yang bunyinya : “Jongkoklah Waktu Buang Air Kecil dan Besar, Supaya Kotoran Tidak Akan Berceceran”.

GURU :
Itulah yang ingin kuutarakan pagi ini. Otakmu encer sekali Engtay dan sungguh tahu aturan. Kamu betul-betul kutu buu. Apa lagi kalimat-kalimat dalam kitab yang kamu baca perihal kencing? Katakan, biar kawan-kawanmu yang bebal ini emndengar.

ENGTAY : (BERLAGAK MENGHAFAL) 
“Yang Keluar Saat Buang Air Kecil Harus Air. Kalau Darah, Itu Pertanda Kita Sakit. Segeralah Ke Dokter”

GURU :
Bagus. Apa lagi? Apa lagi?

ENGTAY :
“ Terlalu Sering Kencing, Beser Namanya. Susah Kencing, Mungkin Kena Sakit Kencing Batu. Segeralah Berobat. Jangan Punya Hobi Menahan Kencing. Sebab Kencing Alamiah Sifatnya. Dan Harus Dikeluarkan. Dengan Kata Lain, Semua Kotoran Harus Segera dibuang”.

GURU :
Bagus, bagus. Sejak saat ini, dengar bunyi peraturan dari kitab-kitab itu. Dan patuhi! Kalian yang melanggar akan aku suruh hokum pukul tongkat tujuh kali. Hafalkan peraturannya, terutama mengenai kencing jongkok itu tadi. Sekarang, kalian aku hukum membersihkan WC dan kamar mandi. Semuanya. Kecuali Engtay!

MURID-MURID :
Kami patuh , Guru.

GURU :
Sekian pelajaran tentang kencing. Hukuman harus segera dilaksanakan sekarang juga! (PERGI) 

(MUSIK TERDENGAR. MASUK DALANG, OMONG SAMA PENONTON)

DALANG :
Para pemirsa, tahu kan siapa biang keladi perkara ini? Tidak lain dan tidak bukan Engtay sendiri. Paham kan mengapa ia berbuat demikian? Engtay tidak ingin rahasianya terbuka. Ya, kan? Mana mungkin seorang perempuan sanggup kencing sambil berdiri tanpa berceceran? Kalau kawan-kawannya memergoki bagaimana cara Engtay kencing, bagaimana? Kan mereka bisa curiga? Jadi, Engtay pun berpikir keras, mencari akal bagaimana agar kencing sambil jongkok dijadikan peraturan sekolah. Lalu diambilnya tinta bak dan disiramkannya ketembok-tembok WC . Tuh, jadi kotor kan? Engtay berhasil. Cerdeik-kiawan sekali anak itu. Selanjutnya ada apa ini? Adegan apa? Oo, iya, adegan Pasar Malam!

LAMPU BERUBAH


[ 10 ] PASAR MALAM DI GAMBIR-BETAWI. MALAM. 

(MURID-MURID SEKOLAH PUTRA BANGSA MENONTON TONIL-PASAR BERBAUR DENGAN PARA PENONTON LAINNYA) (SAMPEK DAN ENGTAY JUGA ADA) 

DALANG : (YANG JUGA BERTINDAK SEBAGAI PEMBAWA ACARA) 
Terang bulan terang di kali Buaya timbul disangkanya mati Malam ini kita jumpa lagi Dalam lakon cinta kasih sejati.
Pohon-pohon di kasih dupa 
Daunnya rimbun kuat akarnya 
Ini lakon cinta kasih dari Eropa 
Asmara Romeo pada Julietnya 

(PANGGUNG RAKYAT DIGELAR. PERTAMA, DISAJIKAN KISAH CINTA ROMEO DAN JULIET) 

ROMEO : (MUNCUL BERSAMA YULIET) 
Ibarat bunga, mawar ataupun kenanga, kalau ia harum, nama tak lagi penting adanya. Yuliet, dikau ibarat bunga. Berganti nama sejuta kalipun, asal dikau adalah Yuliet seperti yang kukenal sekarang ini, duhai, dikau tetap kucinta ..

YULIET : (MANJA) 
Ah, ah ..

DALANG :
Stop, tunggu dulu, jangan dilanjutkan dulu! (MEMBACA) Hasil pengumpulan pendapat dari para penonton, malam ini tidak dibutuhkan lakon tragedy. Ternyata penonton kita lebih suka komedi. Tapi kami belum siap bikin lakon baru. Apa boleh buat, lakon Yuliet dan Romeo, terpaksa dibikin jadi komedi. Ya, mulai! Go!

ROMEO : (BERSUIT) 

YULIET : (MENDEKAT) 
Yeah?

ROMEO : (BERSUIT LEBIH KERAS)

YULIET :
Yeah, yeah …

ROMEO-YULIET : (BERDUET) 
Romeo dan Yuliet dunia baru 
Berlomba-lomba kita bergerak maju 
Romeo dan Yuliet bermerk baru 
Mundur dan maju, tergantung situ!

(GENDERANG BARIS BERBARIS) 

(TEMA PERCINTAAN DISAJIKAN SECARA PARODIKAL ROMEO DAN YULIET MEM-PERTONTONKAN KEPIAWAIAN MEREKA DALAM OLAHRAGA BARIS BERBARIS DAN CARA KASIH HORMAT. ADEGAN USAI, MEREKA MASUK KEBALIK LAYAR. PARA PENONTON PUN BERTEPUK DENGAN KEDUA BELAH TANGAN) 

DALANG :
Luar biasa. Sekarang giliran : Roromendut dan Pronocitro!

(MASUK SEORANG LELAKI BERBLANGKON, MENGHISAP SEPULUH BATANG ROKOK YANG MEMENUHI ANTARA JARI-JARI TANGANNYA. DIIKUTI OLEH SEORANG PEREMPUAN YANG BERJUALAN ROKOK) 

RORO MENDUT :
Rokok, rokok, rokok. Semua ada, panjang, pendek, kecil, besar, asem manis, legit. Rasa baru, rasa coklat, jeruk, apel dan tomat.

PRONOCITRO :
Rokoknya lagi, mbakyu! Yang rasa bawang.

RORO MENDUT :
Sudah punya kok minta. Mau ditaruh dimana lagi?

PRONOCITRO :
Masih ada kaki. Mana?

RORO MENDUT :
Nih! Aku kasih tiga. Dua pendek, satu panjang.

(MENDADAK, DENGAN HEBOH, MASUK SEORANG LELAKI GEMPAL MENGUSUNG POSTER ANTI ROKOK, BUNYINYA : ‘NIKOTIN NO! POLIGAMI YES!’) 

DALANG :
Adipati Wiraguna. (PRONOCITRO BERPERANG MELAWAN ADIPATI. PRONOCITRO KALAH. LALU, RORO MENDUT PUN BUNUH DIRI) (PARA PENONTON BERTEPUK TANGAN)

DALANG :
Rupanya, kisah cinta Pronocitro dan Roro Mendut tak lebih sebagai perang nikotin. Maka, waktu Wiraguna menang, merokok pun dilarang dimana-mana. Tembakau dianggap racun. Jadi, begitu Pronocitro dan Roromendut mati, seluruh petani tembakau dan pabrik rokok juga ikut mati. Pengangguran meningkat tajam, dan pajak Negara berkurang pemasukannya. Kesehatan warga bertambah maju, tapi para dokter mengeluh karena kekurangan pasien. Hukum sebab akibat. Dilarang itu, muncul begini. Dilarang ini, muncul begitu. Repot!

SEMUA : (MENYANYI) 
Melarang dan larangan 
Bisa panjang resikonya 
Jangan itu jangan ini 
Harus bagaimana lagi? 
Ibarat gedung bagus, megah indah 
Tapi tak punya pintu dan jendela

LAMPU BERUBAH 
(TERANG PADA SAMPEK-ENGTAY) 

ENGTAY : 
Kekal dan abadikah cinta Romeo-Yuliet? 

SAMPEK :
Hanya maut yang bisa memisahkan mereka. Kesetiaan Romeo pada Yulietnya, begitu juga sebaliknya, tetap abadi sampai sekarang.

ENGTAY :
Alangkah indahnya kalau kita berdua bisa begitu.

SAMPEK :
Apa katamu?

ENGTAY :
Jika kakak mau jadi Romeo, aku mau jadi Yulietnya.

SAMPEK :
Kamu ini bagaimana? Kita berdua sama-sama lelaki. Gila apa? Jangan berpikir seperti itu. Kita ini orang-orang normal. Bagaimana bisa kamu jadi Yuliet. Ibaratnya, kita berdua adalah alu. Dan hanya lumping yang harus kita cari.

ENGTAY : (TERTAWA TERBAHAK-BAHAK) 
Kakak betul, tapi juga salah. Aku tidak perlu lumping lagi. Sudah punya.

SAMPEK : (MENGHELA NAFAS) 
Yah, kamu memang orang kaya, tentu sudah ditunangkan oleh orang tuamu sejak kamu kecil. Aku tidak begitu. Tak ada yang mau dinikahi mahasiswa miskin sepertia aku ini. Aku memang harus berusaha keras mencari pangkat dan kekayaan dulu, baru para calon isteri mau mendekatiku, seperti laron mendekati cahaya lampu.

ENGTAY :
Kekayaan bukan ukuran untuk seorang perempuan. Yang paling penting adalah hati bersih dan jujur dan bersedia bekerja keras. Pada kakak aku lihat semua sifat baik itu. Pasti aka nada perempuan yang bersedia jadi pendamping.

SAMPEK :
Mudah-mudahan. Sekarang marilah kita pergi.

ENGTAY :
Mencari lumping?

SAMPEK :
Huss. Kembali ke gedung sekolah. 

(ENGTAY TERTAWA MANIS SEKALI)

LAMPU BERUBAH



[ 11 ] SEKOLAH PUTRA BANGSA. 

(SAMPEK-ENGTAY SEMAKIN INTIM. KEMANA PUN PERGI, SELALU BERDUA DAN PELAJARAN DI SEKOLAH SEMAKIN MENINGKAT PULA) 

GURU : (MENYANYI) 
Merah dicampur kuning

MURID : (MENYANYI) 
Jadi warna jingga

GURU :
Putih dicampur hitam

MURID : 
Berubah kelabu muda 

(SAMBIL MENYANYI GURU DAN MURID-MURID BERSILAT)

ENGTAY : (MENYANYI) 
Burung berpasangan 
Laut banyak asinnya 
Manusia berjodohan 
Keong ada rumahnya

DALANG : (MENYANYI) 
Bagai lidah dan rasa Bagai pohon dan tanah Bagai bulan dan matahari Sampek-Engtay duet serasi

SAMPEK-ENGTAY : (BERDUET) 
Tali persahabatan 
Tersimpul abadi 
Sepanjang zaman 
Di bumi atau langit 

GURU :
Dilukai

MURID :
Bangkit lagi

GURU :
Digencet, dihajar

MURID :
Tetap tegar

GURU :
Dikucilkan, dibuang, disiksa

MURID :
Makin kuat perkasa

GURU :
Jangan lupa, itu watak utama

MURID :
Yeah, yeah …

LAMPU BERUBAH


[ 12 ] RUMAH CIOK DI SERANG. SIANG

(MACUN BERSAMA AYAHNYA, KAPTEN LIONG, SEDANG BERTANDANG. DENGAN GUGUP, CIOK DAN ISTERINYA MELADENI MEREKA) 

KAPTEN LIONG :
Sudah hamper satu tahun Engtay ikut bibinya di Betawi. Sekarang mendekati Cengbeng. Apa betul-betul betah Engtay tinggal di Betawi?

CIOK :
Kabarnya begitu.

KAPTEN LIONG :
Anakku makin tidak sabaran. Dia sudah membeli beberapa peralatan rumah tangga. Malah sudah tanya-tanya berapa harga sewa tandu pengantin yang paling istimewa.

MACUN :
Ah, Ayah, bisa saja.

KAPTEN LIONG :
Kalau kamu cinta, jangan coba-coba disembunyikan. Bagaimana wanita tahu kamu mencintainya kalau kamu tidak omong dan terus berlagak malu-malu? Laki-laki harus agresif. Percintaan itu ibarat perang. Ada taktik, strategi dan ilmunya. Kalau kamu sudah berani mencintai seseorang, tidak ada jalan lain selain kamu harus menang. Ibarat Jendral, kamu harus seperti Gajah Mada. Maju kalau yakin bakal menang. Sekarang aku tanya, kamu yakin bakal menang tidak?

