Sabtu, 09 Juli 2022

MALAM JAHANAM - Motinggo Boesje


Sinopsis
Di sebuah perkampungan nelayan, tinggallah Mat Kontan beserta istri (Paijah) dan anaknya (Mat Kontan Kecil). Soleman, teman dekat Mat Kontan, tinggal di seberang rumah mereka. Suatu malam, Paijah menunggu suaminya yang belum juga pulang. Ia mengkhawatirkan anaknya yang sedang sakit. Akhirnya, Mat Kontan pulang membawa seekor burung. Saat mengobrol dengan Soleman di teras rumahnya, dia menyombongkan burung perkututnya yang baru, juga istri dan anaknya. Soleman yang tidak tahan mendengarnya mengungkit-ungkit ketakutan Mat Kontan ketika nyawanya hampir melayang karena terperosok ke dalam pasir. Mat Kontan yang ketakutan rahasianya dibongkar langsung berbaik-baik pada Soleman.

Tak lama kemudian, Mat Kontan mulai menyombongkan diri lagi. Dia juga menuduh Soleman iri karena dia mempunyai istri yang cantik dan seorang anak. Soleman bahkan dianggap takut menyentuh perempuan karena sampai sekarang belum juga beristri.

Mat Kontan masuk untuk melihat burung beo kesayangannya tapi tidak menemukannya. Utai, seorang warga kampung itu yang setengah pandir, mengaku pernah melihat bangkai burung tersebut di dekat sumur dengan leher tergorok. Mat Kontan yang jadi marah besar mengajak Utai menemaninya ke tukang nujum untuk mengetahui siapa pembunuhnya.

Paijah yang ketakutan bertanya pada Soleman apa yang sebaiknya ia katakan bila ditanya oleh Mat Kontan nanti. Ternyata, Solemanlah yang membunuh burung beo kesayangan Mat Kontan agar perselingkuhannya dengan Paijah tidak ketahuan. Soleman berjanji akan melindungi Paijah.

Mat Kontan segera pulang karena tukang nujum yang hendak ditemuinya sudah meninggal. Dia pun marah-marah pada Paijah, bertanya siapa yang membunuh burung beonya. Paijah balas mengungkapkan kekesalannya pada Mat Kontan yang tidak pernah memikirkan dan menyayangi dirinya dan anaknya tapi selalu membangga-banggakan mereka pada semua orang.

Awalnya, Soleman membela Paijah dari amarah Mat Kontan. Lama-lama Soleman diam saja. Paijah kecewa pada Soleman dan mengaku sebagai pembunuh burung beo Mat Kontan. Soleman pun mengaku bahwa dialah pembunuh burung beo Mat Kontan dan bahwa dialah ayah dari anak Paijah, anak yang selama ini Mat Kontan bangga-banggakan sebagai anaknya.

Mat Kontan marah dan mengangkat goloknya. Soleman membuat Mat Kontan takut lagi dengan mengingatkannya tentang saat dia terperosok ke dalam pasir. Mat Kontan pergi dan menyerahkan Paijah serta anaknya pada Soleman.

Soleman menyusul Mat Kontan yang dikiranya hendak bunuh diri. Ternyata, Mat Kontan dan Utai sudah menunggu untuk membunuhnya. Soleman berhasil meloloskan diri dan pergi ke stasiun kereta api. Utai mati karena ditendang oleh Soleman.

Mat Kontan kembali ke rumahnya dan masih mau hidup dengan Paijah serta anak Soleman. Dia bahkan mulai memerhatikan anak itu dan pergi memanggil dukun untuk mengobati penyakitnya. Sayangnya, malam itu juga si bayi meninggal dunia.


MALAM JAHANAM 
Karya : Motinggo Boesje

DIPINGGIRAN LAUT KOTA KAMI, PARA NELAYAN TAMPAK SELALU GEMBIRA MESKIPUN MISKIN. RUMAH MEREKA TERDIRI DARI GUBUK, TIANG BAMBU BERATAP DAUN KELAPA. SUARA MEREKA YANG KERAS DAN GURAUAN KASAR MEREKA, SEOLAH MENGESANKAN BAHWA MEREKA KURANG AJAR. BEGITU PULA PAKAIAN MEREKA, YANG LELAKI BERCELANA KATOK DAN BERBAJU KAOS HITAM DENANG GOLOK DIIKAT DI PINGGANG.

KAIN SARUNG TERSELEMPANG, BERKOPIAH DAN MATA YANG TAJAM MENGESANKAN DARAH YANG KERAS.

PERERMPUAN DISINI BERBICARA PEDAS, PENUH GAIRAH DAN PAHIT. PAKAIAN MEREKA MENCOLOK DI TUBUH PADATNYA, MENCOLOK SEPERTI KETAWANYA YANG KERAS, SAMBIL BIBIR BERGINCU ITU MELEMPARKAN SENYUM YANG SEOLAH-OLAH KURANG AJAR.

TETAPI BETAPUN SEBENARNYA, MEREKA, SEPERTI DIMANA-MANA MEMPUNYAI JUGA KELEMBUTAN HATI DAN KETULUSAN, BIARPUN MUNGKIN KETULUSAN YANG AGAK BODOH.

MALAM INI SEMUA ITU TERJADI.

I
MALAM INI, PERKAMPUNGAN NELAYAN ITU, DIRUMAH MAT KONTAN DAN SOLEMAN TAMPAK SEPI. BARANGKALI HAMPIR SEISI KAMPUNG MELIHAT UBRUK, SEBAB BUNYI UBRUK DISEBELAH TIMUR BEGITU SAYU MENIKAM-NIKAM.

HANYA UJUNG ATAP DAN TONGGAK BAMBU RUMAH SOLEMAN SAJA YANG TAMPAK DIKIRI. DEKAT TONGGAK BAMBU ITU TERGANTUNG SEBUAH LENTERA YANG DIOMBANG-AMBING ANGIN BARAT. ADA SEBUAH BANGKU DIBAWAH LENTERA ITU, BIASA DIPAKAI OLEH SOLEMAN UNTUK DUDUK-DUDUK, TAPI MALAM INI BANGKU ITU KOSONG.

RUMAH YANG DIHADAPAN RUMAH SOLEMAN ITULAH RUMAHNYA MAT KONTAN, SEORANG YANG TERKENAL SOMBONG DI KAMPUNG ITU. PINTU RUMAHNYA TERTUTUP. BIASANYA, DISEBELAH KANAN PINTU ITU IA DUDUK DI SEBUAH BANGKU BAMBU PANJANG. DENGAN MENAIKI BANGKU ITU IA SERING BERSIUL MEMPERMAINKAN PERKUTUTNYA DI DALAM SANGKAR YANG TERGANTUNG PADA UJUNG ATAP. DIKIRI PINTU ADA BEBERAPA PELEPAH KELAPA TERONGGOK. SEBUAH TIANG JEMURAN DI DEPAN RUMAH MASIH DISANGKUTI PAKAIAN, PERLAHAN TERHEMBUS OLEH BIAS YANG BERHEMBUS DARI BALIK RUMAHNYA BERSAMA KERTAS-KERTAS.

DI KEJAUHAN KELAM, SAMAR BUNTUT PERAHU, BEBERAPA TIANG TEMALI PERAHU MENGABUR. SUNYI MAKIN TERTEKAN KARENA SUARA UBRUK DI KEJAUHAN ITU SEMAKIN MENGERAS.

II
TIBA-TIBA SUNYI ITU DIPECAHKAN OLEH SUARA TERTAWA PENDEK GELI DARI SI UTAI SETENGAH PANDIR YANG BARU KELUAR DARI PINTU RUMAH MAT KONTAN. IA TERUS BERLARI DAN BERSEMBUNYI DI DEKAT POJOKAN RUMAH SOLEMAN. TERTAWANYA TERTINGGAL DI SANA. TAK LAMA SESUDAH ITU KELUAR PAIJAH ISTRI MAT KONTAN BERTERIAK SAMBIL MENCARI-CARI.

PAIJAH : Kurang ajar! Kurang ajar! Kurang ajar, si Utai sinting!

MATANYA MELIHAT JEMURAN DAN MENGAMBIL SATU PERSATU JEMURAN ITU, TETAPI IA MASIH JUGA MENCARI-CARI SI UTAI. KETAWA SI UTAI MELEDAK

UTAI : Ampun! Ampun!

MUNCUL DARI PERSEMBUNYIANNYA SAMBIL MENGGARUK KEPALA

PAIJAH : Babi! (tapi kemudian tertawa lucu). Ayo bawa pakaian si kecil ini ke jemuran! Eh, edan! Eh, ke jemuran (latah), Eh, bukan! Ke dalam!

UTAI : Saya kira saya mau dipukul tadi! (mengambil pakaian) Saya sudah panas dingin (sambil tertawa ia masuk)

PAIJAH BERJALAN MENUJU BANGKU DI MUKA RUMAHNYA, DUDUK, BERNAFAS LEGA. TAK LAMA KEMUDIAN KELUAR UTAI TERTAWA GELI.

UTAI : Si kecil tidur lagi biarpun kepalanya panas. (tak dihiraukan), He, kau anggap batu saja mulut saya ya?

PAIJAH : (dengan nada mengambang) Sudah malam belum pulang.

UTAI : Siapa?

PAIJAH : Mat Kontan!

UTAI : Dia itu orang paling repot di kampung kita. Tidak? Tidak ha?

PAIJAH : Dari pagi belum pulang.

UTAI : He eh! Dari pagi saya belum merokok sebab dia nggak ada. Kemana sih dia?

PAIJAH : Mestinya beli burung ke Kalianda! (melengos ke gantungan sangkar di samping). Nggak cukup satu dua. (diam sebentar) kalau tidak, mestinya pergi taruhan. Kalau tidak 

UTAI : (melihat sesuatu terbang) Kalau tidak, menangkap kumbang

MELOMPAT DAN BERPUTAR-PUTAR DI HALAMAN SAMBIL TANGANNYA MENANGKAP SESUATU TAPI TIDAK KENA-KENA

PAIJAH : Bangsat. orang omong benar dia main-main.

UTAI : (kecewa karena tidak mendapatkan). Apa tadi mpok? Apa?

PAIJAH : Si Kontan, lakiku. Mat Kontan.

SUARA TANGIS BAYI DI DALAM MENGAGETKAN PAIJAH

PAIJAH :Duuuuh! Si Kontan kecil nangis lagi, tuh! Kau sih ribut tertawa saja!

PAIJAH MASUK. UTAI KECEWA, PERGI PERLAHAN KE SUDUT RUMAH MENGAMBIL PELEPAH DAUN KELAPA. BERJINGKAT DIA PERGI, MENGHILANG DI BALIK KELAM DALAM SIUL SINTINGNYA.

III
SOLEMAN MUNCUL DARI RUMAHNYA. IA TAHU KEMANA UTAI PERGI. KEMUDIAN IA MELIHAT SEKELILING. IA DUDUK-DUDUK DI BANGKUNYA DENGAN LUTUT MENUTUP MUKANYA, TAPI ASAP ROKOK MENGEPUL DARI BALIK LUTUT ITU. KINI MATANYA MENATAP KE PINTU RUMAH MAT KONTAN LAMA-LAMA SAMBIL MEMBETULKAN SARUNG YANG MELINGKARI LEHERNYA. SEBENTAR-BENTAR KOPIAHNYA DITEKAN-TEKAN, TAPI KEMUDIAN MENOLEH MENDENGAR SUARA DIKEJAUHAN. SUARA ITU ADALAH SUARA TUKANG PIJAT, SEORANG BUTA YANG SERING MELINTAS SAMBIL MENYERET KALENG BEKAS SUSU. BARU KEMUDIAN IA MUNCUL DISAMPING RUMAH MAT KONTAN, TAPI TAK BEGITU JELAS KARENA DISANA AGAK GELAP.

TUKANG PIJAT : (aneh dan spesifik sekali) Jaaaaat.........pi, jaaaaat....pi

BERULANG-ULANG DAN MEMBUAT KESAL SOLEMAN KARENA BUNYI KALENGNYA MEMBUAT BERISIK

SOLEMAN : Hei ! Sudah berapa kali dibilang, jangan kelewat keras kalau lewat disini!

TUKANG PIJAT : Hee, kau Leman ? Ngak melihat pertunjukan ubruk?

SOLEMAN : Ngak. Pergi sana!

TUKANG PIJAT KEMBALI DENGAN SUARA KHASNYA PERGI MENGHILANG SOLEMAN BERNAFAS LEGA DAN MENGELUARKAN PISANG DARI KANTONGNYA. TAPI...

UTAI : (datang dengan ketawa pendeknya yang menjengkelkan) Man. Bagi Man.

SOLEMAN : Ini satu lagi biang keladi. Pergi sana!

UTAI : (memperhatikan dengan sedih kulit pisang yang dibuang). Kalau begitu, bagi dong rokoknya!

SOLEMAN :(mengambil rokok kreteknya dan melemparkan sebatang) Pergi sana! Nanti kutendang kau!

UTAI : (setelah memungut rokok) Terimakasih pak.

IA PUN MENGHILANG, PAIJAH MUNCUL DI PINTU RUMAHNYA

PAIJAH : Ada apa Man?

SOLEMAN : Jahanam betul mereka!

PAIJAH DUDUK DI BANGKUNYA. SOLEMAN MEMANDANG PAIJAH, TAPI PAIJAH MENGHINDARI PANDANGAN ITU DENGAN MELIHAT KEARAH KEGELAPAN. SUARA KERETA API DARI JAUH SEMAKIN DEKAT, LALU MELINTAS DERUNYA DIBALIK RUMAH SOLEMAN, DISINI PANDANGAN MEREKA BERTEMU

SOLEMAN : (masih memandangi paijah, memasang rokok dan berkata acuh tak acuh) Kau ngak keluar malam ini Jah?

PAIJAH : (terkejut, membalas pandangan). Ngak.

SOLEMAN : Begini gelap malamnya.

PAIJAH : Ya, gelap. Hati saya juga ikut gelap.

SOLEMAN : Kau susah Jah!

PAIJAH : Tahu sendiri saja! Ya, memang saya susah, Man.

SOLEMAN : Kau dengar suara ubruk di sana?

PAIJAH : (angguk). Kudengar. Kau ngak pergi?

SOLEMAN : Ngak! Capek! Semalam suntuk saya dan lakimu main empat satu. (melihat paijah murung). Kau murung benar!

PAIJAH : mSi Kecil sakit. Kontan belum pulang. Panas saja badannya seharian ini!

SOLEMAN : Ngak dibawa ke dukun!.

PAIJAH : Dukun! Dan punya laki yang asik dengan perkutut, kepala haji, beo dan kutilang? Mana bisa jadi!

SOLEMAN : Tiap hari kau mengumpat begitu.

SUARA TANGIS BAYI MENYEBABKAN PAIJAH TERKEJUT BEGITU JUGA SOLEMAN. PAIJAH MASUK RUMAH DAN DIIKUTI OLEH SOLEMAN, DI KEJAUHAN TERDENGAR TAWA MAT KONTAN. SOLEMAN KELUAR, LEWAT SAMPING RUMAH DAN MENGHILANG).

IV
DENGAN MEMBAWA SANGKAR BURUNG MAT KONTAN TERTAWA KESENANGAN. SETIBA DI DEPAN RUMAH SOLEMAN, IA BERHENTI.

MAT KONTAN : Hei, Man! Kau masih tidur ha? (karena tidak dijawab ia ketawa lagi) Kalah cuma lima puluh kok susah! (menuju sangkar burung perkutut yang bergantung dan bersiul menirukan burung itu). Hiphooo (mengambil sangkar dan melihat sekeliling) Sudah hampir malam nih! Kau musti tidur, tut. Sekarang kau sudah kucarikan bini. Nih! (ia menunjukkan sangkar yang baru dibawa). jah? (ia ketawa lagi). Paijah?

KARENA TAK DIJAWAB MAKA IA MASUK RUMAH, TAPI KEMUDIAN IA KELUAR KEMBALI DAN DUDUK DI BANGKU BAMBU SAMBIL MENGGARUK KUDIS KAKINYA. MATANYA SILAU KENA SOROT BATERI DARI TEMPAT KELAM

MAT KONTAN : Siapa itu! Siapa itu!

SOLEMAN : (muncul mendekat dan mempermainkan cahaya senternya). Baru pulang Tan?

MAT KONTAN : ( tertawa gembira dan melompat). Kau tahu?

SOLEMAN : Apa? Burung lagi?

MAT KONTAN : (meledak tertawanya). Ha! Bagaimana kau bisa menebak? Darimana kau tahu itu?

SOLEMAN : (duduk). Saya kira kau tadi ngobrol dengan haji Asan di tikungan gudang lelang. Betul ngak? Ha?

MAT KONTAN : Ha, kali ini kau salah tebak! Matamu sudah lamur barangkali! Bukan haji Asan, tapi Pak Pijat! Tapi itu tidak penting Man. Kau tahu perkutut yang kubawa tadi? Itu adalah perkutut yang paling mahal harganya di dunia. Uang ikan yang kita dapat kemarin dari borongan itu, saya belikan semua buat perkutut. Dan kekalahan kau yang berjumlah lima puluh itu buat ongkos mobil. (memandang soleman terdiam disangkanya tak memperhatikan) Ha? Kau tak percaya ha? Mau liha? Mau lihat?

SOLEMAN : Percaya sih percaya. Tapi anakmu, si kecil, sakit kan?

MAT KONTAN : Persetan si kecil! (sadar) O, anakku! Maksud saya tadi persetan penyakit. Mudah-mudahan ia lekas sembuh!

SOLEMAN : Kalau sembuh. Kalau tidak sembuh bagaimana?

MAT KONTAN : Ha ? Maksudmu..............mati?

SOLEMAN (MENGANGGUK)

MAT KONTAN : Kau kira si kecil bisa mati? Mat Kontan kecil bisa mati, begitu?

SOLEMAN : Sedang Nabi bisa mati?

MAT KONTAN : Jangan takuti saya Man. Itu satu-satunya kebanggaan saya disamping burung dan bini saya Paijah. Saya telah terlanjur berdo’a pada Tuhan agar Cuma dikaruniai satu anak. Kalau si kecil mati tentu hilanglah kebanggan saya sepotong.

SOLEMAN TERTAWA MENGEJEK

MAT KONTAN : Kau mengejek saya ya?

SOLEMAN : Bukan mengejek, tapi kau ngak kasihan sama satu nyawa?

MAT KONTAN : Ya kasihan!