MACUN :
Ah, ayah …

CIOK : (BERSAMAAN DENGAN NYONYA CIOK TERTAWA KIKUK)

KAPTEN LIONG : (TERTAWA) 
Anakku ini pemalu seperti ibunya. Padahal untuk urusan-urusan lelaki dia luar biasa berani. Begitu jatuh pada urusan cinta, untuk omong sendiri saja tidak berani. Malah aku yang sudah tua Bangka begini disuruh maju.

CIOK :
Waktu kita muda dulu, juga begitu. Kita nekat merantau kemana saja, tapi urusan pinang meminang, kita selalu minta bantuan orang tua. Zaman berulang.

KAPTEN LIONG :
Nah, Ciok. Untuk urusan peminangan itulah aku datang kemari. Anakku jatuh hati sama Engtay. Aku juga tidak keberatan dan berharap ikatan kekeluargaan kita bisa lebih kekal dengan adanya perjodohan ini. Apa jawabmu? Seharusnya Engtay ada disini.

NYONYA CIOK :
Ya, seharusnya Engtay ada disini. Kita orang-orang kolot, tapi untuk memutuskan sesuatu yang menyangkut kebahagiaan anak-anak, kita tidak boleh gegabah. Harus ditanya dulu kesediaan mereka.

KAPTEN LIONG :
Itu betul. Pikiran kita sejalan rupanya. Jika Engtay setuju, segera tandu pengantin dikirim. Jika tidak, kita harus mencari cara lain agar dia setuju. SAMPAI DIA SETUJU. Asal Macun sabar saja.

CIOK :
Bagaimana kalau kita minta Engtay pulang? Kita bisa kirim kabar segera.

NYONYA CIOK :
Mudah-mudahan mereka sudah pulang dari Surabaya.

CIOK :
Ya.

KAPTEN LIONG :
Untuk urusan itu, aku tidak mau ikut campur. Biarlah kalian yang berupaya dan menanya. ASku dan anakku akan menunggu kabar girang dari mulut anak gadismu. Begitu satuju, Macun?

MACUN :
Apa saja kata ayah, aku menurut.

CIOK :
Aku akan kirim Antong ke Betawi menjemput Engtay pulang.

JINSIM : (MASUK) 
Juragan Besar, makanan sudah siap di meja.

KAPTEN LIONG :
Hahaaa, makan besar kita hari ini?

NYONYA CIOK :
Ya, aku masak makanan cara Kanton, kegemaran Tuan. Tapi bebeknya aku panggang cara Serang. Coba nanti Tuan cicipi sausnya, lalu berilah komentar.

KAPTEN LIONG :
Kehormatan besar bagi kita, Macun, disuguhi masakan bikinan bakal mertuamu. Ayo, perutku jadi semakin keroncongan. (PERGI DIIKUTI YANG LAINNYA)

JINSIM : (MALU-MALU) 
Nyonya Besar ..

NYONYA CIOK :
Ya, ada ap Jinsim?

JINSIM :
Saya cuma mohon, kalau juragan besar mengirim Antong ke Betawi, izinkan saya ikut.

NYONYA CIOK :
Oo, jadi kamu tadi mencuri dengar pembicaraan kami?

JINSIM : (MALU) 
Maaf Nya Besar, tapi diizinkan ikut ya?

NYONYA CIOK :
Sudah, sudah. Apa ya masih curiga sama suamimu yang sudah peot begitu? Bisa bikin apa dia di Betawi?

JINSIM :
Eh, Nyonya Besar belum tahu sih kelakuan si peot itu. Lagaknya saja seperti air tenang begitu, padahal didalam sini (MENUNJUK DADANYA SENDIRI) banyak buayanya. Gede-gede. Dan buas lagi.

NYONYA CIOK :
Ya, sudah, sudah, beresi saja urusanmu dulu. Perkara kamu ikut, nanti aku pikirkan. (PERGI)

LAMPU BERUBAH



[ 13 ] KELAS SEKOLAH PUTRA BANGSA, DI BETAWI. PAGI

(GURU TENGAH MENGAJARI PARA MURID) 

GURU :
Salah satu ajaran kuno yang wajib kita ikuti adalah : ‘menghormati arwah para leluhur’. Cengbeng sudah dekat. Sudah waktunya kalian pergi kekubur para leluhur untuk bersembahyang.Dimanapun kita berada, adat ini tak boleh lenyap. Untuk itu saya kasih libur sekolah selama tiga hari. Pergilah kalian kemana saja untuk plesiran sesudah tugas-tugas diselesaikan. Tapi tidak boleh lebih dari tiga hari. Sesudah itu sekolah akan kembali dibuka seperti biasa. Dan ingat, jangan ada yang membolos atau coba-coba memperpanjang waktu liburan. Aturan harus dijaga ketat. Paham? 

MURID :
Paham, Bapak Guru.

GURU :
Nah pergilah. Hari ini pelajaran cukup sampai disini. Selamat siang.

(PARA MURID MEMBERI HORMAT. GURU PUN PERGI. LALU SESUDAH ITU, MEREKA RIBUT SENDIRI DAN KELUAR KELAS SALING BEREBUTAN. KINI TINGGAL SAMPEK DAN ENGTAY) 

ENGTAY :
Apakah kita harus tinggal disini terus, padahal kawan-kawan lain plesiran?

SAMPEK :
Aku tidak ingin pergi kemana-mana. Lagi pula plesiran memerlukan biaya. Uangku pas-pasan saja. Untuk pulang kekampung halaman waktunya tidak cukup. Jadi lebih baik tinggal dikamar sambil baca-baca buku pelajaran. Kalau kamu mau pergi, pergilah.

ENGTAY :
Kita sudah terbiasa pergi kemana-mana selalu berdua. Tidak enak rasanya kalau aku pergi sendirian. Sebetulnya kita bisa plesir ke gunung atau ke pantai. Kakak jangan pikirkan soal uang. Perjalanan itu tidak makan biaya banyak. Lagi pula uang jajanku masih banyak sisa, dan itu bisa kita pakai bersama-sama.

SAMPEK :
Tidak, pergilah sendiri. Kau harus hemat. Berbuat royal bukan sesuatu yang dibenarkan.

ENGTAY :
Kalau begitu marilah kita pergi ketaman bunga dekat-dekat sini, sekedar untuk membikin hati senang. Ngumpet terus di dalam kamar bisa bikin pikiran jadi sumpek. Tidak ada biaya yang keluar.

SAMPEK :
Pergilah sendiri. Lelaki tidak pantas pergi ke taman bunga.

ENGTAY :
Kenapa tidak? Kita hanya duduk-duduk. Selagi masih muda dan masih punya banyak kesempatan untuk bersuka-suka. Masa muda cuma datang satu kali, kalau tidak dinikmati tak aka nada kesempatan lagi. Sebab, begitu tua, yang datang cuma persoalan-persoalan.

SAMPEK :
Aku hendak belajar. Justru lantaran kita masa muda cuma datang sekali, kita harus mengisinya dengan baik dan hati-hati. Belajar. Begitu kita lengah dan gemar sedikit saj bersuka-sukaan, maka sesudahnya kita akan kecanduan. Untuk apa kita datang ke Betawi? Menuntut ilmu. Sesudah itu, pulang dan membuat orang tua gembira karena kita berhasil dalam pelajaran. Kalau di Betawi kerja kita cuma plesiran, lalu apa gunanya pelajaran dari guru? Apa manfaat buku-buku?

ENGTAY : (TERSENYUM) 
Janganlah terlalu bersungguh-sungguh begitu, nanti cepat tua. Sekarang aku undang kakak untuk sejenak menikmati kebun bunga dekat sini. Sebentar saja. Mukah? Kalau kakak bosan, nanti kita lekas kembali. Maukah? Please …

SAMPEK : (BERFIKIR SEBENTAR) 
Baiklah. Tapi jangan lama-lama.

ENGTAY :
Bagus. Ayo! (MENGGANDENG TANGAN SAMPEK DAN PERGI)

LAMPU BERUBAH 

[ 14 ] TAMAN BUNGA DI TENGAH KOTA. SIANG

(DIKEBUN BUNGA ITU ADA KOLAM PENUH TERATAI DAN BELIBIS-BELIBIS JINAK YANG SEDANG BERENANG-RENANG) 

ENGTAY :
Lihat, teratai. Putih bersih, indah sekali. Mawar, melati, wangi sekali. Kembangkembang flamboyan, merah diantara dahan-dahan, persis seperti dalam lukisan. Kupu-kupu! (ENGTAY LUPA DIRI DAN MENGEJAR KUPU-KUPU DENGAN SANGAT ASYIK)

SAMPEK : (MENGGELENG-GELENGKAN KEPALANYA, TAPI DIAM SAJA)

ENGTAY :
Mendekat kemari kupu-kupu, mendekatlah kemari. Aku hanya berniat main-main denganmu, sama sekali tidak punya niatan jahat. Mari kemari. Ah, jangan pergi jauh. Aduh, bagus sekali mawar itu. (MEMETIK SETANGKAI, MENDEKAT KE SAMPEK) Kembang ini pasti bagus kalau ditaruh dirambutmu. Kupasangkan?

SAMPEK :
Bicaramu seperti perempuan, Engtay. Kita ini lelaki. Bunga-bunga cuma pantas untuk perempuan. Jangan begitu. Lebih baik kita pulang.

ENGTAY : (TERTAWA) 
Jangan marah. Aku hanya main-main. Kakak akan kelihatan lebih tampan dengan bunga. Aku ingin kakak sedikit senyum, jangan cemberut saja, dahi berkerut terus. Gembiralah seperti aku.

SAMPEK :
Aku gembira. Tapi kegembiraan lelaki lain caranya dengan kegembiraan seorang perempuan.

ENGTAY : (MENGALIHKAN PERSOALAN) 
Lihat belibis-belibis itu. Asyik berenang dan tidak peduli sekeliling. Lihat sepasang angsa, mereka dekat satu sama lain seakan tidak mau lepas. Mereka sedang berpacaran. Aih, kalau saja kita bisa seperti angsa itu. Dekat satu sama lain, saling mencinta. Kita masing-masing belum terikat, sendiri dan belum punya pasangan. Seharusnya kita juga bisa saling berpasangan. 
(MENYANYI) 
Bulan dan matahari 
Pasangan alam abadi 
Kembang dan kumbangnya
Saling membutuhkan cinta 
Sepasang angsa dikolam 
Kita berdua disini 
Dekat, berpandangan 

SAMPEK : (TANPA DIDUGA MARAH SEKALI) 
Pergi kamu angsa, pergi! Jangan sampai kamu membikin Engtay punya pikiran yang bukan-bukan. Pergi! Pergi! (MENIMPUK ANGSA-ANGSA DAN BELIBIS DENGAN BATU)

ENGTAY :
Jangan kasar begitu. Kasihan kedua angsa itu. Yang satu ketimur, satunya kebarat. Mereka lari berpencaran dengan ketakutan. Kakak sudah membuat kedua binatang itu bercerai, padahal mereka sedang asyik masyuk berkasih-kasihan. Orang bilang : tidak baik membuat pisah mereka yang sedang merangkapkan jodohnya.

SAMPEK :
Kita ini sama-sama lelaki. Tidak boleh punya pikiran melenceng. Kedua angsa itu sudah membuat pikiranmu jadi melenceng. Kalau sikapmu masih tetap begini, aku akan minta guru supaya kita tidak satu kamar lagi. Jangan bikin aku jadi takut. Dan sebagai kakak, aku wajib mengingatkan kamu. Kita ini lelaki. Jangan lupa.

ENGTAY :
Kakak tidak mau mencintai aku?

SAMPEK :
Stop pikiran itu, kubilang. Stop, Engtay, ingat.

ENGTAY : (KEPADA PEMIRSA) 
Baru aku tahu Sampek itu lelaki yang teramat sangat kelewat bodooo sekali. Gila. Apa memang betul-betul dia belum bisa menduga siapa aku ini? Hampir satu tahun kita berkumpul, matanya masih tetap belum melek. Aku jadi gregetan. Barangkali, akan lebih baik kalau aku terus terang saja. Akan kuberi tahu siapa aku sebenarnya. Aku jadi pengen tahu bagaimana reaksinya nanti. 
(KEPADA SAMPEK) Sekali lagi, betul kakak tidak sudi mencintai aku?