SOLEMAN : Kau ngak kasihan sama binimu?

MAT KONTAN : Ya kasihan!

SOLEMAN : Dari tadi ia tunggu kau datang.

MAT KONTAN : Benar? Masa! Ah, tak usah repot-repot perkara perempuan.

SOLEMAN : Kau terlalu mengutamakan burung daripada binimu dan si kecil.

MAT KONTAN : Memang!

SOLEMAN : Memang. Kau tidak bangga punya bini cantik ha?

MAT KONTAN : Bangga? Sudah saya bilang tadi saya bangga. Saya kan sudah lama ngak ke kota Agung? Tadi saya ke sana. Saya bilang bahwa saya sudah punya anak satu sekarang. Anak, yang keluar dari rahim bini saya yang cantik.

SOLEMAN : Tapi kebangggaan itu tak pernah terasa oleh binimu.

MAT KONTAN : (memanggil) Paijah, Paijah!

PAIJAH : (muncul). Ada apa?

MAT KONTAN :Saya akan mengatakan kepadamu bahwa saya tadi ke kota Agung dan bertemu dengan kawan-kawan lama.Saya bilang, bahwa kau sudah punya anak sekarang.

PAIJAH : Tapi sudah itu kau terus cari burung.

MAT KONTAN : (salah kira). Ha, Ijah!

PAIJAH : Tanpa memikirkan kami.

MAT KONTAN : Hah? Ah masuklah kau! Tidak mengerti urusan lelaki. Masuklah. Kami mau ngobrol.

PAIJAH MASUK

MAT KONTAN : Biniku memang manis.

SOLEMAN : (hanya mengangguk)

MAT KONTAN : Kau tahu apa yang terjadi sesudah saya bilang bahwa saya sekarang sudah punya anak? (diam sebentar, kemudian tertawa). Mereka yang dulu sering mengejek saya sebagai lelaki mandul jadi konyol.

SOLEMAN : (mempermainkan ujung kakinya, lalu malas memperhatikan mat kontan). Saya pulang dulu. Pintu belum dikunci.

MAT KONTAN :Nanti dulu. Hei, kan kita ada nih?

SOLEMAN TETAP PERGI KERUMAHNYA. DEPAN PINTU RUMAHNYA IA BERDIRI, SEPERTI ADA YANG DIPIKIRKANNYA. TIBA-TIBA.

MAT KONTAN : Man! (soleman tak menoleh). Kau ngak enak mendengar saya ngomong sekarang ya? Kalau kau mau diganti kembali uang kekayaanmu kemarin. Baiklah!

SOLEMAN : Sesuatu yang sudah kita serahkan, sukar untuk ditarik kembali.

MAT KONTAN : Apa maksudmu? Apa maksudmu Man?

SOLEMAN : Ya, sesuatu yang sudah kau punyai sekarang, biar bagaimanapun, bukan milik saya lagi.

MAT KONTAN :Saya tak mengerti Man.

SOLEMAN : Memang kau tak pernah mengerti.

MAT KONTAN : Ha? Saya tak pernah mengerti? Saya pikir, sayalah orang yang paling mengerti tentang sesuatunya di dunia ini.

MAT KONTAN LALU PERGI KETENGAH HALAMAN, LALU MELIHAT KE LAUT DAN BERKATA SAMBIL MENUNJUK-NUNJUK.

MAT KONTAN :Saya mengerti angin, ikan, burung, wayang dan agama.

SOLEMAN : Kau juga mengerti tentang pasir? Pasir boblos?

MAT KONTA MERASA SESUATU, SEHINGGA IA TERSENTAK. DENGAN CEPAT IA MELOMPAT KE SOLEMAN, KETIKA MUKANYA TIBA-TIBA DISENTUH TRAGEDI SEHINGGA IA BERKERINGAT . DIDEKAPNYA KAWANYA ITU.

MAT KONTAN : (takut). Jangan bilang tentang itu, Man. Saya paling takut kalau kau bilang perkara itu. (melepaskan). O, aku takut kalau kau ulangi cerita lama itu. Saya adalah orang yang kepingin panjang umur, Man. He, kau masih ingat peristiwa itu, Man?

SOLEMAN : Masih.

MAT KONTAN : Kau masih ingat bagaimana saya kejeblos dalam pasir dan berteriak minta tolong ketika hampir mati?

SOLEMAN : (mengangguk)

MAT KONTAN : Saya harap sungguh, hal itu jangan kau ceritakan lagi.

MAT KONTAN KEMBALI KE PEKARANGAN RUMAHNYA, DUDUK DIBANGKU, LAMA TERMENUNG KARENA TAKUT.

MAT KONTAN : Man. Sini Man.

SOLEMAN :Saya sudah bosan dengan cerita itu-itu juga. (tapi kemudian ia mendatangi mat kontan).

MAT KONTAN : Sungguh, Man. Saya kepingin hidup panjang umur. Kepingin melihat si Kontan kecil yang jadi milik saya satu-satunya. Semoga nanti persis seperti saya sifatnya.

SOLEMAN : Kalau sifatnya seperti saya bagaimana?

MAT KONTAN : (terdiam terperangah bernafas berat). Itu tentu saja tak mungkin. Sedang namanya saja sudah persis seperti saya. Kau dengar? Kontan kecil! Si Kontan keci!!

SOLEMAN : Sudah pekak kuping saya mendengar lagakmu.

MAT KONTAN : Biar!

SOLEMAN :Mulai malam ini jangan ceritakan lagi tentang anakmu itu. Ceritakanlah yang lain.

MAT KONTAN : Kalau begitu cerita saya, saya tukar. Apa ya?

SOLEMAN PERGI KETEMPAT JAUH YANG AGAK GELAP. MEMPERMAINKAN KERIKIL DAN MELEMPARKANNYA JAUH-JAUH.

MAT KONTAN : (lembut) Man. (soleman tak menyahut). He, Man (tak menyahut). Man. Kau iri pada saya Man? Kau iri kalau saya begitu bahagia punya istri dan anak?

SOLEMAN : Tidak. Tidak iri.

MAT KONTAN : Jadi kenapa kau benci kalau saya cerita tentang si kontan kecil?

SOLEMAN : Buat apa saya iri padamu. Kau juga sering membohongi diri sendiri. Ya, kau juga sering berlagak.

MAT KONTAN : Pasti! Pasti kau iri pada saya. Kau iri karena saya punya bini yang cantik. Seorang anak lagi yang bakal cinta pada perkutut bapaknya. Kau juga iri barangkali, sebab kalau kita main taruhan empat satu kau selalu saja kalah.

SOLEMAN KEMBALI MENDEKATI MAT KONTAN. MULANYA MAT KONTAN TAKUT TAPI SETELAH DILIHATNYA SOLEMAN TERTAWA IA HERAN. APALAGI DILIHATNYA SOLEMAN DUDUK DI BANGKUNYA DAN MAIN KERIKIL.

SOLEMAN : Ceritalah lebih banyak, Tan. Biar saya tuli.

MAT KONTAN : Jadi kalau begitu kau masih senang pada saya? Kalau begitu tebakan saya salah kali ini. Belum pernah saya menebak salah tentang dri seseorang selama ini. (DUDUK). Bagaimana saya akan menceritakan lebih lanjut tentang bini saya, ha?

SOLEMAN HANYA MENGANGGUK-ANGGUK KETIKA MAT KONTAN TERTAWA LEBAR

MAT KONTAN : Bagaimana bini saya!?

SOLEMAN : Cuma satu jawabanya, cantik!

MAT KONTAN : Bagus! Lagi! Lagi!

SOLEMAN : Mengairahkan!

MAT KONTAN Betuuuuuul, betul. Dan saya sekarang kepingin membelikan dia baju rok. (mengeluarkan uang dari kantong). Ini. Tadi saya menang judi.

SOLEMAN : Apa? Rok. Baju rok Sanghai kata orang itu?

MAT KONTAN : Iya! Saya lihat bini si Sadu, Si Johari dan Si Hidayat pada pakai rok model Cina sekarang. Bini Bastari sudah beranak tiga malah pakai itu.

SOLEMAN : Tapi binimu lebih bagus pakai kebaya sempit begitu.

MAT KONTAN : Kau tahu apa tentang perempuan. Buktinya kau belum punya bini sampai sekarang. Itu sudah kuno, bung.

SOLEMAN :Kuno dan tidak kuno bukan pada pakaian.

MAT KONTAN : A-ha! Persetan! Tapi kenapa kau bilang mesti berkebaya.

SOLEMAN : Pakai kebaya itu gulung kainnya sempit. Jadi bisa menggiurkan jejaka-jejaka.

MAT KONTAN : Jadi kalau begitu kau juga senang dan tergiur jika melihat bini saya memakai pakaian sempit-sempit?

SOLEMAN MENGANGGUK

MAT KONTAN : (terperangah sebentar, kemudian tertawa). Ha ! Saya senang! Saya memang senang kalau orang tergiur sampai keluar ludahnya barang sebatok kalau melihat bini saya.

SOLEMAN : Jadi kalau ada orang cinta pada binimu kau juga senang. Ha!

MAT KONTAN : Senang! Sebab itu berarti juga orang akan cinta pada saya. Bahkan saya akan potong rambutnya pendek-pendek seperti bini si Asnin! Bajunya belang-belang kuning seperti macan tutul. Itu tandanya kita sudah jaman modern. Ah, kau tahu apa tentang arti ngomong Belanda itu!