SAMPEK :
Engtay, aduh, celaka. Kemasukan setan banci mana kamu Engtay?

ENGTAY :
Sampek, aku bukan banci. Aku perempuan. Lihat! (MENCOPOT PAKAIAN LUARNYA. KINI DIA HANYA MEMAKAI PAKAIAN PEREMPUAN) Aku perempuan. Asli. Tulen.

SAMPEK : 
(BENGONG) 
Engtay? 

ENGTAY :
Belum percaya? Apa aku harus buka seluruh pakaian ini, biar lebih jelas?

SAMPEK : (MENGGIGIL) 
Engtay, aku, aku …

ENGTAY :
Baik akan aku buka seluruh bajuku. Dan itu berarti aku sudah memilih calon suami. Hanya suamiku yang boleh melihat seluruh tubuhku dalam keadaan polos. Aku buka satu-satu, lihat dengan baik!

SAMPEK : (SADAR) 
Jangan. Aku percaya. Jangan buka disini.

ENGTAY :
Di mana?

SAMPEK :
Nanti. Dikamar.

ENGTAY :
Apa jawabmu?

SAMPEK :
Jawab apa?

ENGTAY :
Tebak sendiri.

SAMPEK :
Engtay ..

ENGTAY :
Sampek ..

SAMPEK :
Jadi kamu betl-betul perempuan? Mengapa selama ini mataku buta?

ENGTAY :
Memang buta, ditambah bodo. Tidak, aku salah kata. Kamu terlalu jujur dan di depan pelajaran sekolah kamu seperti kerbau dicucuk hidung. Kamu ibarat pakai kaca mata kuda. Melihat hanya ke depan.

SAMPEK :
Ya, aku memang bodo. Kerbau pakai kacamata kuda. Marilah kita kembali ke gedung sekolah. Di kamar kita bisa bicara dengan lebih bebas.

ENGTAY :
Mau apa kita dikamar? Disini aku rasa jauh lebih bebas.

SAMPEK :
Maukah? Kau kuundang untuk omong-omong. Please .. Tapi paakaian luarmu itu, pakailah lagi. Aku tidak ingin orang lain tahu.

ENGTAY : (MENURUT) 
Baiklah.

SAMPEK :
Engtay ..

ENGTAY :
Sampek ..

SAMPEK :
Aku mencintaimu.

ENGTAY : (JADI MALU-MALU KUCING) 
Aku juga ..

LAMPU BERUBAH

[ 15 ] KAMAR SAMPEK-ENGTAY. MALAM. 

(CAHAYA LILIN TEMARAM DAN CINTA PUN MAKIN BERSEMI)

ENGTAY : (BERGEGAS MENAIKI RANJANG. DUDUK DENGAN KIKUK)

SAMPEK : (PERLAHAN NAIK RANJANG. JUGA DUDUK DENGAN KIKUK) …. 
(SAMPEK DAN ENGTAY SALING BERTATAPAN, TAPI KEMUDIAN SALING MELEMPAR PANDANG LANTARAN MALU. SAMPEK MENDADAK MENCOPOT TALI YANG MEMBATASI RANJANG MEREKA)

ENGTAY :
Kenapa?

SAMPEK :
Kan sudah tidak perlu lagi?

ENGTAY :
Lalu mau apa?

SAMPEK :
Kan situ tadi janji hendak memperlihatkan tubuh aslinya.

ENGTAY :
Buat apa?

SAMPEK :
Hanya ingin tahu.

ENGTAY :
Lalu?

SAMPEK :
Ya begitu saja, lihat, lihat ..

ENGTAY :
Hanya lihat? Sudah begitu saja?

SAMPEK :
Apa ada yang lainnya? Sesudah melihat wujud aslimu, kita sudah suami isteri. Aku akan datang kerumah orang tuamu dank au kulamar.

ENGTAY :
Sampek ..

SAMPEK :
Engtay ..

ENGTAY :
Kau tidak adil. Kau lihat wujud asliku, tapi apa kau bersedia juga memperlihatkan wujud aslimu?

SAMPEK :
Sudah pasti, tentu aku meu. Sekarang?

ENGTAY :
Jangan! Sama-sama.

SAMPEK : 
Baik. Kita mulai menghitung dari satu. Satu, dua, tiga .. 

ENGTAY :
Ah, aku malu.

SAMPEK :
Aku juga malu ..

ENGTAY :
Sampek ..

SAMPEK :
Engtay ..

(LALU, SEBAGAIMANA PASANGAN YANG BELUM BERPENGALAMAN, KARENA BURU-BURU, KEDUANYA SALING MENUBRUK, HANYA LANTARAN INGIN BERPALUKAN)

ENGTAY :
Aduh. Kepalamu menubruk daguku .. sakit kan?

SAMPEK :
Maaf, sakit, mana yang sakit, mana?

ENGTAY :
Kamu terlalu terburu nafsu.

SAMPEK :
Aku memang sudah bernapsu 

(MEREKA BERPELUKAN. DIAM)

SAMPEK :
Kenapa tidak sejak dulu aku tahu kau itu perempuan?

ENGTAY :
Karena …

SAMPEK :
Ssstt, jangan diulang, aku tahu lantaran aku bego dan bodoo .. (BERBISIK) …kita …?

ENGTAY :
Apa? Begitu? Bagaimana caranya?

SAMPEK :
Aku juga tidak tahu. Belum pernah. Kau?

ENGTAY :
Baru kaulah lelaki yang kucintai.

SAMPEK :
Engtay …

SAMPEK :
Sampek …

MUSIK SEPOTONG 

(MEREKA BERPELUKAN LEBIH ERAT LAGI) 

(TERDENGAR GEDORAN PINTU. SUKIU BERTERIAK) 

SUKIU :
Juragan, juragan, lekas buak pintu. Ada yang mencari juragan Engtay. Juragan, juragan ..

SAMPEK : (KAGET) 
Lekas ganti pakaian. Aku tidak ingin orang tahu siapa kamu. Lekas …

ENGTAY : (BURU-BURU BERPAKAIAN) 
Heran siapa malam-malam mencariku?

SUKIU :
Juragan, juragan ..

SAMPEK :
Ya, sebentar. Sebentar .. sudah?

ENGTAY : (MENGANGGUK) 
Bukalah pintu.

SAMPEK : (MEMBUKA PINTU) 
Ada apa Sukiu?

SUKIU : (BERSAMA JINSIM DAN ANTONG) 
Mereka mengaku sebagai bujang-bujang juraga Engtay, baru saja datang dari Serang.

ANTONG :
Nona Engtay ..

JINSIM :
Huss .. Mulut loncer, Peot ..

SUKIU :
Nona Engtay?

ENGTAY :
Sudahlah, tidak perlu berahasia lagi. Tuan ini sudah tahu siapa aku. Ada apa Antong, Jinsim? Ada apa buru-buru?

JINSIM : (KEPADA ANTONG) 
Biar aku saja yang bicara, peot! Kamu diam dulu! Nona,kami datang membawa kereta kuda. Juragan besar meminta supaya nona pulang malam ini juga. Urusan lain-lain, nanti juragan besar yang akan membereskan. Juragan besar juga akan kirim surat kepada tuan guru perihal berhentinya nona dari sekolah ini.

ENGTAY :
Apa?

SAMPEK :
Berhanti?

ENGTAY :
Ada apa?

ANTONG :
Keluarga Liong datang dari Rangkasbitung …

JINSIM :
Peot, kan sudah kubilang, biar aku saja yang bicara. Kamu suka awur-awuran. Nanti malah jadi tidak karuan juntrungannya.

ENGTAY :
Keluarga Liong? Macun maksud kamu?

JINSIM :
Perkara itu kami tidak tahu apa-apa. Nnti Juragan besar dan Nyonya besar yang akan menjelaskan. Pokoknya kami diutus untuk menjemput nona. Titik! Lekas berkemas. Kalau ada yang perlu saya bantu kemas-kemas, akan saya bantu.

SAMPEK :
Tunggu. Jangan pergi. Aku tidak mengizinkan. Tuanmu ini masih ingin melanjutkan sekolahnya. Lagi pula aku baru tahu kalau tuanmu ini perempuan, tadi pagi. Biar kami berkumpul dui barang eberapa lama. Pasangan yang ditakdirkan untuk berjodoh, tidak boleh dengan semena-mena dipisahkan. 

SAMPEK :
Pergilah kamu pulang dulu dan bilang sama juragan besarmu, Engtay masih tetap suka tinggal disini.

JINSIM : (MENATAP SAMPEK DENGAN SANGAT HERAN) 
Tuan baru tahu nonaku ini perempuan, tadi pagi?

SAMPEK :
Ya, kenapa?

JINSIM :
Alangkah bodohnya tuan. Selama hamper satu tahun tuan tidak makan sajian yang sebetulnya bisa tuan makan, kapan saja. Sekarang, baru saja tuan hendak berniat makan sajian itu, semuanya terlambat. Tuan boleh diibaratkan kucing hutan yang berniat makan sajian yang ada didalam air. Tentu saja sulit.

SAMPEK : (SEDIH) 
Kamu betul. Adikku, Engtay, mengapa kamu harus dipanggil pulang?

ENGTAY :
Kalau bukan sama orang tua sendiri, kepada siapa aku harus menurut? Mungkin pergiku tidak akan lama.

SAMPEK :
Kalau begitu, kapan lagi kita bisa bertemu? Bilang, adikku, kapan kita bisa bertemu lagi? Kapan adik bisa kembali lagi kemari? Jangan biarkan aku berhari-hari tidur sendirian dan hanya bisa ketemu kamu dalam mimpi.

ENGTAY : (MENYANYI) 
Jika memang ingi dan rindu 
Datanglah dan temui aku 
Sesudah delapan dan dua hari 
Tiga dan tujuh hari 
Atau empat dan enam hari 
Ingat pesan ini 
Jangan  sampai lupa 
Datanglah dan temui aku 
Jangan lebih atau kurang 
Dari hari yang kujanjikan 

SAMPEK :
Lalu kita bertunangan?

ENGTAY :
Segera setelah pelamaran

SAMPEK :
Lalu menyusul pernikahan?

ENGTAY :
Jika semua sudah digenapkan 

SAMPEK :
Aku akan datang , pasti datang

ENGTAY :
Jinsim bungkuslah semua pakaianku, masukkan dalam kopor! Kita berangkat besok.

JINSIM :
Tidak. Nona harus berangkat sekarang juga. Kami mohon, jangan sampai kami kena marah. Kuda dan kereta sudah disiapkan.

ENGTAY : (BIMBANG) 
Sampek ..

SAMPEK :
Pergilah, dan tunggu aku. Aku pasti datang.

ENGTAY :
Jaga dirimu baik-baik .. (PERGI DIIKUTI KEDUA BUJANGNYA) Sampek .. aku akan selalu menunggumu.

SAMPEK : (SAMBIL MENANGIS) 
Tidak tahu kapan bisa bertemu lagi Hidupku sekarang seperti kabut Menggigil dan tanpa kendali Tidak tahu kapan bisa bertemu lagi Segalanya tak pernah ada yang pasti

SUKIU :
Jadi juragan Engtay itu Nona?

SAMPEK :
Ya.

SUKIU :
Dan juragan baru tahu tadi pagi?

SAMPEK :
Ya.

SUKIU :
Dan juragan belum sempat .. begitu ..

SAMPEK :
Engtay menjanjikan pertemuan berikutnya. Tolong ingatkan aku, meski aku pasti akan selalu ingat, 3 ditambah 7, 8 ditambah 2, dan 4 ditambah 6. Jumlah semuanya 30. Artinya 30 hari sesudah hari ini, kita harus pergi ke Serang untuk melamar Engtay. 

SUKIU :
Betul-betul tuan belum sempat .. begitu ..

SAMPEK : (LEMAS) 
Ya, Sukiu, aku belum sempat menjamah Engtay. Dia masih suci.

SUKIU :
Aiih, sayang sekali.

LAMPU BERUBAH

ISTIRAHAT



[ 16 ] BALKON RUMAH ENGTAY. SENJA

(ENGTAY MENANTI DENGAN RESAH) 

ENGTAY : (MENYANYI) 
Menunggu … 
Rinduku, kasihku … 
Masa depan cintaku 
Panjang dan berliku-liku 
Masa depan cintaku 
Nampak semakin tak menentu 

Menunggu … 
Rinduku, kasihku … 
Wajah masa depanku 
Buram dan tak berwujud 
Wajah masa depanku 
Suram dan penuh kemelut … 

Hari ini hari yang kesepuluh. Seharusnya Sampek datang untuk melamarku, seperti yang sudah dijanjikan. Tapi mengapa belum datang juga ya? Apa dia tidak sanggup menghitung jumlah 8+2, 7+3, 6+4? Mudah sekali. Masing-masing berjumlah 10. (KETAKUTAN) Atau Sampek menghitung jumlah ketiga-tiganya? Dan menjadi 30? Oh, Sampek .. Sampek .. Kalau begitu nasib kita ditentukan oleh kebodohanmu. Oh, Sampek …

LAMPU BERUBAH



[ 17 ] SEKOLAH PUTRA BANGSA, DI BETAWI. PAGI

(GURU SEDANG MEMBERI PELAJARAN PADA MURID-MURIDNYA) 

GURU : (MENYANYI) 
Dengar aturan utama sekolah kita 
Camkan, perhatikan, lakukan 
Dengar larangan utama sekolah kita 
Camkan, perhatikan, lakukan

MURID-MURID :
Ya, Guru.

GURU : (MENYANYI) 
Hormati guru, orang tua dan saudaramu Jangan iri apalagi menipu Jangan berzinah, jangan memfitnah Jangan menyakiti tanpa alasan

MURID-MURID :
Ya, guru.

GURU : (MENYANYI) 
Jangan menghina dan meremehkan Jangan bersumpah palsu Jangan mencuri, jangan membunuh Jadilah akar dimana kau tinggal Jika tak bisa jangan jadi juragan Cukup sudah jadi juru kuncinya Keberuntungan utama adalah Berkuasa tanpa kekuasaan

MURID-MURID :
Ya, Guru.

GURU :
Apa hukumannya kalau semua itu dilanggar?

MURID-MURID : (MENYANYI) 
Biar daging dan kulit mengelupas Kepala disambar lima petir ganas Mati sengsara bagai pengemis Dan tenggelam dilautan luas

GURU : (MENYANYI) 
Dewa-dewa mendengar kita

MURID-MUID :
Ya, guru.

GURU :
Dewa-dewa menghukum dosa kita

MURID-MURID :
Ya, Guru. (MEREKA PERLAHAN BERGERAK KELUAR KELAS)

GURU :
Pastikan langkah, waspada bertindak Memetik apa yang kita tanam Hilang teliti setiap gerak Jadilah rajin seperti ombak

MURID-MURID :
Ya, Guru.

SUKIU : (MUNCUL) 
Juragan, hari ini adalah hari ke-28.

SAMPEK :
Aku tahu.

SUKIU :
Kalau perjalanan ke Serang harus dijalani selama 2 hari, kita akan sampai di depan rumah Nona Engtay persis pada hari ke-30, sesuai janji juragan.

SAMPEK :
Kita harus sampai ke rumahnya sebelum hari ke-30. Apa kamu sudah berkemas?

SUKIU :
Sudah. Juragan tidak pamit dulu sama Tuan Guru?

SAMPEK :
Tidak. Kalau kita pamit, pasti tidak beliau izinkan. Ayo, Sukiu, kita harus berjalan lebih cepat dari anak panah.

SUKIU :
Ini semua gara-gara juragan. Coba kalau dulu juragan bermata jeli, tidak mungkin ada kejadian begini. Pasti nona Engtay sekarang sudah jadi Nyonya Sampek.

SAMPEK :
Jangan banyak omong. Lebih baik kita segera pergi.

LAMPU BERUBAH



[ 18 ] RUMAH ENGTAY DI SERANG. PAGI

(SEMUA BERKUMPUL, KAPTEN LIONG, MACUN NAMPAK GEMBIRA) 

KAPTEN LIONG :
Jadi semua sudah setuju. Bagus sekali, bagus. Dari pihak keluarga Liong, sudah dipilih hari paling baik dari semua hari yang terbaik. Semoga para dewa memberkahi segala rencana.

CIOK :
Kapan itu kira-kira?

KAPTEN LIONG:
Beritahu semua mertuamu, Macun. Rencana itu harus keluar dari mulutmu sendiri. Ayo!

MACUN :
Satu bulan sesudah hari ini, tandu pengantin kami dari Rangkasbitung sudah akan ada didepan rumah ini. Dan pada hari itu pula kami akan memboyong Engtay ke rumah keluarga Liong. 

KAPTEN LIONG : (TERTAWA) 
Bagaimana, setuju?

CIOK :
Bagaimana, Engtay? Kau dengar sendiri rencana calon suamimu.

ENGTAY : (DIAM SAJA)

NYONYA CIOK :
Engtay. Kau harus menjawabnya.

ENGTAY : (CUMA MENGANGGUK, NYONYA CIOK KURANG PUAS)

KAPTEN LIONG :
Sudah, sudah, anggukan Engtay sudah cukup jelas. Mau apa lagi? Hanya itu yang dilakukan perempuan sejak zaman baheulea. Isteriku pun cuma mengangguk waktu ditanya mau kawin sama aku. Ibuku juga. Demikian pula nenek-nenek kita. Mau apa lagi? Sudah tradisi.

CIOK :
Kalau begitu kami harus bersiap-siap.

KAPTEN LIONG :
Jangan terlalu repot. Pesta akan dipusatkan di Rangkasbitung. Aku sudah pesan ondel-ondel Betawi dan rombongan ahli acrobat dari Surabaya. Ada juga tukang sulap India dan kelompok cokek Krawang. Malah paman Macun sudah ikrar mau mengundang group Opera Bangsawan dari Penang. Pesta pernikahan anak-anak kita akan menjadi pesta paling hebat di Rangksbitung dan tidak akan tertandingi sampai 100 tahun kemudian. Aku sangat bangga punya menantu Engtay.

ENGTAY : (MENANGIS. LARI KE DALAM)

NYONYA CIOK : (BINGUNG) 
Engtay, Engtay …

KAPTEN LIONG : (TERTAWA TERBAHAK-BAHAK) 
Hahaha … Lagak perawan. Tidak perlu dirisaukan.

LAMPU BERUBAH


[ 19 ] DEPAN RUMAH ENGTAY, DI SERANG. PAGI

(SAMPEK DAN SUKIU CELINGUKAN) 

SAMPEK :
Inikah rumahnya?

SUKIU :
Persis seperti yang tadi diberitahukan kusir kereta.

SAMPEK :
Ketuklah pintunya!

SUKIU :
Tok-tok-tok, sampurasun, spada! Ada siapa di dalam sana? (TIDAK ADA JAWABAN)

SAMPEK :
Sepi sekali. Apa semua orang pada pergi? Ketuklah lagi!

SUKIU :
Tok-tok-tok, sampurasun, spada! Ada orang dirumah nggak?

SUHIANG : (MUNCUL BURU-BURU) 
Ya, ya, ada. Ada apa? Siapa tuan-tuan?

SUKIU :
Silahkan jawab, juragan!

SAMPEK :
Apa ini betul rumah tuan Engtay?

SUHIANG :
Tuan?

SAMPEK :
Betul Tuan Engtay. Dulu dia sekolah di Putra Bangsa, Betawi.

SUHIANG :
Memang benar, majikan kami bernama Engtay dan pernah sekolah di Betawi. Tapi dia bukan ‘tuan’ melainkan ‘nona’. Dan disini tidak ada nama Engtay lain selain nama nona kami itu. Diakah yang tuan-tuan cari?

SAMPEK :
Mungkin dia. Bagaimana rupa nona kamu itu? Cantikkah dia?

SUHIANG :
Kalau dibilang cantik, dikota ini memang nona kami adalah yang paling cantik. Hanya cahaya bulan yang sanggup mengalahkan kecantikannya. Dia bukan saja cantik tapi juga pintar. Semua kepandaian rumah tangga dia bisa. Sebut saja apa! Menyulam, memasak, berdandan? Bisa. Nona kami juga pintar surat menyurat. Dia pandai menulis syair ‘sindiran’ dan syair ‘pasangan’. Jika ada orang bertanya, siapakah perempuan muda di Serang ini yang memenuhi persyaratan sebagai perempuan luar dalam? Maka jawabannya hanya satu : Nona Engtay kami itu. Paham?

SAMPEK :
Sangat paham. Kalau diizinkan, kami berniat menemuinya. Kami datang dari Betawi dan baru saja sampai tadi pagi. Bolehkah?

SUHIANG : (SETELAH BERPIKIR SEJENAK) 
Silahkan tuan-tuan tunggu disini. Duduklah dulu! Maaf, kalau boleh tanya, siapakah tuan-tuan ini?

SAMPEK :
Nama saya Sampek. Ini bujang saya, Sukiu. Dengan majikanmu saya pernah satu sekolah di Betawi. Rumah saya di Pandeglang. Saya datang sekedar mampir. Mumpung kota ini saya lewati.

SUHIANG :
Oo .. (PAMIT) .. Maaf .. (PERGI)

SAMPEK :
Sukiu, kamu lihat keadaan rumah ini? Begitu banyak lampion dan kursi disusun rapih. Sepertinya sedang ada pesta. Tanda-tanda apakah ini?

SUKIU : (MENGGODA) 
Hari ini adalah hari yang Nona Engtay janjikan. Siapa tahu nona kita itu sudah omong perihal juragan yang datang hendak melamar. Dan keluarga Ciok langsung bersiap-siap menyambut kedatangan juragan. Mungkin begitu. 

SAMPEK :
Tapi aku ragu.
 
LAMPU BERUBAH

[ 20 ] RUANG DALAM RUMAH ENGTAY, DI SERANG. PAGI

(ENGTAY SEDANG MENYULAM DAN BERPAKAIAN PEREMPUAN, SAAT SUHIANG MASUK) 

SUHIANG :
Nona, seorang tuan muda dan bujangnya yang mengaku dari Betawi berniat menemui nona.

ENGTAY : (KAGET) 
Dimana mereka?

SUHIANG :
Sudah saya suruh menunggu diruang tamu.

ENGTAY :
Bagaimana rupa mereka?

SUHIANG :
Kalihatan capek dan berdebu. Sang tuan, tampan dan sopan sekali. Sedang bujangnya bermata nakal.

ENGTAY :
Aduh, tidak salah lagi, pasti mereka adalah Sampek dan Sukiu. Hidangkan the, Suhiang. Aku akan dandan sebentar.

(LARI KEDALAM KAMAR. SUHIANG KEMBALI MENEMUI SAMPEK)

LAMPU BERUBAH



[ 21 ] RUANG DALAM RUMAH ENGTAY, DI SERANG. PAGI

(SAMPEK DAN SUKIU TENGAH DUDUK MENUNGGU) 

SUHIANG : (MASUK) 
Nona kami akan segera menemui tuan-tuan. Silahkan tunggu sebentar lagi. Maaf, kalau boleh tanya, siapakah tuan-tuan ini?

SAMPEK :
Nama saya Sampek. Ini bujang saya, Sukiu. Dengan majikanmu saya pernah satu sekolah di Betawi. Rumah saya di Pandeglang. Saya datang sekedar mampir. Mumpung kota ini saya lewati.

SUHIANG :
Oo .. (PAMIT) .. Maaf .. (PERGI)

SAMPEK :
Tuh, Sukiu, bujang itu cuma bilang Oo.. Mana mungkin kalau keluarga Ciok tahu kita akan datang. Ketika aku sebut namaku, bujang itu cuma bilang : Ooo..

SUKIU :
Demi kesopanan, bujang-bujang dilarang omong-omongan lain selain Ooo..

SAMPEK : 
Ooo.. 

ENGTAY : (MUNCUL DALAM PAKAIAN PRIA, TAPI MEMAKAI KASUT WANITA) 
Sampek ..

SAMPEK :
Engtay .. (TERTAWA MELIHAT KEADAAN ENGTAY)

SUKIU : (JUGA IKUT TERTAWA TERBAHAK-BAHAK)

SAMPEK : (KEPADA SUKIU) 
Husssss … diam!

ENGTAY :
Kenapa tertawa?

SAMPEK :
Kamu berdandan cara lelaki, tapi lihat, sandalmu!

ENGTAY : (JENGAH) 
Aku buru-buru. Bagaimana kabarmu? Baik?

SAMPEK :
Baik. Kamu bagaimana, apa baik juga? 