SOLEMAN : Memang enak punya bini.

MAT KONTAN : He, orang lelaki yang ngak mau berbini itu tandanya belum lelaki. Paling-paling tak berani sama perempuan. Kau tahu kambing kebiri saya yang mati? Ia mati karena kesepian! Kau lama-lama bisa jadi seperti kambing kebiri saya itu.

SOLEMAN : Kalau anakmu seperti kambing nanti bagaimana?

MAT KONTAN : Mana bisa? Karena bapaknya Raja Perkutut, anaknya tentu Raja Kutilang setidaknya. Tak mungkin seperti kambing. Si Kontan kecil adalah anakku. Bukan anakmu!

SOLEMAN : Jangan ulang lagi perkara Kontan kecil. Ceritalah tentang perkutut atau beo.

MAT KONTAN : (ingat sesuatu) Aih, saya sudah linglung sekarang. Saya sudah dua hari ini lupa sama beo saya!

SOLEMAN KAGET MENDENGAR INI, IA PERHATIKAN MAT KONTAN, TAKUT.

V
MAT KONTAN MASUK RUMAHNYA. DALAM RUMAH KEDENGARAN RIBUT-RIBUT DENGAN SUARA BANTAHAN PAIJAH. SOLEMAN MASUK RUMAHNYA, MENGUNCI PINTU. KETIKA KELUAR, BERPAPASAN DENGAN SI UTAI SINTING. SOLEMAN HILANG DALAM GELAP. MAT KONTAN KELUAR DENGAN TANGAN HAMPA.

MAT KONTAN : Man, Man. (matanya tertuju ke rumah soleman). Man! Beo saya hilang, Man.

UTAI : (Tertawa)

MAT KONTAN : Diam!

UTAI : ( Tertawa Lagi)

MAT KONTAN : Diam, kataku diam! (ia mengambil pelepah kelapa akan memukul anak itu).

UTAI : Ampuuuuuun. Ampuuuun!

MAT KONTAN :Kenapa kau tertawa ha?

UTAI : Jadi burung beo mamang terbang?

MAT KONTAN : Ya.

UTAI : Saya melihatnya kemarin dekat sumur.

MAT KONTAN : Diam! Jangan ngomong gila! Ini sungguh!

UTAI : Saya juga sungguh!

MAT KONTAN : Apa katamu tadi? Melihat burung saya? Beo saya dekat sumur? Ia terbang kearah sumur di belakang itu?

UTAI : ( mengangguk dan tertawa pendek).

MAT KONTAN : Jangan tertawa dulu. Hayo kita cari.

UTAI : Ngak bakal ketemu mang.

MAT KONTAN : Kau permainkan diri saya ya? Ha? (mau memukul).

UTAI :Sabar, mang. Sungguh, saya berani taruhan, ngak bakal ketemu.

MAT KONTAN : Kenapa coba, kenapa?

UTAI : Sudah mati dia, mang.

MAT KONTAN : Mati? Ayo kita cari bangkainya! Biar saya ambil lampu senter (akan pergi tapi kemudian terhenti).

UTAI : (tertawa). Tulang bakainyapun tak bakal ketemu. Mubajir susah-susah mencari.

MAT KONTAN : Apa? Apa kau bilang! Mubajir? Akan saya kubur dia.

UTAI : Ya, mubajir. Ia sudah dibawa anjing Pak Rusli kemarin.

MAT KONTAN : (mengancam dengan memegang leher baju utai). Utai jangan cari gara-gara! Gua hajar nanti lu! Betul yang ini apa bohong?

UTAI : Berani sumpah Qur’an! Saya betul.

MAT KONTAN : Kalau begitu. (dengan sedih), Kau betul Utai. Kalau begitu anjing si Rusli itu yang perlu dipentung. (tapi tiba-tiba melengos melihat Paijah muncul).

PAIJAH MUNCUL DENGAN MUKA KESAL

PAIJAH : Perkara Beo saja ributnya sampai ke gunung Krakatau. Anaknya tak pernah dipikirkan.

MAT KONTAN : Diam kau!

PAIJAH : Apa? Diam? Kalau anak itu mati bagaimana?

MAT KONTAN : Itu bukan anak saya.

PAIJAH : (menirukan). Itu bukan anak saya, tapi di warung kau sibuk membanggakannya.

MAT KONTAN : (sadar kembali). Ha! Memang anak saya. Memang! Memang ia saya banggakan di mana saja. Tapi kau juga ikut memikirkan masalah burung ini?!

PAIJAH : Emoh!

PAIJAH MASUK.

UTAI : (tertawa menirukan). Emoh!

MAT KONTAN : Bagaimana Beo-ku?

UTAI : Lehernya berdarah!

MAT KONTAN : Leher Beo-ku berdarah? Iya?

UTAI : (tertawa melingkar–lingkarkan badannya).

MAT KONTAN : Soleman mana? Soleman mana?

UTAI : Mau apa sama dia?

MAT KONTAN : Kita ajak ia ke tukang nujum.

UTAI : Kenapa burung mati mesti di nujum?

MAT KONTAN : Ya, mesti. Mana si Leman. He, geblek! Mana dia ha?

UTAI : Buat apa sih dinujum? Mau ditanya masuk sorga atau neraka?

MAT KONTAN : Diam, setan! Kita mau nujum siapa yang memotong lehernya. Kalau kedapatan akan kubunuh dia! (memanggil soleman).

PAIJAH KELUAR MENJENGUK DENGAN CEMAS.

MAT KONTAN : Pergi berjudi dia barangkali.

UTAI : Kalau begitu kita pergi berdua saja.

MEREKA BERDUA PERGI MENGHILANG DALAM KELAM.

VI
PAIJAH MERASA LEGA LALU IA MASUK KE DALAM. IA KELUAR MENUJU RUMAH SOLEMAN

PAIJAH : Man! Leman

TAPI SETELAH SADAR PINTU DI KUNCI, BERLARI KE SAMPING DAN DUDUK DI BANGKU. PAIJAH KAGET AKAN CAHAYA SENTER KE MUKANYA, IA BERDIRI DAN SEDIKIT GEMBIRA IA BERJALAN MENGHAMPIRI SOLEMAN DI HALAMAN. SOLEMAN MENGAJAK PAIJAH DUDUK DI BANGKU RUMAHNYA, SEDANG IA MASIH MEMPERMAINKAN CAHAYA SENTER KE PINTU RUMAH MAT KONTAN.

SOLEMAN : Kenapa mukamu pucat?

PAIJAH : Saya cari kau tadi Man.

SOLEMAN : Laki-mu pergi?

PAIJAH : Ya, ke tempat nujum.

SOLEMAN : Begitu jauh, ada dua kilo setengah, kan?

PAIJAH : Ah, betul-betul edan dia. (berdiri membelakangi). Betul-betul edan dia, tidak mengerti perasaan perempuan.

SOLEMAN : Kalau saya laki-mu tentu saya mengerti.

PAIJAH : (tiba-tiba membalik). Man!

SOLEMAN : Apa? (menyenter muka paijah).

PAIJAH : Saya takut tadi, Man. Saya dengar ia mau bunuh orang. Dan kau dicarinya Man.

SOLEMAN : Ia nggak berani pada saya. Apalagi mau bunuh!

PAIJAH : Tapi ini betul-betul Man. Burungnya, beo itu-mati!

SOLEMAN : (kaget) Lalu? (ia berdiri dan melihat kesamping rumahnya, ada kecemasan di dalam dirinya kalau-kalau mat kontan datang. dari jauh soleman bersuara, tangannya menyenter tubuh paijah). Lalu bagaimana?

PAIJAH : Burung itu mati. Kau tahu kan beo itu? Yang sering kau permainkan kalau kau kerumah saya?

SOLEMAN : (datang mendekati paijah) Lalu?

PAIJAH : Lehernya berdarah. Dan ia akan bunuh siapa saja yang memotong leher burungnya itu (dengan mata mengharap) Man.

SOLEMAN : (dengan pandangan penuh gairah). Apa?

PAIJAH : Saya takut.

SOLEMAN : (senyum bergairah). Takut apa?

PAIJAH : Takut sama lakiku. Jika ia menuduh saya yang membunuh bagaimana?

SOLEMAN : Kau merasa memotong leher itu apa tidak? (dilihatnya paijah menggeleng). Nah, ngak usah kuatir.

PAIJAH : api Mat Kontan sering kalap.

SOLEMAN : (memegang bahu paijah dan mendudukan di bangku. ia memasang rokok setelah menenangkan paijah). Biar bagaimanapun ia marah, ia takkan bunuh kau. Sebab kau salah satu kebanggaan dia. Jadi biar bagaimanapun salah kau, ia akan memaafkan.

PAIJAH : ( menangis terisak)

SOLEMAN He, jangan seperti si kecil nangis. Kau malah harus mendiamkan anakmu yang nangis, kan? (tangan membelai rambut paijah).

PAIJAH : (Paijah lari melompat, tapi diburu dan tangannya ditarik soleman, ia membimbing paijah ke bangku rumahnya)

SOLEMAN : Kau jang kuatir. Nanti aku yang membela kau.

PAIJAH : Tapi saya takut dengan goloknya. (melihat muka soleman dan berkata setengah menangis) Sungguh!

SOLEMAN : Ah, percayalah. Seiris bawangpun ia tak berani melukaimu!