(SEBELUM ENGTAY MENJAWAB, CIOK DAN ISTERINYA MASUK BERSAMA JINSIM)

NYONYA CIOK :
Aku dengar kita kedatangan tamu dari Betawi, Engtay.

ENGTAY :
Ibu, ini Sampek kawanku, dan bujangnya, Sukiu. Di sekolah Putra Bangsa, kami satu kelas.

JINSIM : (MENYINDIR) 
Malah satu kamar tidur.

CIOK :
Apa? Satu kamar tidur? Artinya, seranjang, begitu?

SUKIU :
Betul. Majikan saya dan Tuan Engtay adalah sahabat kekal. Mereka malah s udah saling mengangkat saudara.

NYONYA CIOK : (SETELAH SALING PANDANG DENGAN SUAMINYA) 
Bagus itu. Silahkan makan minum. Jinsim, sediakan kue-kue.

JINSIM :
Baik. (PERGI)

CIOK : (COBA MENARIK ISTERINYA KEPINGGIR) 
Bu, bisa gawat ini. Sebaiknya kita usir lelaki muda itu. Kalau Kapten Liong mendengar perkara ini, kita bisa berabe.

NYONYA CIOK :
Tenang saja. Tadi kamu dengar tidak, bujangnya bilang bahwa anak kita itu tuan Engtay? Berarti mereka belum tahu Engtay itu gadis. (MENARIK CIOK UNTUK MENGHADAPI TETAMUNYA LAGI) Maaf, kami tinggal dulu. Ada beberapa pekerjaan yang harus kami selesaikan. Tinggallah dengan anakku beberapa saat untk omong-omong. Maaf.

CIOK : (BERBISIK) 
Kita curi dengar apa saja obrolan mereka?

NYONYA CIOK : (BERBISIK JUGA) 
Tidak perlu. (TERTAWA PADA SAMPEK LALU PERGI) .. Maaf ..

SAMPEK :
Engtay ..

ENGTAY :
Sampek ..

SAMPEK:
Sejak kau pergi, dunia bagiku gelap rasanya. Setiap hari aku hanya menghitunghitung kapan kita bisa ketemu lagi. Nasi yang kutelan rasa sekam, dan air minum serasa duri.

SAMPEK:
Tidak satu pun pelajaran dari Tuan Guru yang masuk kedalam kepalaku yang sudah penuh dengan kamu-kamu-kamu. Hidup sungguh btak ada gunanya lagi tanpa kehadiranmu. Apakah kau juga merasa seperti yang aku rasa, Engtay?

ENGTAY :
Ah, Sampek. Kamu membuat hatiku hancur berkaping-keping.

SAMPEK :
Lelaki yang jatuh cinta biasa memakai kata-kata berbunga. Aku tidak. Apa saja yang kukatakan, memang begitu kenyataannya.

JINSIM : (MASUK MEMBAWA MAKANAN) 
Harap tuan Sampek segera pergi sesudah makanan yang ditelan masuk kedalam perut. Saya omong begini, demi kebaikan dan kehormatan nona saya. Tuan Sampek boleh tahu, nona saya sudah ditunangkan dengan juragan Macun, anak Kapten Liong dari Rangkasbitung.

MUSIK SEPOTONG 

SAMPEK :
Engtay? Benarkah itu?

ENGTAY : (MENANGIS) 
Tidak salah. Memang begitu kenyataanya.

SAMPEK :
Lalu, apa gunanya hari yang sudah kau janjikan itu? Aku datang cuma dengan satu tujuan : melamarmu. Hatiku sudah tetap. Hanya kaulah yang kupilih. Tidak aka nada perempuan lain.

ENGTAY : (MENANGIS) 
Ah, Sampek. Barangkali kita memang tidak berjodoh. Kalau tidak, mana mungkin kita harus menjalani lakon seperti ini. Tapi kalau boleh aku bilang, ini semua lantaran kebodohan kakak yang sangat kelewatan. Ingatkah pesanku agar kau datang jangan lebih dari 2 dan 8, 3 dan 7, 4 dan 6 hari? Kau datang terlambat sekali.

SAMPEK :
Tidak. Tanya Sukiu. Waktu dia mengingatkanku aku pada hari ke-28, aku bilang padanya, kita harus sampai di Serang saat hari sebelum hari yang dijanjikan. Aku mohon padamu Engtay, jangan sampai kau tidak menepati janjimu.

ENGTAY :
Berapa 2 ditambah 8, 3 ditambah 7, 4 ditambah 6? Sepuluh! Itulah hari yang kujanjikan. Kuucapkan ketiganya hanya untuk penegasan.

SAMPEK :
Kalau begitu, perkataanmu terlalu samar-samar. Aku jumlahkan seluruhnya menjadi 30. Hari ini adalah hari yang ke-30.

ENGTAY :
Tidak bisa begitu cara menghitung cinta. Kakak hanya bisa membaca yang tersurat, tapi tidak sanggup memahami apa yang tersirat. Kakak hanya mengerti apa yang terucap tapi tidak mampu menafsir apa yang ada di balik ucapan. Kakak terlalu berpikir lurus.

SAMPEK :
Bukankah cinta seharusnya lurus?

ENGTAY :
Tidak. Cinta penuh liku-liku. Tak terbatas bagai langit.

SAMPEK :
Kalau begitu, cinta penuh tipu dan jebakan.

ENGTAY : (MENANGIS. MENYANYI) 
Segalanya sudah terlanjur Ibarat nasi sudah jadi bubur Apalagi yang perlu disesali, apalagi? Jodoh kita nyatanya bukan untuk zaman ini

SAMPEK : (MENANGIS. MENYANYI) 
Apa betul kita tak punya kesanggupan Membalik langit, mengaduk lautan? Apa para dewa juga ikut senang Melihat sepasang kekasih berpisahan?

ENGTAY :
Aku sudah bertunangan. Itulah kenyataan. (MENCABUT TUSUK KONDENYA) Tidak ada yang bisa kuberikan sebagai tanda mata selain tusuk konde ini. Anggaplah ini sama dengan aku. Kita tidak berjodoh kali ini, tapi berdoalah agar pada penjelmaan lain kita akan ditakdirkan para dewa menjadi pasangan kekasih yang saling mencinta. 

SAMPEK : (DENGAN TANGAN GEMETAR MENERIMA TUSUK KONDE) 
Beginikah lakon cinta harus kita akhiri?

SUKIU :
Barangkali memang harus begitu, juragan.

JINSIM :
Lekaslah tuan pergi sebelum tetangga-tetangga melihat!

SAMPEK :
Sukiu, ambilkan pisauku!

SUKIU : (KAGET) 
Hah? Pisau? Untuk apa?

SAMPEK :
Jangan banyak omong, lekas ambilkan!

SUKIU : (MERATAP) 
Jangan tuan nekat begitu. Apa yang harus saya laporkan sama majikan besar nanti, kalau saya pulang bawa mayat tuan?

SAMPEK : (MARAH) 
Pisau, kataku! (MEREBUT BUNTALAN PAKAIAN DARI SUKIU DAN MENGAMBIL PISAU)

ENGTAY : (MENJERIT) 
Hendak bunuh dirikah kakak?

SAMPEK : (MENATAP ENGTAY. TERSENYUM SEDIH) 
Jangan kuatir. (MEMOTONG RAMBUTNYA DAN MEMBERIKANNYA PADA ENGTAY) Aku tidak punya barang berharga selain rambutku. Ini boleh kau anggap sebagai tanda mata dariku.

ENGTAY :
Sampek ..

SAMPEK :
Engtay ..

NYONYA CIOK : (BURU-BURU MASUK BERSAMA SUAMINYA) 
Ada apa rebut-ribut? (KAGET) Pisau!

CIOK : (JUGA KAGET) 
Pisau!

JINSIM :
Tuan Sampek sebetulnya sudah tahu siapa Nona Engtay.

NYONYA CIOK : (KAGET SEKALI) 
Kalau begitu, Tuan, aku mohon, segeralah pergi! Engtay sudah kami tunangkan. Dan satu bulan lagi dia akan menikah di Rangkasbitung. Mohon, pahamilah dan jangan berbuat yang aneh-aneh. Demi masa depan Engtay ..

CIOK :
Ya, tuan Sampek, ku mohon .. pergilah!

SUKIU :
Tuanku, apalagi yang harus kita tunggu? Sebaiknya kita lekas-lekas pergi.

ENGTAY : (MENANGIS LARI KE DALAM KAMAR)

SAMPEK :
Engtay ..

NYONYA CIOK :
Aku mohon, tuan , pergilah. Kami tidak ingin kabar ini sampai ketelinga keluarga Kapten Liong.

SAMPEK : (MENYANYI, MENGELUARKAN LUAPAN ISI HATI) 
Apa betul kita tak punya kesanggupan Membalik langit, mengaduk lautan Apa para dewa juga akan ikut senang Melihat sepasang kekasih berpisahan?

LAMPU BERUBAH


[ 22 ] KAMAR TIDUR ENGTAY, DI SERANG. PAGI

(ENGTAY MENANGIS DIRANJANG. NYONYA CIOK MEMBUJUK) 

NYONYA CIOK :
Berterus teranglah padaku Engtay, hamper satu tahun kamu seranjang dengan Sampek. Benar kamu belum pernah … berhubungan … badan, dengannya?

ENGTAY :
Biar langit menghimpitku, ibu, kalau aku berkata bohong. Sampek adalah lelaki lugu. Saking lugunya, ia tidak beda seperti orang bodo. Ia baru tahu aku perempuan, persis waktu Antong dan Jinsim menjemputku. Aku masih suci.

NYONYA CIOK :
Kalau begitu tidak guna kamu menangisinya. Atau, barangkali kamu mencintainya?

ENGTAY :
Tidak tahu, ibu, apa aku mencintai Sampek atau hanya sekedar kasihan.

NYONYA CIOK :
Hatimu memang baik, dan aku percaya. Itu sebabnya aku dan ayahmu memutuskan untuk tidak membuat kakimu kecil seperti yang sudah dilakukan oleh leluhur-leluhur kita. Lihat, kakiku sendiri masih kecil. Dan apa yang kami putuskan itu hanya menandakan kami sangat mencintaimu.

ENGTAY :
Ya, ibu.

NYONYA CIOK :
Apapun yang kamu inginkan, sejak kecil, kami mengabulkannya. Bahkan waktu kamu ingin sekolah ke Betawi, niat yang sangat tidak lazim bagi kebanyakan perempuan bengsa kita, kami mengizinkan juga. Kami percaya, meskipun kami manja, kamu tidak akan tega membuat malu orangtua. Kami bangga kepadamu, Engtay. 

ENGTAY :
Ya, ibu.

NYONYA CIOK :
Seumu hidup, aku dan ayahmu belum pernah minta apa-apa padamu. Kali ini, kami minta, janganlah berbuat macam-macam. Kawinlah dengan Macun. Pergilah bersamanya, nenti kalau dia menjemputmu dengan tandu pengantin. Dan lupakan Sampek.

ENGTAY :
Ya, ibu, ya …

NYONYA CIOK : (MEMELUK ENGTAY) 
Anakku, buah hati, cahaya hidupku ..

ENGTAY :
Ibu, betulkah perempuan dilahirkan untuk menjadi makhluk lemah, dan tidak berdaya memilih sendiri jalan nasibnya?

NYONYA CIOK : 
Kita boleh memilih, tapi keputusan biasanya tidak ada di tangan kita. Itulah kodrat. 

ENGTAY :
Dan apa itu tidak bisa diubah?

NYONYA CIOK :
Banyak yang berusaha mengubahnya, tapi tak ada yang sanggup.

ENGTAY :
Betul, tidak ada yang sanggup. Tadinya aku piker, aku sanggup. Aku berhasil melewati masa-masa sekolah dan langsung menganggap diriku kuat. Tapi nyatanya aku tetap harus patuh kepada putusan orangtua dan tidak berani melenceng dari garis kodrat. Selalu kalahkan kaum kita, ibu?

NYONYA CIOK :
Tidak selalu, anakku. Jika kau memandangnya bukan dari segi yang badaniah. Kemenangan kita adalah, semacam kemenangan kecil-kecilan. Misalnya, berhasil membikin lelaki menyerahkan segala urusan dapur dan kamar tidur, mengikat mereka untuk betah dirumah sampai tua. Atau kadang, sesaat dua saat mereka kita bikin bertekuk lutut lewat senjata rahasia kita, menghiba-hiba dan menjadi bayi kembali.