PAIJAH : Jadi apa kataku bila ia menanyai saya?

SOLEMAN : (Soleman cuma tercenung berfikir. dengan mempermainkan senter ia pergi ke tempat yang jauh kelam. suara ubruk mengeras. Paijah Setengah marah, agak menjerit).

PAIJAH : Kau diam!

SOLEMAN : Ya, karena itu juga suatu hal yang sulit.

PAIJAH : Tapi katamu tadi gampang.

SOLEMAN : Gampang buatku, karena saya lelaki!

PAIJAH : Carilah jalanya sebelum ia kembali!

SOLEMAN : Jalan satu-satunya, karena saya lelaki ialah: menghadapinya sebagai lelaki!

PAIJAH : Apa? Apa maksudmu?

SOLEMAN : Kalau kau disentuh saja, akan saya sentuh pula dia. Kalau kau dilukainya, akan saya lukai dia! Dan kalau kau di bunuhnya, akan saya bunuh dia (berjalan pelan mendekati paijah)

PAIJAH :Jangan Man. Kita akan buyar, malu dan di usir dari sini.

SOLEMAN : Ya, terpaksa begitu. Sebab saya bukan penakut. Saya jantan. Dan saya punya sejarah turun-temurun.

PAIJAH : Sejarah turun-temurun?

SOLEMAN :Ya. (terduduk) Ayah saya jahanamnya juga seperti saya ini. Ia jahanam, biarpun ibu saya syah untuk bininya. Tapi ini tak usah saya ceritakan Jah!

PAIJAH : Ceritakan, Man. Yang satu ini.

SOLEMAN : Saya akan mengutuk karenanya!

PAIJAH : Ceritakanlah, Man. Kenapa?

SOLEMAN : (memandang paijah dengan aneh) Karena perempuan ia mati. Karena perempuan ia jahanam. Tapi aku akui, ia lelaki tulen.

PAIJAH : (jadi gelisah)

SOLEMAN : Lelaki tulen juga bisa mati karena takut. Ia takut menghadang pucuk senapan, sehingga ia mati membelakangi! Dan ketika ia lari itu ia ditembak. Ia ditembak, sebab bini orang yang dijahanaminya itu ialah bini polisi. Tapi saya sudah besar ketika itu dan dapat membayangkan membalas dendam. Kenapa ia akhirnya takut? Saya tak mengerti kenapa si pemberani bisa takut kemudian. Tapi, betapun, ia lelaki tulen, Jah. Lelaki tulen dengan darahnya yang benar-benar merah.

PAIJAH : (lembut karena takut). Kau juga takut Man?

SOLEMAN : Cukup bapak saya saja! Sayat tidak akan. Saya adalah kelanjutan dia, karena ia mewariskan saya!

PAIJAH : Kau akan bunuh Mat Kontan?

SOLEMAN : Belum pasti. Tapi saya ingat pepatah seorang Padang. Kau kenal Angku Buyung? (Paijah mengangguk). Ialah yang menceritakan pepatah itu dan meresap pada diri saya.

PAIJAH : Apa katanya, Man?

SOLEMAN : Musuh pantang dicari, tapi jika datang pantang kau elakkan. Saya tidak akan memusuhi Mat Kontan. Tapi jika Mat Kontan akan menyerang saya, saya pantang lari, bahkan membalas.

PAIJAH : Jangan Man!

SOLEMAN : Pasti dia tak berani membacok saya!

PAIJAH : Kalau kau memang tak apa! Tapi saya, perempuan lemah ini, bagaimana bisa jadi?

SOLEMAN : Kau jangan takut. Karena lelaki bersifat melindungi. Lelaki seperti kata bapak saya: harus berdarah tajam yang mengalirkan warisannya melewati siapa saja yang rela!

PAIJAH : (lembut) Kenapa kau tak kawin saja, Man?

SOLEMAN :Kawin cuma satu tanggungan, menyebabkan kita berotak dua. Ya saya tahu kemudian, bahwa ibu saya juga sejahanam ayah saya karena ia rela dijahanami lelaki lain. Saya takut kawin, karena saya kwatir jika istri saya dijahanami lelaki lain.

(Soleman pergi ke rumahnya, tapi Paijah mengikutinya)

Kau di situ saja menjelang ia datang. Saya di sini (menunjuk bangkunya).

PAIJAH : Saya takut, Man.

SOLEMAN : Disana saja kata saya!

BENTAKAN SOLEMAN INI MENYEBABKAN PAIJAH TAKUT DAN KEMBALI KE BANGKUNYA

PAIJAH : (setelah mengeluh dan memandangi soleman yang terpekur ) Man. (soleman muak). Man, kau dengar suara saya? Kau dengar suara saya? (soleman tetap menunduk). Saya menyesal sekarang, Man!

SOLEMAN : (kaget dan mengangkat kepalanya) Menyesal?

PAIJAH : Ya, menyesal.

SOLEMAN : Ulangi!

PAIJAH : Menyesal, karena begini jadinya. Nanti akan terbuka juga rahasia kita. Tapi tak apa! Saya kepingin punya anak, dan anak itu telah saya dapatkan.

SOLEMAN : (berdiri) Kenapa kau menyesal? (paijah hanya menghapus air matanya). Jah! Anak itu takkan saya ambil. Jah.(Soleman mendekati perempuan itu. tapi tangis paijah semakin menjadi. Soleman pergi ke gelap malam. perlahan)

PAIJAH :Saya ingat, Jah. Macam begitu tangismu dulu mengisak meminta kepada saya. Sekarang kalau menyesal. Buat apa kita menyesal. Saya juga tak pernah menyesal harus jadi jahanam kapiran begini. Ya, tidak karena dalam diri manusia, betapun kecilnya, ada jahanamnya. Cuma saja ada yang tak sempat dan tak sanggup menjalankan. Dan kita adalah orang yang kebetulan sanggup. Kenapa kita menyesal, Jah? (Tiba-tiba ia membalikkan badan setelah keduanya berdiam lama. soleman mendekati paijah dan duduk disampingya. Setelah menyenter sekeliling)

SOLEMAN : Begitu sepi semuanya. Alangkah enaknya jika beginian terus, dunia ini ada kita berdua saja!

PAIJAH : ( hanya memandangi wajah soleman)

SOLEMAN : Kau kwatir pada hari matimu bila maut tiba?

PAIJAH :( hanya menganggukkan kepala)

SOLEMAN : Mungkin saya juga, Jah. Sekarang saya lebih baik mengaku saja (mereka kini saling pandang). Saya juga punya takut. (DIAM) Mungkin juga Nabi. Tapi Jah, saya bunuh beo itu, karena binatang jahanam itu telah menyiksa saya!

PAIJAH : (terkejut mendengar berita itu) Apa? Kau bunuh? Kau yang memotong lehernya?

SOLEMAN : Ya. Kau ingat Jah? Kau ingat, bahwa ketika saya mengganggumu, ketika si kecil masih berumur sebulan? Kau bilang: “Jangan ganggu saya. Man! Jangan ganggu saya!”, dan perkataan itu diulangi oleh beo itu. Dua hari yan lalu, ketika saya pegang tanganmu dan kau bilang : “Jangan ganggu saya”, beo keparat itu mengulangi lagi. (setelah menelan nafas). Karena itu ia saya potong lehernya. Saya potong dan saya lempar ke dekat sumurmu.

PAIJAH : Kita bisa celaka!

SOLEMAN : Akan saya hadapi semua yang menantang, Jah! (setelah merasa ngeri, ia bersuara menghadap paijah dengan gemetar). Biar bagaimanapun saya akan menghadapi maut!

PAIJAH ( menangis)

SOLEMAN : Kenapa jadi menangis, hah? Saya hanya akan mengabulkan apa yang kau minta dulu dan telah saya beri. Anak itu telah lahir. Kalau saya mati karena lahirnya dia, itu berarti saya akan bernasib sama dengan bapak saya. Tapi semoga cucu bapak akan meneruskannya, sebab perjuangan kakeknya belum selesai.

PAIJAH : Tidak, Man! Si kecil tidak akan.

SOLEMAN : Itu mungkin jalan menyimpang dari kemauan saya.

PAIJAH : Cukup kita saja yang jadi jahanam terkutuk.

SOLEMAN :Ya, karena sekarang kau sudah menyesal, sih.

PAIJAH :(setelah berfikir sebentar, tiba-tiba ia kaget). Man!

SOLEMAN :Apa?

PAIJAH :Sebentar lagi tentu mereka datang. Man, saya takut Man!

SOLEMAN :Tenang saja. Tenang saja.

PAIJAH :Kalau saya dipaksa bagaimana?

SOLEMAN :Bilang saja saya yang membunuhnya. Saya, Soleman.

PAIJAHS :aya nggak mau, Man!

SOLEMAN :Kenapa? Kenapa he?

PAIJAH : (lembut pelan) Saya nggak mau. Ada orang mati karena saya, dan orang itu kau.

SOLEMAN :Kalau saya mati itu bukan karena kau. Itu juga karena saya ikut berjahanam!

PAIJAH :(menangis terisak) Tidak, Man. Tidak bisa, Man.

SUARA BAYI DI DALAM MENGEJUTKAN MEREKA.

SOLEMAN : Mintalah doa restu di ubun anak itu.

PAIJAH : Putuskan dulu yang ini! Jika ia minta keterangan kenapa Soleman membunuhnya, bagaimana?

SOLEMAN :Pertanyaan itu tidak saya bolehkan kau menjawabnya. Pertanyaan itu hanya untuk saya. Dan saya akan menjawabnya. Pergilah masuk! Anak itu rupanya tambah sakit.

VII
PAIJAH MASUK, TINGGAL SOLEMAN YANG GELISAH LALU MEROKOK, TAPI ROKOK ITU BARU DIHISAP LALU DIMATIKANNYA. IA PERMAINKAN SENTERNYA KARENA GELISAH, LALU PERGI MENUJU KEJAUHAN, MELEMPARKAN BATU LALU KEMBALI LAGI. PAIJAH KELUAR SEBENTAR TAPI MASUK LAGI SEBAB DARI JAUH TAWA UTAI SUDAH DIDENGAR. TAK LAMA KEMUDIAN MAT KONTAN DAN UTAI TIBA DI HALAMAN

UTAI TERTAWA.

MAT KONTAND :iam! Orang kesusahan, kamu tertawa! (tiba-tiba matanya melihat soleman).

SOLEMAN : Dari mana?

MAT KONTAN : (mendekati mengabarkan berita sedih) Man, burungku beo yang kubeli seribu itu mati.

UTAI LARI MENGEJAR SERANGGA YANG TERBANG, MENCOBA MENANGKAPNYA TAPI TAK BERHASIL TERUS MEMBURU.

SOLEMAN : Sebaiknya jangan pikirkan yang sudah mati itu.

MAT KONTAN : Apa? Jangan dipikirkan? Apa kau kira saya ini gila ha?

SOLEMAN : Siapa tahu Tan nanti ada saja rejeki numpuk, kau beli yang lebih mahal.

MAT KONTAN : Apa kau kira beo semacam itu ada tandingannya di pojok dunia ini? Dua tahun saya memeliharanya?! Sekarang barangkali lebih dari harga mobil dokter Ajad yang mungil itu.

SOLEMAN : Kau selamanya selalu merasa selalu yang paling, yang paling. Sehingga kau sendiri jadi pangling!

MAT KONTAN : Jangan coba-coba hina saya ya! (kepada utai). Hei. Berhenti main gila itu! Saya bisa tambah gila. Ayo berhenti! (utai duduk di bangku rumah mat kontan).

MAT KONTAN : Sedang anak gila itu (menunjuk utai). Dia bisa pikir dan sedih atas kematian beo-ku. He, Utai. Kau kan sedih ya.

UTAI : Ya!

MAT KONTAN : (mengambil rokok dan melemparkannya) Kau memang jempolan.

UTAI : (Utai mengambil rokok dan minta api lalu duduk ditempatnya semula

MAT KONTAN : (kepada soleman) Otakmu dimana sekarang. Dimana ha?

SOLEMAN : Saya cuma menganjurkan. Tapi sedih sih ya ikut sedih!

MAT KONTAN : Betul? Betul sedih? (tertawa senang). Kemana kau tadi tidak nongol ketika saya cari agar bersama ke tukang nujum! (bernafas karena tak dijawab). Saya kira malam ini paling jahanam dalam hidup saya.

SOLEMAN : Belum tentu.

MAT KONTAN : Siapa bilang belum tentu? Tukang nujum yang biasa meramalkan nasib saya itu sudah mati pula empat hari yang lalu (melihat utai yang mempermainkan rokok dibangkunya). Hei, jangan dibakar bangku bagus itu! Panggil mpok Ijah!

UTAI : (Utai masuk ke dalam dan keluar kembali bersama paijah. paijah memandang pada soleman, soleman mengatakan sesuatu dalam pandangannya) Hei Jah! Siapa kiramu yang memotong leher burungku!

PAIJAH : (menggeleng) Mana saya bisa tahu?

MAT KONTAN : (menirukan) Mana saya bisa tahu? (menghardik) Atau kau sendiri ya? Iya? (berdiri menyebabkan paijah takut) Kau potong mau dimakan? Di sate? Begitu? (mendekati) Jawab!

SOLEMAN : (Soleman berdiri semua pandangan tercekam disini) Ayo jawab!

SOLEMAN : Dia sakit tuh Mat! Tuh mukanya kan pucat. Barangkali........

MAT KONTAN : Jangan urus urusan orang lain, Leman. Nanti saya ikut mata gelap pada kau! (sadar melihat paijah menangis).

PAIJAH MASUK DIIKUTI MAT KONTAN. UTAI, SETELAH DIISYARATKAN SOLEMAN IKUT MASUK. SOLEMAN BERDIRI DI PINTU DAN GELISAH

SUARA PAIJAH : Buat apa burung itu untuk saya. Si bayi lebih penting.

SUARA MAT KONTAN : e, jangan ngotot! Jawab dulu siapa yang bunuh.

KEMUDIAN TERDENGAR TANGIS PAIJAH, TANGIS BAYI DAN SUARA MAT KONTAN YANG TIDAK TENTU

SUARA PAIJAH : Kalau tidak, bunuh saja saya, nih sama golok!

SUARA MAT KONTAN : Ee, jangan main-main sama saya ya? Saya ini Mat Kontan. Setiap orang punya utang harus dibayar dengan kontan. Jawab!

SUARA PAIJAH :Saya tidak tahu!

MAT KONTAN :Bangsat! O Tuhan! Bilanglah oleh-Mu ya Nabi Adam, siapa yang sebiadab ini membunuh burung saya. O Nabi Yakub. Bini saya juga bangsat dan bodoh! Kenapa dunia ini makin tolol Tuhanku?

PAIJAH : Kalau kau paksa juga saya akan minggat!

PAIJAH KELUAR MENGGENDONG BAYI YANG MENANGIS. LARI KE BANGKU DAN DUDUK SETENGAH TAKUT. MAT KONTAN MENYUSUL

MAT KONTAN : Jangan kau lari. Awas!

VIII
PAIJAH DUDUK DAN MEMBELAI KEPALA ANAKNYA YANG TETAP MENANGIS. SOLEMAN MEMPERHATIKAN MAT KONTAN YANG TAMBAH GUGUP. MAT KONTAN MEMANDANGI SOLEMAN, MATANYA SEPERTI MEMINTA SESUATU. SOLEMAN MENANTANG MATA MAT KONTAN DENGAN PANDANGAN JANTAN

MAT KONTAN : Apa yang akan ku lakukan.

SOLEMAN : Lakukanlah semaumu. Itu urusan kau!

MAT KONTAN : (kepada Paijah) Ya ayo pergi kalau kau betul-betul mau minggat. Kemana kau bisa minggat, coba kemana?

PAIJAH : (tetap tunduk menangis) Ke rumah pamanku.

MAT KONTAN : (mengejek) Ke rumah pamanku. Pamanmu adalah orang yang paling miskin di dunia, tahu! Bukankah?

PAIJAH : Tapi saya harus kesana!

MAT KONTAN : Pergilah! Pergilah sana! Tapi anak itu jangan kau bawa. Anak itu adalah anak saya tahu!

PAIJAH : Bukan! Ia adalah anak saya yang pasti, sebab ia keluar dari rahim saya sendiri.

MAT KONTAN : Apa katamu, apa?

PAIJAH : Ya! Untuk dia ini saya pernah berkorban segalanya!

MAT KONTAN : (akan masuk berdiri di pintu) Kalau begitu kau memang harus jadi korban
(tapi matanya melihat pada soleman. Paijah jadi takut, lalu melihat pada soleman tapi mata soleman tertuju pada mat kontan). Ia telah membinasakan hati saya! Man! Ini harus saya balas Soleman.

SOLEMAN HANYA MEMANDANGINYA

MAT KONTAN : (berteriak) Jawablah saya, Leman!

UNTAI : (tapi ia lemas menantang mata jantan itu, sehingga ia terkulai, terjatuh didepan pintu. Utai tertawa melihat itu. Mat Kontan bangkit, marah) Hai! Kau mau kubunuh ya? Ya?

MAT KONTAN : (akan mengejar utai, tapi anak itu lari menghilang. Mat Kontan lemas) Kalian semua ini jahanam.

SOLEMAN : Saya jangan kau ikut-ikutkan Mat!

MAT KONTAN : (kepada paijah) Kau telah menyedihkan hati saya. Kau adalah bini saya jadi kau juga harus bertanggung jawab atas burung kesayangan saya karena saya juga sayang padamu.

PAIJAH : (setelah memandangi soleman) tapi kau juga laki saya, tapi sayangmu Cuma di mulut. Jadi kau bukan laki saya.

MAT KONTAN : Bilang sekali lagi bahwa saya ini bukan lakimu!

PAIJAH : (membelai kepala anaknya yang menangis). Kau tak pernah memikirkan anak saya ini. Tapi dimana saja kau banggakan ia!

MAT KONTAN : (berubah lalu mendekati anaknya) tapi ia belum begitu sakit. Seluruh anak kecil dikampung kita ini memang sedang musim sakit. (Mat Kontan jadi letih, lalu melepaskan napas panjang ia berkata-kata sesuatu tapi tak jelas) Man! Burung itu baru beberapa waktu yang lalu bisa ngomong dengan jelas. Kau tahu apa yang dibilangnya ketika masih hidup? Ketika saya dekati, ia bilang,” Jangan cubit saya! Jangan cubit saya!” Kenapa burung bisa berkata seperti manusia?

SOLEMAN : (melihat si anak tambah menangis,. lalu mendekat dan memegang kepala anak itu) Mari saya gendong anak ini Jah!

MAT KONTAN : (kaget berdiri) Jangan sentuh anak itu! Itu anak saya.

SOLEMAN : (tidak jadi mengambil). Baiklah! Itu sudah kepunyaan kau sekarang. Tapi saya ingin bertanggung jawab atas nyawanya.

MAT KONTAN : Apa kau punya hak atas nyawanya?

SOLEMAN : Biar bagaimanapun, ia adalah anak manusia bukan anak burung.

MAT KONTAN : Diam kau babi! Diam kau sebelum saya hantam!

SOLEMAN : Sekarang, apa yang akan kau lakukan sebagai lelaki, sebagai bapak, sebagai Mat Kontan yang selalu membayar kontan?

MAT KONTAN : Cari dulu siapa pembunuh burung saya. Ia juga harus dihajar dengan kepal tinju ini (mengacungkan tinjunya).

SOLEMAN : Kau tak kan berani. (melihat Paijah, Paijah takut).

MAT KONTAN : Apa? Apa kau bilang barusan?

SOLEMAN : Kau tak kan berani sebab kau pengecut paling besar di dunia Tuhan ini!

MAT KONTAN : Kalau saja ahli nujum itu belum mati (heran ia melihat soleman yang pergi begitu saja ke rumahnya). He, dengar! Kalau saja saya tahu, saya akan hajar dia! (melihat pada paijah dan mengancam). Kau juga! Malam ini juga harus kau tunjukkan padaku siapa pembunuhnya!

PAIJAH : (melihat anaknya yang menangis) Saya tak mau!

PAIJAH PERGI MASUK RUMAH, MAT KONTAN MENYUSUL. SOLEMAN MASUK DALAM RUMAHNYA BURU-BURU, LALU KELUAR KEMBALI MENYARUNGKAN GOLOKNYA DI BALIK SARUNGNYA, AGAR TAK TAMPAK. SOLEMAN MENDENGAR DI BALIK PINTU RUMAH MAT KONTAN, PERTENGKARAN YANG TERJADI DI DALAM. SOLEMAN JADI HERAN, MELIHAT PAIJAH YANG TIBA-TIBA MELONCAT KELUAR DAN MENDEKAP PADANYA

MAT KONTAN : (mengancam) Lepaskan dekapan itu!

PAIJAH : (terus mendekap). Man, tolong lindungi saya Man!

MAT KONTAN : Ayo lepaskan sebelum kuambil golok!

PAIJAH : (melihat soleman yang diam saja, jadi geram) Man, kau diam saja!

SOLEMAN HANYA MENANTANG MATA MAT KONTAN DENGAN DADA YANG SESAK

MAT KONTAN : Kau juga harus melepaskan dia! He, Soleman (jadi geram melihat Soleman) Lepaskan dia! Dia bukan binimu!

PAIJAH : (mengguncang Soleman) Jawab. Jawab Man!

KETIKA SOLEMAN DIAM SAJA, PAIJAH MELUDAHI MUKA LELAKI ITU. LALU IA MELEPASKAN DEKAPANNYA DENGAN SANGAT BENCI DAN DIA BERLARI KE BANGKU RUMAH SOLEMAN

MAT KONTAN : (pada Paijah) Paijah! Jangan kau lari kesana. Jangan kau lari kesana! Jangan kau berteduh di bawah atap rumah lelaki yang bukan lakimu.

PAIJAH : (bergayut pada sandaran bangku) Leman pengecut! Jawablah si Kontan itu Man!

SOLEMAN TETAP BUNGKAM, MAT KONTAN MENDEKATINYA BIARPUN HATINYA TAKUT SEKALI

MAT KONTAN : Jadi kau tahu ya, siap yang membunuh beo saya ha?

SOLEMAN : (memandang ke wajh paijah)

PAIJAH : Jawablah Man, sebelum kau dicincangnya!

SOLEMAN (MEMANDANG MAT KONTAN SEHINGGA MAT KONTAN MUNDUR. KETIGANYA SALING PANDANG DENGAN LIAR. KETIGANYA SALING BENCI.

MAT KONTAN : (akan masuk kerumah dan mengancam keduanya) Kalau begitu akan saya ambil golok. Akan saya bunuh kalian keduanya bila tak ada yang mengaku!

PAIJAH : Mat Kontan lakiku (setelah dilihat mat kontan, ia memandang soleman mengejek) Saya bunuh burungmu itu.

MAT KONTAN : (melangkah) Kenapa burung saya kau bunuh?

PAIJAH : Karena ia selalu mengejek saya!

MAT KONTAN : (heran berjalan mendekati) Dia mengejek kau? Ha?

PAIJAH : Dia mengejek saya dengan perkataan itu, jangan cubit saya! Jangan cubit saya! (sambil melihat soleman).

MAT KONTAN : (makin mendekati paijah).

PAIJAH : Hancurkan diri saya! Coba! (lalu menangkup bangku).

IX
SOLEMAN HANYA MEMANDANGI SAJA, SEDIKITPUN IA TAK MELANGKAH. PAIJAH BANGKIT DAN MEMANDANGNYA GARANG

PAIJAH : Hai lelaki pengecut! Bukankah kau bilang, berjanji akan melindungi saya ha? Kau diam saja sekarang kayak tunggul!

MAT KONTAN HERAN MEMANDANG SOLEMAN

SOLEMAN : (baru kemudian berjalan selangkah) Saya hanya kepingin melihat melihat kau takut. Juga kepingin melihat Mat Kontan takut. Dan juga kepingin merasakan kalau saya takut, seperti yang bapak saya alami!\

PAIJAH : Kau takut ya?

SOLEMAN : Saya kepingin melihat Mat Kontan menyentuhmu seujung kumis nyamuk. Melukaimu barang seiris bawang. Tapi rupanya ia tak berani.

PAIJAH : Jangan kau bikin gara-gara memanasi dia, Soleman keparat. Akuilah dulu perbuatan kau!

MAT KONTAN : (pada paijah) Jadi Soleman tahu siapa yang bunuh burungku?

PAIJAH : Ya, ia yang tahu!

MAT KONTAN : Tapi kenapa kau yang mengaku ha? (giginya gemeretak).

PAIJAH : Karena saya kasihan melihat dia begitu pengecut tadi.

MENDENGAR INI SOLEMAN JADI GERAM, LALU BERTERIAK

SOLEMAN : Sayalah yang membunuh burung beo itu! (berjalan lambat mendekati Mat Kontan. Mat Kontan memandangi agak takut) Sayalah yang melakukannya!

MAT KONTAN : (berputar mengambil tempat dekat rumahnya) Jadi kenapakau bunuh dia? Kau iri pada saya ya?

SOLEMAN : Ya, saya iri!

MAT KONTAN : Memang benar tebakan saya tadi.

SOLEMAN : Ya! Saya iri pada semua yang kau punyai. Pada uangmu, pada binimu, pada anakmu, pada burungmu. Dan pada kesombongan kamu!

MAT KONTAN : Memang kau jahanam!

SOLEMAN : Memang saya jahanam. Tapi kau juga jahanam (dan membalikan badan kearah paijah) Kau juga jahanam. Dan burung itu juga jahanam! (lambat) dan anak yang menangis itu juga jahanam.

MAT KONTAN : Kenapa kau hina anak saya ha?

SOLEMAN : Ia bukan anakmu!

MAT KONTAN : Apa katamu?

PAIJAH : Soleman!

SOLEMAN : Sekarang kau jangan banyak omong. Jah, malam ini malam yang menentukan kita semuanya. Ya, si Kontan kecil itu memang bukan anakmu, Mat!

MAT KONTAN : Anak siapa coba?

SOLEMAN BERJALAN LAMBAT MENUJU KETEMPAT KELAM, SUARANYA SEPAROH MENGAMBANG

SOLEMAN : Saya percaya, kau sendiri belum yakin selama ini bahwa ia itu anakmu. Kau sering menebarkan berita setelah anakmu lahir kemana saja untuk menutupi hal itu. Hal, bahwa sebenarnya kau bukan lelaki. (membalik badan dengan cepat). Dan itu menyakitkan hati saya, sebab kesombongan yang satu ini bukan kau punya dengan syah. Dan saya juga tidak bisa mempunyainya dengan syah. Sebab surat nikah ada di tangan kau, Kontan. (Soleman lalu duduk di bangku mat kontan) Bangku ini juga jahanam! Karena Paijah sering duduk di sini terkadang sampai malam. Dan saya duduk di sana (menunjuk bangkunya) Kami saling memandang (kepada kontan). Kenapa kau sering tak di rumah, Tan? Itu juga perbuatan yang jahanam.

MAT KONTAN : Sekarang jawab saja dengan pendek, jangan bikin saya botak. Anak itu anak siapa?

SOLEMAN BERDIRI

PAIJAH : (setengah menangis) Jangan kau bilang Man!

SOLEMAN : (berjalan mendekati kontan dengan pandangan yang mencekam pada paijah) Akan saya jawab. Kau rela? (pendek lambat) Anak itu anak saya dari darah daging saya!

MAT KONTAN : Biadab kalian!