ENGTAY :
Cuma itu?

NYONYA CIOK :
Apa kau mau lebih dari itu? Lelaki memandang perkawinan ibarat perang, sedang bagi kebanyakan perempuan, perkawinan adalah karunia. Mengapa? Karena kitalah yang memberikan keturunan. Dan kita harus bengga dengan itu. Ku tidak?

ENGTAY :
Tidak tahu, ibu. Tapi aku sering merasa nilai kita sebagai perempuan tidak hanya itu. Aku sendiri tidak tahu apa kekurangannya, tapi aku merasa ada yang kurang. Dan aku tidak puas hanya menjadi yang selalu kalah.

NYONYA CIOK :
Bersedia kawin dengan Macun jangan kau pandang sebagai kekalahan. Harus kau anggap sebaliknya. Kalau kau sebagai anak, berhasil mengangkat derajat orangtua, itulah kemenangan. Kalau kau berhasil membuat dirimu patuh pada kehendak orangtua, itulah kemenangan. Dan hal itu sudah dilakukan sejak berabad-abad lau, oleh para leluhur kita. Kau tidak bisa lari dari kebiasaan turun-temurun ini. 

ENGTAY :
Mungkin belum zamannya. AKu dilahirkan terlalu cepat.

NYONYA CIOK :
Ayo, Engtay, jangan coba menghujat takdir. Nanti kualat.

ENGTAY : (DIAM SAJA. HATINYA GUNDAH, BAGAI DIIRIS SEMBILU)

LAMPU BERUBAH



[ 23 ] JALANAN DI PANDEGLANG. MALAM

(SEDANG ADA ARAK-ARAKAN, NYANYI-TARI YAPONG, DAN PESTA LAMPION) 

Siang malam berbantal air mata 
Sampek cuma ingat Engtay tercinta 
Patah tulang bisa disambung 
Patah cinta sakit sampai ke jantung 
Berpuluh gadis dibawa datang 
Hati sampek tetap tak goyang 
Hanya engtay pujaannya seorang 
Gadis lain tak bisa dibandingkan 
Cinta bisa madu, bisa juga candu 
Manis sesaat, pahitnya sambung menyambung 
Sakit biasa bisa dicari obatnya 
Sakit cinta, coba, apa penyembuhnya? 
Dada sesak mata berkunang-kunang 
Badan lemas gairah hidup hilang 
Bagai mawar tumbuh ditanah gersang 
Begitulah cinta sampek dari Pandeglang

LAMPU BERUBAH


[ 24 ] KAMAR TIDUR SAMPEK, DI RUMAHNYA. MALAM 

(SAMPEK SAKIT PAYAH. DIA MENCERACAU TERUS) 

DALANG :
Para pemirsa, silahkan dengar, keluhan apa yang setiap hari keluar dari mulut Sampek.

SAMPEK :
Engtay, Engtay, tega sekali kamu memutuskan hubungan kita. Oh, aku tidak sanggup menyaksikan kau bersanding dengan lelaki lain, diiringi music, beroakaian merah penuh ronce emas. Aku tidak sanggup lagi. Lebih baik mati, mati …

DALANG :
Dengar, kan? Tuh, tuh! Apaan, tuuh! Yaaah, itu-itu melulu yang keluar dari mulutnya, setiap hari. Makan tidak mau, minum ogah, tidur tidak bisa. Lihat saja tubuhnya sudah seperti jerangkong. Tinggal kulit berbalut tulang. Sama sekali tidak ada cahaya kehidupan. Mata cekung, pipi kempot. Aih, lakon asmara. Jangan kata lelaki lemah macam Sampek, Samson yang perkasa saja bisa habis sama Delilah. Cinta berbalas memang sanggup bikin cengeng lelaki yang jadi korbannya.

SAMPEK :
Engtay, Engtay, aku memang bodoh. Tapi apa harus seberat ini penderitaan yang mesti ku tanggung akibat kebodohanku itu? Aku tidak sanggup, tidak sanggup …

DALANG :
Sesal dahulu pendapatan, sesal kemudian cuma tangisan. Siapuuuh .. hurketekuk! Ibarat pasang lotre, nomor yang dipasang sudah klop, begitu hadiah mau diambil, eeh kertas lotrenya hilang. Apa tidak bikin orang jadi gregetan seumur hidup tuh? Bisa gilaaaa .. salah sendiri, kenapa berlagak sok jujur, sok lugu, sok menjaga kehormatan, sok menahan diri. Padahal zaman sekarang orang lebih suka seradak-seuduk kayak badak. Situ malah berlahak nggak mau tubruk lari padahal …

NYONYA NIO : (BERGEGAS MASUK BERSAMA SUAMINYA DAN SUKIU) 
Sudah, sudah, dalang gelo, sudah. Ocehanmu malah bikin orang sakit jadi malah tambah sakit. Coba, kalua komentar tuh yang enak didengar. Begitu ya begitu, tapi ya jangan begitu. Ngerti nggak sih? Ini, komentarnyanmalah memojokkan. Mentang-mentang tadi dikasih kebebasan mimbar, malah ngoceh semaunya sendiri. Kritiknya tidak membangun, tahu? Jangan cuma bebasnya yang diambil, gelo, tapi tanggung jawabnya juga dong. Biar balaaans. Sampek sakit, semua orang tahu. Dia sakit lantaran Engtay, semua juga tahu. Tidak perlu obral publikasi begitu. Kalau penonton memperhatikan, kan sudah jelas kenapa Sampek anakku yang bego ini sakit? Jangan suka tele-tele, ah. Efektif. Efisien. Struktural!

DALANG:
Lhah, bagaimana? Inikan perintah sutradara? Ya, kan harus ada adegan yang menjelaskan mengapa Sampek menjadi seperti mayat hidup.

NYONYA NIO :
Oo, sutradara suka tele-tele, kamu ikuti. Ingat durasi, durasi. Sudah. Sekarang, pokoknya aku yang main. Kamu giliran diam.

DALANG :
Lhah, kalau ikke dimarahi sutradara, bagaimana?

NYONYA NIO :
Aku yang tanggung .. kamu yang jawab.

DALANG :
Eee, enaknyee ..

NYONYA NIO :
Berani sutradara marah sama aku? Bisa-bisa malah dia yang aku marahi. Minggir!

SUKIU :
Sabar, nurut saja deh, mas Dalang. Masa upa sih, diluar panggung dia kan isteri sutradara.

DALANG :
Ooo, pantes ..

NYONYA NIO :
Bikin adegan itu ya yang langsung kena, janganbelat-belit kayak belut. Lurus, seperti pohon kelapa, semuanya berguna. Biar kita yang main enak, yang menonton juga nikmat. Setiap adegan ngak usah dikomentari lagi. Kasih para pemirsa kebebasan untuk beropini. Ini, semua-semua dikasih pengarahan, dikasih petunjuk. Kapan para actor bisa mandiri, mas Dalang gelo?

SAMPEK :
Aku tidak sanggup, mati saja, mati … aduuh … sakiiitt …

DALANG :
Tuh, anakmu jerit-jerit lagi. Aku harus komentar apa?

NYONYA NIO:
Diam! Kan sudah kubilang, mojok sana!

DALANG :
Susaaah, kalau urusan sama .. (NYONYA NIO MELOTOT) Ya, ya, aku diam.

NYONYA NIO:
Bagus. (KEPADA SAMPEK) Sampek anakku, apa yang kau rasakan? Dimana sakitnya?

SAMPEK :
Tidak tahu, ibu, tidak tahu. Rasanya sudah maumati.

NIO :
Lelaki tidak punya semangat. Loyo. goblok. Masa kalah sama cinta. Lelaki apaan tuh ..

NYONYA NIO :
Ee, ini juga komentarnya sama seperti dalang gelo itu. Jangan coba-coba marahi anakmu. Cinta itu memang sanggup bikin lelaki jadi seperti ini. Semua paham. Coba kamu yang alami sendiri, misal aku pergi meninggalkan kamu, mau apa? Pasti kamu sakit..

NIO : (MENGGERUNDEL, TAPI SANGAT PERLAHAN) 
Pasti kawin lagi …

NYONYA NIO:
Apa? Kamu bilang apa? Yang keras dikit ..

NIO :
Nggak, nggak ..

NYONYA NIO :
Apanya yang nggak?

NIO :
Nggak bakalan marah lagi, aku paham.

NYONYA NIO :
Naa,begitu. Sampek, apa betul-betul cuma Engtay yang bisa jadi obatmu?

SAMPEK:
Ya, ibu, ya, cuma dia ..

NYONYA NIO :
Kamu juga begitu sih, bodohnya sudah sama seperti ayahmu.

NIO :
Apa?

NYONYA NIO :
Maksudku, bodohnya sudah bsama seperti lelaki yang bodoh. Hampi satu tahun masih juga tidak sanggup membedakan mana lelaki mana perempuan. Tapak jalan lelaki, suaranya keras, sedangkan tapak jalan perempuan, suaranya halus. Kamu harus bisa membedakannya.

SAMPEK :
Tapi kai Engtay hamper sama besarnya dengan kaki lelaki, bu. Ukuran sepatunya saja 41.

NYONYA NIO :
Tapi tetap saja suara tapaknya akan beda ..

SUKIU :
Sebetulnya sih, semua ini terjadi lantaran juragan muda tidak mau badung sedikiit. Kalau pasangan sudah sangat agresif begitu, ya tabrak saja, urusan belakangan. Kalau dia lelaki, hitung-hitung tambah pengalaman. Kalau perempuan, baru itu yang namanya rejeki nomplok.

NIO :
Huss, ngaco. Amoral.

SUKIU :
Maaf. Sebetulnya ada lagi cara kita membedakan lelaki dan perempuan: dari bunyi pipisnya. Kalau lelaki, bunyinya pesti kemrawak. Sedangkan perempuan, pasti kemriwik. Jelasnya, kalau saya diizinkan kasih contoh: pipis lelaki bunyinya krocok-krocok-krocok. Pipis perempuan bunyinya, weesss-ewesss-ewessss … Juragan memang kelewatan sih, sudah tidur seranjang, eh masih juga lolos …

SAMPEK :
Aduh, ibu, ayah, lebih aku mati saja. Tidak sanggup lagi.

NYONYA NIO :
Apa sih hebatnya Engtay? Masa tidak bisa dibandingkan dengan perempuan lain?

SAMPEK :
Ibu tidak pernah jumpa dengan dia sih. Pokoknya, untukku Engtay tak bisa digantikan oleh siapa pun.

NYONYA NIO :
Khas omongan remaja.

SAMPEK :
Tidak ibu, saya sungguh-sungguh. (MENDELIK. MENJERIT. PINGSAN) Aduuh, mati aku ..

NYONYA NIO :
Sampek, Sampek. Pak, kenapa dia? Pak.

NIO :
Ya, pingsan, apalagi kalau bukan. Nggak tahu ini beneran apa akting. Meyakinkan juga sih, kalau ini akting.

NYONYA NIO :
Tabib. Tabib. Lekas panggil tabib. Sukiu. Lari kamu, cepat! Panggil tabib Koh yang tinggal di perempatan jalan Ketapang sana ..

SUKIU :
Ya, baik, baik. (BERGEGAS KELUAR DENGAN PANIK)

NYONYA NIO : (MENANGIS) 
Aduh, Sampek, anakku, jangan begini nak. Kamu anakku satusatunya, bangkitlah semangatmu, nak. Jangan habis hanya lantaran cinta. Sampek, untuk apa mengingat-ingat gadis yang sudah bertunangan?

ROMBONGAN : (MELINTASI PANGGUNG SAMBIL MENYANYI DENGAN MERIAH. DALANG JUGA IKUT NIMBRUNG KE DALAM ROMBONGAN) 
Siang malam berbantal air mata 
Sampek hanya ingat Engtay tercinta

NYONYA NIO : (MARAH) Sudah, sudah. Diam. Minggat! Apalagi yang mau dijelaskan? Untuk apa nyanyi? Mengejek? Bikin pusing. Cari kerjaan lain. Minggaaaaat !! (ROMBONGAN BUBAR BELINGSATAN) 

NYONYA NIO :
Sampek, Sampek. Bangun, nak, sadar. Bangun!