IA BERLARI KE PINTU RUMAHNYA, TAPI TERHENTI MENDENGAR ANAK MENANGIS

PAIJAH : Anakku mau dibacoknya! (melompat, tapi tertelungkup)

SOLEMAN : (membiarkan semua ini berlalu) Kau berteriak minta tolong, di pantai pasir Boblos. Kau ingat itu, Tan? (suaranya lembut) Kau minta satu ujung napas agar kau hidup panjang.

MAT KONTAN MENDENGAR HAL INI JADI KUYU, MUKANYA BERPELUH. SEPERTI TERSENTAK DARI MIMPI, IA LEMPAR GOLOKNYA DAN MELOMPAT MEMELUK SOLEMAN

MAT KONTAN : Man! Sudah kubilang, jangan ceritakan hal itu. Saya kepingin panjang umur.

PAIJAH (BANGKIT DARI PINGSANYA, TERHUYUNG MENUJU BANGKU)

SOLEMAN : Tak jadi kau bunuh saya?

MAT KONTAN : Tidak tahu. O, Man! Kalau tidak tentu saya sudah mati sekarang ini dalam tanah. Saya kelelep di pasir dan tak dapat melihat dunia merdeka ini.

SOLEMAN : Tapi saya tak rela selesai seperti ini.

MAT KONTAN : (berkata sesuatu tak jelas) Ia menuju ke pintu, lalu di pintu ia terhenti. Suaranya mengambang untuk soleman dan paijah. Mat Kontan mengambil golok, menyarungkannya). Kalian tak usah saya bunuh. Karena banyak lagi perempuan di dunia ini (setengah menangis) Leman! Ambillah paijah biniku itu karena kau telah merampasnya. (kepada paijah) Paijah! Ambillah soleman karena sahabat saya itu telah merampasmu!

(Mat Kontan akan masuk ke rumah, tapi tak jadi) Tak usahlah, tak usahlah pamit pada si kecil. Karena dia bukan darah daging, bukan anak saya. (berteriak sedih). Ambillah oleh kalian! Telah kalian rampas seluruh kepunyaan saya!

XI
SEPERTI ANAK KECIL MAT KONTA MENGHAPUS AIR MATANYA DENGAN SARUNGNYA. INGUSNYA KELUAR DAN IA MEMBERSIHKAN INGUS ITU DENGAN BERKATA SESUATU YANG TAK JELAS. JALANNYA BONGKOK, BERHENTI IA DI TEMPAT KELAM.

MAT KONTAN : Saya akan pulang ke kampung kelahiran saya. Malam ini juga.

HILANGLAH MAT KONTAN, UTAI YANG MUNCUL DISUDUT RUMAH MAT KONTAN HANYA TERDUDUK MEMPERMAINKAN PASIR. IA TAK DILIHAT OLEH PAIJAH MAUPUN SOLEMAN. SOLEMAN MEMBANTING GOLOKNYA

PAIJAH : Man. (Soleman tak menjawab dan duduk di bangku rumahnya) Man..............

SOLEMAN : (seperti menyesal, tapi tiba-tiba tersentak sehingga paijah kaget). Barangkali ia bunuh diri, Jah! Saya akan susul..............

PAIJAH :Jangan tinggalkan saya! (memeluk soleman) Jangan tinggalkan saya Man!

utai tiba-tiba berdiri dan tertawa pendek. kedua mereka terkejut sehingga dekapan itu lepas. utai segera lari ke arah mat kontan pergi

PAIJAH : (menahan soleman) Jangan Man!

SOLEMAN : Ia sahabat saya, Jah. Saya tak mau biarkan dia mati begituan. Saya pulangkan dia pada kau, karena kau bukan hak saya yang syah!

PAIJAH : Leman! Jangan kau tinggalkan saya dan anak kita!

SOLEMAN : (mendengar suara tangis bayi). Jah.......

PAIJAH : Anak itu sebaiknya kita bawa ke dukun.

SOLEMAN : Bawa ke Pak Mangun.

MEREKA MASUK KEDALAM PINTU RUMAH PAIJAH, BAYI ITU MASIH MENANGIS

XII
SOLEMAN MUNCUL KEMBALI DAN KELUAR, TERDENGAN SUARA TAWA DARI KEGELAPAN. MAT KONTAN DENGAN GOLOKNYA BERSAMA UTAI. KETIKA MAKIN DEKAT SOLEMAN MELIHATNYA DENGAN GELISAH DAN GUGUP MEMANDANG GOLOK YANG TADI DIBANTINGNYA KE TANAH

MAT KONTAN : (tertawa) Ha! Kau kira saya mau begitu saja meniyerahkan bini saya buat kamu? Hei, ajudan kecil bagaimana?

UTAI : Terus! Pukul saja!

MAT KONTAN : Kau kira siapa saya? Kau kira bisa ke Jawa begini malam? Kau kira kapan saya pulang ibu bapak saya tidak akan membawa anak bini? Kau kira saya juga tak kepingin senang dengan keluarga?

UTAI : Terus! Bacok saja!

MAT KONTAN : Nanti dulu Tai! Biar kita lihat dia ketakutan.

UTAI : Jangan biarkan dia lari.

MAT KONTAN : Hadang sana (kepada soleman) saya ke pantai spesial mengasah golok Cibatu ini buat diasah di kepalamu yang penuh najis itu! Dan saya melaporkan bahwa kau berpelukan dengan Paijah, huh!

SOLEMAN MELIHAT UTAI MENGAMBIL GOLOK YANG DI TANAH. PAIJAH MUNCUL DI PINTU TAPI MASUK KEMBALI. SEMUA MENDENGAR SUARA KERETA APAI MENDERU MAKIN MENDEKAT. SOLEMAN MENCARI KELUAR. TIBA-TIBA IA SUDAH MELOMPAT SAJA KESAMPING UATAI DAN MENGHILANG. UTAI MEMBURU DISUSUL OLEH MAT KONTAN, KETIGANYA TELAH TERTELAN GELAM MALAM.

XIII
PAIJAH YANG MUNCUL DIPINTU MENAHANTANGISNYA. KEPALA ANAKNYA TERUS DIUSAPNYA BIARPUN SI ANAK TERUS MENANGIS. SUARA UBRUK DI KEJAUHAN MAKIN KERAS, TAPI KEMUDIAN SEPI KETIKA TAWA MAT KONTA SEMAKIN MENDEKAT. PAIJAH MENCOBA MENABAHKAN KETAKUTANNYA

MAT KONTAN : (nafasnya masih terengah) Jah!

PAIJAH : (heran) Tan! Jangan bunuh kami, Tan!

MAT KONTAN : (menggeleng) Bodoh saya kalau membunuh kau dan anak ini (didekapnya bininya) Jah! (ia menangis) Kau tahu Jah? Kau tahu si Utai patah lehernya?

PAIJAH : Ha?

MAT KONTAN : Ia ditendang soleman jahanam itu ketika Utai menangkapnya. Tapi Soleman selamat sampai ke gerbong kereta api. Jahanam itu selamat. Saya sempat memukul kepalanya dua kali, Jah. Ia selamat, Ia lolos, Jah. Tapi pikirannya akan selalu diburu!

(bayi menangis) Bawa ke dalam nanti masuk angin lagi!

(Paijah heran memandangi mat kontan) Kenapa kau lihat saya seperti itu? Apa saya ini macan?

PAIJAH : Si Utai, Tan.

MAT KONTAN :Apa boleh buat dia mati. Kalau hidup tentu ia akan menyebarkan berita kerusuhan kita ini. Kita mesti rahasiakan ini, Jah!

XIV
DARI JAUH KALENG SUSU TUKANG PIJAT JELAS MENDEKAT. IA MUNCUL KETIKA PAIJAH MEMBAWA BAYINYA MASUK

MAT KONTAN : Jangan bikin ribut! Anak saya makin sakit!

TUKANG PIJAT : Tan! Kau dicari-cari orang, Tan. Si Utai mati kau tahu?

MAT KONTAN : Ssssst! Jangan berisik. Saya mau pergi mencari dukun.

TUKANG PIJAT : Kabarnya Soleman berkelahi dengan kamu tadi ya? Soal apa?

MAT KONTAN : (makin jauh akan pergi) Dia mencuri burung saya dan uang saya. Ssssst. Jangan berisik...........(menghilang)

TUKANG PIJAT : Punya anak satu kayak selusin saja. Kontaaaaaan, Kontaaaan

IA TERCENUNG MELIHAT MAT KONTAN MAKIN JAUH

XV
TANGIS BAYI YANG MAKIN MENINGGI MENYEBABKAN TUKANG PIJAT ITU MENDEKAT. TAPI KEMUDIAN TANGIS ITU TERHENTI DI DALAM PUNCAKNYA. TERDENGAR RAUNG PEREMPUAN DI DALAM. KEMUDIAN PINTU TERHEMPAS KELUARLAH PAIJAH DALAM RAMBUT KUSUT MASAI. HAMPIR MENABRAK TUKANG PIJAT. TANGIS PAIJAH TERDEKAM KE DADANYA. BERHENTI IA MENANGIS DARI TEMPAT KELAM ITU. LAMBAT IA BERJALAN MENUJU TUKANG PIJAT, SETENGAH BERTERIAK.

PAIJAH : .......Pak! Anakku mati Pak!

SITUA BELUM SEMPAT BERTANYA, PEREMPUAN ITU MELARIKAN DIRI KE ARAH MAT KONTAN TELAH MENGHILANG.

*****SELESAI*****

Tidak ada komentar:

Posting Komentar