LAMPU BERUBAH



[ 25 ] RUMAH EBGTAY DI SERANG. SIANG

(ENGTAY SEDANG MENYULAM KETIKA SUHIANG DATANG BERSAMA SUKIU) 

SUHIANG : (PADA SUKIU) 
Silahkan menemui nona saya, tapi jangan lama-lama, ya?

SUKIU :
Terima kasih. Nona Engtay …

ENGTAY :
Apa kabarnya Sukiu? Bagaimana kabar tuanmu?

SUKIU :
Dia dalam keadaan setengah hidup setengah mati.

ENGTAY :
Maksudnya?

SUKIU :
Dililang hidup, sudah seperti orang mati. Tapi dibilang mati, ada napasnya. Begitu deh, sebentar bernapas, sebentar-sebentar pingsan. Ya, fifty-fiftylah.

SUHIANG :
Kasihan.

SUKIU :
Nana Engtay, saya membawa surat dari juragan saya. Untuk nona. Silahkan baca suratnya, nona.

SUHIANG :
Eee, tunggu! Kenapa jadi kamu yang bawa surat? Menurut sahibul hikayat, kan seharusnya burung nuri? Jangan menyalahi pakem dong.

SUKIU :
Tahu deh. Begitu kata sutradaranya. Dia tadi juga titip pesen sama saya, untuk disampaikan ke hadapan para pemirsa, permohonan maafnya. Memang, seharusnya surat juragan Sampek untuk nona Engtay dibawa oleh burung nuri seperti tertulis di dalam sahibul hikayat. Tapi ada musibah. Tadi sore, burung nurinya kena pilek, padahal sudah dilatih berbulan-bulan sampai dia bisa akting bawa surat. Jadi, apa boleh buat, dia terpaksa absen tugas. Hidungnya meler terus. Paruhnya bengkak. Tapi karena ‘the show must go on’ maka praktis sajalah. Namanya juga dongeng. Tadinya ada beberapa pilihan: apa pakai pos kilat, telegram indah, faksimili, E-mail atau internet? Tapi, setelah dirundingkan masak-masak, akhirnya diputuskan, saya saja yang bawa surat ini. Nih, surat dari juragan Sampek untuk nona Engtay. Bukan begitu Dalang?

DALANG :
Tul. Lanjut!

SUKIU :
Tuh. Silakan baca suratnya, nona.

ENGTAY : (MENERIMA SURAT, LANGSUNG MEMBACANYA. SEDIH) 
Malang nian nasibmu, Sampek. Apa parah sekali sakitnya?

SUKIU :
Kan saya sudah bilang tadi? Lebih parah dari sakit yang paling parah. Sayang hanya juragan Sampek sendiri yang bisa merasakannya.

ENGTAY :
Saya akan membalasnya. Harap tunggu sebentar, Sukiu.

SUKIU :
Lhah, masa sebentar amat bacanya? Kan panjang suratnya? Apa betul-betul sudah dipahami isinya?

ENGTAY :
Apalagi yang harus kupahami? Kamu boleh tahu, isi surat Sampek yang berlembarlembar ini, disetiap lembarnya hanya bertuliskan namaku.

SUKIU :
Begicuuu? Rajin amat ya?

ENGTAY :
Sukiu, tunggulah barang sebentar. (BERGEGAS MASUK KEDALAM RUMAH)

SUHIANG :
Sebetulnya, bagaimana sih keadaan majikanmu?

SUKIU :
Eee, diulang lagi. Hmpir mati.

SUHIANG :
Sudah sekarat?

SUKIU :
Koma.

SUHIANG :
Berapa lama sudah dia koma?

SUKIU :
Lima hari.

SUHIANG :
Makin membaik, atau malah buruk?

SUKIU :
Drop. Anjlok.

SUKIU :
Aiih, harus hati-hati. Orang bilang, kalau sakit rindu tujuh hari tidak bisa baik, segera saja pesan peti mati. Tidak aka nada harapan lagi.

SUKIU :
Kecuali kalau majikanmu mau dikawini sama majikanku. Dan juga ada syarat lain sebagai pelengkap, biar sekalian jalan, kamu sudi aku nikahi pula.

SUHIANG : 
Mana mungkin, mana mungkin. 

ENGTAY : (MASUK LAGI) 
Sukiu, inilah surat jawaban dariku. Lekaslah pulang. ini uang untuk ongkos jalanmu. Langsung. Jangan mampir-mampir.

SUKIU :
Baik. Terima kasih. Permisi. Dinda Suhiang. (PERGI BERGEGAS)

ENGTAY :
Sampek …

SUHIANG :
Nona, sudah tahu apa yang bakal dialami Sampek?

ENGTAY :
Ya. Tapi aku tidak bisa berbuat apa-apa. (MENYANYI) Sampek … Seharusnya kau paham Aku ibarat satu gendewa Tak mungkin memasang Sekaligus dua anak panah Aku juga ibarat kuda betina Diharamkan memakai dua pelana Satu disitu yang lain disaba Tapi dua-dua sama bobotnya

LAMPU BERUBAH



[ 26 ] KAMAR TIDUR SAMPEK DI RUMAHNYA. MALAM

(AYAH IBU SAMPEK DUDUK DI SEPUTAR RANJANG ANAKNYA, MENDENGARKAN SUKIU YANG SEDANG SUSAH PAYAH MEMBACA SURAT ENGTAY DAN BERUSAHA MENGEJANYA DENGAN SUARA KERAS. SAMPEK SUDAH SEPERTI MAYAT HIDUP. DIA TERBARINGA TANPA DAYA) 

SUKIU : (KEPADA SAMPEK, NIO DAN NYONYA NIO) 
Soal gendewa dengan dua anak panah dan kuda betina dengan dua pelana, tadi sudah dinyanyikan oleh pemeran yang menulis surat ini. Jadi tidak perlu say abaca lagi. Selanjutnya begini:

SUKIU : (MEMBACA) 
“Soal sakitnya kakak Sampek, saya punya obatnya. Harap perhatikan baik-baik! Carilah salju pada bulan Agustus. Otak dari ayam emas. Hati ular naga hijau dari lautan timur. Jeroan burung hong bersayap putih. Taring serigala berbulu merah berkaki lima, dan dua tetes air embun yang masih menempel di daun ketapang tepat pada jam 12 siang. Campurkan semua itu, lalu godok di dalam panic berlian. Atas perkenan dewa-dewa pasti kakak akan sembuh.

NIO :
Gila. Itu mustahil. Mana mungkin …

NYONYA NIO :
Sakit cinta itu juga mustahil, pak. Tidak heran kalau obatnya mustahil pula. Diamlah dahuli. Kita dengar dulu Sukiu membaca surat Engtay sampai habis. Terus Kiu!

SUKIU : (MEMBACA) 
“Kalau obat tidak bisa diperoleh, sudah bisa dipastikan 99,99 persen kakak pasti akan mati …”

NIO :
Kurang ajar …

NYONYA NIO :
Diam dulu, dengar dulu!

SUKIU : (MENANGIS. SAMBIL MENGHAPUS AIR MATA YANG MELELEH) 
Memang gadis ini teramat sangat kelewat kurang ajar. Ini namanya menyumpahi ..

NYONYA NIO :
Teruskan Kiu!

SUKIU :
Baik. (MEMBACA LAGI) “Kalau kakak sampai meninggal, kuburlah jasad kakak dipinggir jalan besar dipekuburan luar kota arah Rangkasbitung. Carilah tanah dipekuburan sebelah timur dan kuburan kakak harus menghadap kebarat.

SUKIU :
Pilihlah bongpay yang berwarna biru dan tatahlah nama kakak di batu nisan itu dengan huruf-huruf yang jelas. Di belakang hari, aku tentu akan datang bersembahyang dikuburan kakak. Sekian surat dariku. Dan harap jangan melupakan pesanku. Salam. Engtay ..”

 NIO :
Kurang ajar. Kurang ajar. Apa maksud dari surat itu? Sok pintar sekali. Lebih pintar dari tabib yang paling pintar. Kurang ajar.

NYONYA NIO :
Apa gadis itu bisa meramal? Jangan dengarkan dia Sampek. Kau pasti akan sembuh. Minumlah obat yang diberikan tabib Koh. Sesudah sembuh, ibu janji, akan mencarikan kamu gadis yang jauh lebih hebat dari Engtay. Sampek, sembuh nak, sembuh ya? Kasihani ibumu …

SAMPEK :
Ibu, ayah, dengar! Apa yang ditulis Engtay, semuanya benar. Aku memang akan mati .. sebentar lagi ..

NYONYA NIO :
Tidak, nak, tidak. Kamu pasti akan sembuh, aku yakin …

SAMPEK :
Dengar semua pesanku! Kuburkan aku seperti apa yang ditulis Engtay dalam surat itu. Aku yakin, Engtay pasti akan datang ke kuburku. (MENGAMBIL TUSU KONDE DARI BALIK BANTALNYA) Ini tusuk konde, tanda mata dari Engtay. Taruhlah diatas piring pedupan di depan kuburku. Jika dia datang , Dia pasti tahu apa yang harus dilakukannya. Ibu, ayah, aku mohon maaf karena tidak bisa menjaga sampai ayah, ibu tua. Maafkan anakmu yang tidak berbakti ini. Aku merasa, ajalku sudah dekat sekali. Ikhlaskan anakmu pergi, tapi ada satu permintaanku: jangan benci sama Engtay, sebab dialah satusatunya gadis yang paling aku cintai. Selamat tinggal semuanya …(SAMPEK MATI. TANGISPUN MELEDAK)

LAMPU BERUBAH


[ 27 ] JALANAN BESAR LUAR KOTA PANDEGLANG, DEKAT RUMAH SAMPEK. SIANG.

(MUSIK GEMBIRA TERDENGAR MERIAH SEBUAH IRINGAN PENGANTIN LEWAT. ITULAH IRING-IRINGAN TANDU MACUN YANG TENGAH MEMBOYONG ENGTAY. MACUN BERPAKAIAN MEMPELAI PRIA, BERJALAN GAGAH DI DALAM ROMBONGAN. KAPTEN LIONG BERJALAN DENGAN BANGGA DISAMPING PUTRANYA) 

(SEBUAH TANDU PENGANTIN YANG DIGOTONG OLEH KULI-KULI, DITARUH DITENGAH ROMBONGAN. DIDALAM TANDU, DUDUK ENGTAY BERBUSANA PENGANTIN WARNA MERAH MENYALA, PENUH RONCE KEEMASAN DAN BENANG PERAK. ENGTAY NAMPAK CANTIK, TAPI WAJAHNYA SANGAT PUCAT) (CIOK DAN ISTERINYA, BERJALAN DIDEKAT TANDU PUTRINYA, DENGAN HATI WAS-WAS. DIDALAM ROMBONGANADA PULA ANTONG, JINSIM DAN SUHIANG. JUGA BEBERAPA PENGIRING PENGANTIN DARI SERANG DAN RANGKASBITUNG. SEMUA NAMPAK PENUH DENGAN KEGEMBIRAAN)

NYANYIAN PENGANTIN
Tandu pengantin, hai, hai 
Merah keemasan, hai, hai 
Berkilauan, hai, hai 
Kemana dikau pergi? 
Ke laut, gunung, langit 
Menyongsong mimpi-mimpi 
Atau tak kan kembali lagi 
Perawan berjubah merah 
Bimbang memeluk harapan 
Diakah seorang korban, 
Hadiah bagi api pedupan? 
Tandu pengantin, hai, hai 
Merah keemasan, hai, hai 
Berkilauan, hai, hai Indah dan mengerikan 
Indah dan mengerikan

LAMPU BERUBAH 


[ 28 ] PEKUBURAN SAMPEK, DILUAR KOTA PANDEGLANG. SIANG. 

(ENGTAY MASIH DIDALAM TANDU PENGANTIN) 

ENGTAY : (MENATAP KELUAR JENDELA TANDU PENGANTIN) 
Ibu…

NYONYA CIOK :
 Ya?

ENGTAY :
Apakah kita sedang melewati kuburan?

NYONYA CIOK :
Betul.

ENGTAY :
Apakah ibu melihat sebuah kuburan dengan bongpay biru yang menghadap kebarat?

NYONYA CIOK :
Ya. Kuburan siapakah itu?

ENGTAY :
Bisakah ibu mintakan kepada Macun untuk behenti sebentar?

MACUN : (MENDEKAT TANPA DIMINTA) 
Ada apa?

NYONYA CIOK :
Macun, Engtay minta agar kita berhenti sebentar.

MACUN :
Kenapa? Untuk apa?

ENGTAY :
Macun, dikuburan itu seorang sahabatku berbaring. Aku berniat sembahyang dikuburannya. Bolehkah kita berhenti sebentar?

MACUN : (TERTAWA) 
Kenapa tidak? (KEPADA ROMBONGAN) Berhanti sebentar! Silakan Engtay!

CIOK : (KEPADA ISTERINYA) 
Ada apa?

NYONYA CIOK :
Lebih baik kita tidak omong apa-apa, bisa berabe. Kalau tidak salah, ini kempung halaman Sampek.

CIOK :
Aduh, mati aku. Kita harus bagaimana ini?

KAPTEN LIONG :
Engtay mau apa?

MACUN :
Bersembahyang dikuburan seorang sahabatnya.

KAPTEN LIONG :
Engtay sungguh seorang yang sangat berbudi, tidak melupakan teman. Ia pasti akan jadi isteri yang baik. Kau beruntung mendapatkannya.

ENGTAY : (TERLONGONG-LONGONG DI DEPAN KUBURAN SAMPEK) 
Aku datang padamu Sampek. Kemarin malam kau yang menemuiku dalam mimpiku. Begitu jelas, sampai aku tahuitu cuma mimpi atau memang kenyataan. Kau tidak berkata apa-apa selain menyebut namaku berulangkali. Kau tidak meminta apa-apa, tapi aku sangat paham apa yang kau kehendaki. Sekarang aku datang. Aku disini.

ENGTAY :
Sepanjang jalan aku semakin yakin, ternyata aku hanya mencintai seorang lelaki, kaulah itu, Sampek. Dan bukan Macun. Kaulah yang seharusnya menjadi suamiku, dan bukan yang lainnya. (ENGTAY MENYOBEK KAIN YANG DIPAKAINYA DAN MENOREHKAN KATA-KATA DISITU DENGAN DARAH YANG DIAMBIL DARI UJUNG JARINYA) (LALU ENGTAY MEMBACA APA YANG SUDAH DITULISNYA ITU DENGAN SEDU SEDAN) “Hidup atau mati, kuingin selalu bersamamu. Tiada yang sanggup memisahkan cinta kita. Juga tidak kematian .. (MENUANG TIGA CAWAN ARAK, MENUMPAHKANNYA KE TANAH DI DEPAN KUBURAN SAMPEK) Terimalah arak persembahan. (MENANGIS) Sampek, Sampek, Sampek …

KAPTEN LIONG :
Apakah teman Engtay itu bernama Sampek?

MACUN :
Barangkali ayah.

KAPTEN LIONG :
Tingkah Engtay agak aneh.

CIOK :
Ku dengar dia menyebut-nyebut nama Sampek. Apakah itu kuburan Sampek? Celaka sekali kalau memang kuburan Sampek. Mati aku.

NYONYA CIOK :
Labih baik tidak usah omong. Pura-pura tidak tahu saja. Diam saja.

CIOK :
Celaka. Betu-betul celaka.

ENGTAY :
Kau taruh tusuk kondeku disini. Aku tahu, apa yang kau harapkan dariku. Sampek, kuambil tusuk konde ini. Akan kuketuk-ketuk di kuburanmy. Kalau kita memang berjodoh, kuburan ini pasti akan terbuka. Lalu aku akan masuk dan menjadi satu dengan jasadmu untuk selama-lamanya. Tapi kalau kita memang tidak berjodoh, tentu aku akan terus dibawa Macun ke Rangkasbitung dan jadi isterinya seumur hidup. Sampek, kau mati lantaran aku. Buktikan, bahwa kematianmu tidak sia-sia. Aku ketukkan tusuk konde ini tiga kali. Terbukalah … Terbukalah kuburmu ini …

(MENGETUK-NGETUK TUSUK KONDE KEKUBUR SAMPEK, SEBANYAK TIGA KALI)

KAPTEN LIONG :
Apa yang dia lakukan?

MACUN :
Aku tidak tahu, ayah.

(TIBA-TIBA, SETELAH KETUKAN YANG KETIGA, TERDENGAR GELEGAR GUNTUR, PADAJAL LANGIT TIDAK SEDANG MENDUNG LALU SEBUAH CAHAYA, BAGAI METEOR, JATUH DARI LANGIT. CAHAYA ITU LANGSUNG MEMBENTUR KUBURAN SAMPEK, SEHINGGA KUBURAN JADI TERBELAH DAN MENGANGA) (ENGTAY TERKESIMA. SEMUA TERKESIMA) 

CIOK :
Apa itu?

NYONYA CIOK :
Kuburan terbuka. Kuburan terbuka. Hantu!

ENGTAY : (TERSENYUM) 
Kita memang berjodoh. Tunggu aku, Sampek! Aku datang! (ENTAY MASUK KEDALAM KUBUR SAMPEK DENGAN GERAK YANG SANGAT INDAH SEKALI)

MACUN : (BENGONG) 
Engtay, Engtay, apa yang kamu lakukan?

KAPTEN LIONG :
Kuburan siapakah itu? Tadi Engtay menyebut-nyebut nama Sampek. Apakah ini kuburan Sampek? Siapa Sampek? Ciok, siapa Sampek?

CIOK :
Dia adalah lelaki yang dicintai oleh anakku.

NYONYA CIOK :
Kiamat. Musnahlah sudah kebahagiaan kita. Kiamat.

KAPTEN LIONG :
Siapapun Sampek, dia penjahat. Dia sudah merampok isteri anakku. Penjahat! Macun! Kamu tidak boleh bengong begitu! Kamu laki-laki. Ambil pacul, kapak, beliung, bongkar kuburan itu! Bongkar lekas, sebelum tubuh Engtay dimakan cacing! Temukan isterimu, hidup atau mati. Perkara nanti kita urus belakangan. Bongkar!

MACUN :
Betul Bongkar! Bongkar!

(SEORANG LELAKI DAN PEREMPUAN SETENGAH BAYA, DALAM PAKAIAN PERKABUNGAN, BERLARI MENDATANGI. DIA ADALAH NIO DAN ISTERINYA. SUKIU MENGIRING DIBELAKANGNYA. MEREKA DATANG TEPAT SAAT BEBERAPA ORANG HENDAK MULAI MEMBONGKAR KUBURAN SAMPEK) 

NIO :
Apa yang kalian lakukan?

MACUN : (MELEDAK MARAH) 
Jangan pedulikan! Bongkar!

NYONYA NIO :
Bajingan. Bangsat. Ini kuburan anakku. Apa hakmu membongkarnya?

MACUN :
Anakmu sudah merampok isteriku, Engtay. Minggir. Bongkar terus!

NYONYA NIO :
Jadi kalian inikah keluarga Engtay? Engtay-lah yang sudah merampok nyawa anak kami satu-satunya. Jangan bongkar! Jangan!

MACUN :
Minggir! Terus bongkar!

(BEBERAPA ORANG MEMEGANGI NYONYA NIO DAN SUAMINYA. BEBERAPA LAINNYA TERUS MEMBONGKA KUBURAN) (TAPI NSETELAH KUBURAN TERBONGKAR, TIDAK SEBUAH JASAD PUN TERBARING DISITU. TAK ADA SAMPEK, TAK ADA ENGTAY, TAK ADA SIAPA-SIAPA) 

MACUN :
Ada apa didalam?

ORANG :
Kosong, juragan. Betul-betul kosong.

KAPTEN LIONG : (MARAH. PENASARAN) 
Gali lebih dalam lagi! Ini pasti ulah tukang sihir.

MACUN :
Gali lagi!

KOOR : (DALAM NYANYIAN YANG DALAM DAN MENEKAN) 
Menggali lebih dalam, lebih dalam lagi 
Tak sebuah jasad pun terbering disitu 
Sia-sia menggali, menggali dan menggali lagi 
Yang ditemukan cuma dua keeping batu biru

MACUN :
Apa yang kamu temukan?

ORANG :
Dua keeping batu biru, juragan. Dan sepasang tawon kuning.

KAPTEN LIONG :
Apa lagi?

KOOR : (DALAM NYANYIAN YANG INDAH DAN SYAHDU) 
Sepasang kupu-kupu 
Terbang kelangit 
Sayapnya gemerlap
Memantulkan cahaya 

(MEMANG BETUL. DEMIKIAN KEJADIANNYA. DARI DALAM KUBURAN TERBANG SEPASANG KUPU-KUPU. KEDUANYA MENGEPAKKAN SAYAP-SAYAPNYA, TERBANG KELANGIT) 

NYONYA NIO :
Sampek …

NYONYA CIOK :
Engtay …

KOOR : (DALAM NYANYIAN YANG INDAH DAN SYAHDU) 
Berjuta pasang kupu-kupu 
Muncul mendadak kelangit biru 
Sayap-sayapnya menutup matahari 
Menyayangi bumi, meneduhkan hati 
Kupu-kupu terbang dimana-mana 
Dengan sayap yang warna-warni 
Terbang, lepas bebas, bahagia 
Menyatu dalam pelukan semesta

LAMPU BERUBAH


PENUTUP 

(MONOLOG DALANG KETIKA SELURUH PELAKON MUNCUL DI PANGGUNG) 

DALANG :
Kata sahibul hikayat, Macun dan Kapten Liong yang murka besar, member perintah agar dua keeping batu biru itu dibuang terpisah. Yang satu dilempar ke sungai sebelah kulon, satunya lagi dikubur dalam lumpur sungai seberang wetan. Dendam Macun sudah kadung meracuni hati dan jantungnya. Niatnya, kalau dia sendiri tidak bisa menyunting Engtay, lelaki lainpun jangan harap boleh mamilikinya. Dibelakang hari, dua batu besar itu tumbuh menjadi pohon jati dan bamboo. Kedua bahan kayu itu akhirnya berkumpul jadi satu juga ketika orang membuat tong. Dasar memang sudah jodoh. Ibarat garam dilaut, asam digunung, bertamu dengan cobek dan pecel lele. Hehehehe … Kata sahibul hikayatlagi, Sampek dan Engtay itu ternyata penjelmaan sepasang dewa yang dibuang dari kahyangan dan dijeburkan ke dunia untuk menjadi manusia. Mereka wajib melakoni hidup sengsara. Lalu, lewat peristiwa ini, akhirnya mereka diizinkan kembali menjadi dewa dan boleh pulang kerumah asalnya dikahyangan sono, noh … Maka dari itu, para penonton, jadikanlah setiap lelakon kita sebagai cermin. Supaya kita bisa semakin mengagumi bagaimana cara para dewa merangkai berbagai jalinan lakon manusia. Sebab, seringkali banyak kembang-kembang kisah yang tak sanggup diduga. Yaa, namanya juga dewa, kan bisa suka-suka mencipta scenario manusia? Yaa, pada kenyataannya kan tidak seorangpun sanggup menebak rencana mereka. Kita kadangkadang cuma dikirimi isyarat-isyarat yang sangat samar-samar. Tapi kalau diikuti malah suka menjebak kita. Tapi yaa, maklum sajalah. Kita semua ini kan cuma wayang, boneka bagi para dewa, di panggung lakon semesta. Dan, biarpun pada suatu masa, kita didaulat untu jadi pemeran utama, kita malah sering tidak mampu berbuat apa-apa. Semua peristiwa yang menggelinding, dibumi atau dilangit, selalu ada diluar jangkauan akal manusia. Dan kita selamanya hanya bisa mengagumi. Tak mungkin sanggup memahami. Tidak akan sanggup memahami, kecuali, barangkali segelintir kecil orang-orang suci.

NYANYIAN PENUTUP 
Tanpa keluar pintu 
Paham segala kisah 
Tanpa membuka jendela 
Tahu persisi semua rahasia 
Makin jauh kita berjalan 
Makin sedikit yang kita pahami 
Itu sebabnya orang suci 
Tanpa bergerak, mampu menebak 
Tanpa melihat, sanggu mengerti 
Tanpa bertindak, tapi berhasil

LAMPU PERLAHAN PADAM TAPI SEBELUM LAMPU PADAM, LANGIT MENDADAK DIPENUHI BERJUTA KUPU-KUPU. DAN MASUK MENGGEMA, SAYUP, BAGAIKAN HYMNE YANG SYAHDU


SELESAI 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar