Naskah tersebut ditulis pada tahun 1982. Naskah drama "Nyonya-Nyonya" bercerita tentang seorang Tuan pedagang barang antik yang gemar menghampiri rumah seorang Nyonya bersuamikan Datuk. Pedagang antik yang kerap datang ke rumah Nyonya untuk berteduh pun kerap juga mendapat omelan Nyonya karena khawatir keberadaan Tuan menimbulkan pandangan negatif dari tetangga. Setiap kali Nyonya mengusir Tuan untuk pergi ke rumah, Tuan selalu tidak mau dengan berbagai alasan. Tuan bahkan rela membayar tempat yang menjadi teduhannya. Mulai dari teras rumah, kursi ruang tamu, kursi dapur, hingga kamar Nyonya. Nyonya mau bagian-bagian dari rumahnya dibeli jika harganya tinggi.
Nyonya yang bersuamikan Datuk juga diceritakan memiliki Ponakan A, Ponakan B, dan Ponakan C. Para Ponakan tersebut rela membohongi Nyonya terkait harta pustaka demi mendapatkan uang dari Nyonya. Mereka melakukannya agar uang yang didapatkan bisa digunakan untuk membiayai biaya rumah sakit Datuk yang sudah lama dirawat. Dengan begitu, mereka tidak lagi dikatakan sebagai ponakan yang tidak tau adat.
Di dalam naskah, tokoh-tokoh perempuan digambarkan sebagai perempuan yang materialis serta perempuan yang mengalami kemerosotan moral. Tokoh Nyonya digambarkan sebagai perempuan yang rela menjual harga dirinya demi uang. Tokoh-tokoh Keponakan digambarkan sebagai tokoh yang rela berbohong dan mengancam berbuat kekerasan demi untuk mendapatkan uang.
Melalui sikap-sikap yang digambarkan dalam naskah itulah yang membuat naskah drama ini hadir untuk memberikan kritik pada kemorosotan moral yang terjadi di masyarakat. Seperti tindakan korupsi, tindakan suap, memudarnya rasa hormat pada orang yang lebih tua, dan mudahnya masyarakat melakukan tindakan kekerasan.
Tidak hanya itu, dialog di dalam naskah yang bertuliskan, “Tuan: Benar juga firasat saya. Dimana pun juga di atas dunia ini, rumah mewah selalu tidak ramah pada tamu!” juga menjadi kritik sosial bagi orang-orang kaya yang memiliki sikap individualisme.
Meski naskah drama "Nyonya-Nyonya" ditulis pada tahun 1982, tetapi kritik sosial yang terkandung masih sangat relevan dengan keadaan saat ini.
NYONYA-NYONYA
Karya : Wisran hadi
DRAMATIC PERSONAE
TUAN Pedagang Barang Antik
NYONYA Istri Kedua Datuk
PONAKAN A Kemenakan Suami Nyonya
PONAKAN B Kemenakan Suami Nyonya
PONAKAN C Kemenakan Suami Nyonya
ISTRI Istri Tuan
DI TERAS
TUAN
Drastis! Perubahan cuaca memang sulit dipastikan, walau pun televisi setiap malam mengumumkan ramalannya. Sulitnya di sini, mereka meramal tanpa memperhitungkan kondisi-kondisi lain. Akibatnya, yang jadi korban selalu saja orang-orang seperti saya. Berdiri berjam-jam sejak senja, taksi tak ada yang lewat, dan malam tiba-tiba saja turun!
Mestinya pedagang barang antic seperti saya harus dilindungi dari bencana alam yang datang mendadak. Bukan hanya karena langkanya pedagang barang antic, tapi karena barang antik itu sendiri yang sudah langka sekarang.
Tetapi, ah! Orang-orang itu! jangankan untuk melindungi saya, mereka datang ke sini maunya hanya duduk, berderet-deret dalam gelap lagi – berbisik menggunjungkan saya dan menunggu-nunggu tindakan apa lagi yang akan saya lakukan.
NYONYA (Mematikan Tape Recorder dan datang dengan berang menemui Tuan)
Bagus sekali, Tuan! Bagus. Tenu Tuan sudah menyusun alas an pula untuk dapat berdiri di teras rumahku ini. Hari telah malam, taksi tidak ada yang lewat, ramalan TV meleset dan sebagainya, dan sebagainya! Apa kata orang-orang itu nanti, kalau mereka melihat Tuan terus berdiri di sini. Kalau disangka Tuan sedang bermain drama ya…. Mungkin tidak apa-apa. Tapi, kalau mereka menyangka Tuan sedang mengintai saya yang sedang berdandan di kamar kan susah. Ekor persoalannya, Tuan. Ekornya.
TUAN
Maaf, Nyonya. Kalau ada taksi, saya akan segera angkat kaki.
NYONYA
Kemarin Tuan berdiri di pekarangan rumahku sendirian. Dengan berbagai alas an, Tuan telah memaksaku menjual satu meter persegi untuk tempat Tuan berdiri, dengan janji akan menjaga keperluan-keperluan dan hakku terhadap teras dan rumahku.
TUAN
Nyonya boleh marah, tapi dalam keadaan seperti sekarang tidak baik. Bagaimana pun marahnya Nyonya, mengingat kondisi-kondisi tertentu kemarahan itu harus ditunda dulu. Bila keadaan sudah normal, barulah Nyonya boleh menyesuaikan marah Nyonya dengan keadaan itu.
NYONYA
Tuan mengira teras rumahku ini halte bus!? Tak useh ye! Ayo pergi! jangan berdiri di situ! Pergi! namaku tidak boleh cacat di mata umum. Berapa kali harus kukatakan pada Tuan! Namaku, namaku! Apa semua pedagang barang antic selalu tuli!?
TUAN
Tenggang rasa sedikit, Nyonya. Saya hanya sebentar saja.
NYONYA
Yang sebentar itu yang berbahaya, Tuan! Aduh… ah, Tuan ini. Ekornya, Tuan. Bagi orang lain, ekor apa pun pasti enak. Mereka mengira aku… dan Tuan…. Ah, pergilah! Pergilah, Tuan. Apa Tuan tidak paham dengan ekor persoalan ini?
TUAN
Pergi? kembali berdiri di pekarangan itu? uh, apa Nyonya kira saya ini satpam! Sejak kapan Nyonya menggaji saya menjadi petugas keamanan rumah macam begini!
Memang satu meter persegi dari pekarangan Nyonya telah kubeli untuk aku dapat berdiri agar Nyonya tidak seenaknya mengusirku, tapi kan tidak selamanya orang harus konsekuen berdiri di atas miliknya sendiri, ya kan?
NYONYA
Nama baikku, Tuan. Nama baikku nanti rusak.
TUAN
Nyonya jangan berprasangka yang bukan-bukan. Dan lagi, apa hubungan nama baik Nyonya dengan saya. Kalau sekiranya…. Ini sekiranya, Nyonya, saya berada di dalam rumah Nyonya, pantas Nyonya curiga
NYONYA
Di dalam rumahku? Ondeh Tuan, oi! Sedangkan di teras ini saja aku sudah keberatan. Jangan Tuan kira, Tuan dapat dengan leluasa berada di sini setelah berhasil membeli sekeping tanah pekaranganku.
TUAN
Nyonya di dalam rumah mendapatkan kehangatan, sedangkan saya di luar mendapat kedinginan. Apa salahnya Nyonya membagi-bagikan kehangatan Nyonya itu sedikit dengan mengizinkan saya berdiri di teras ini. Nyonya akan dituduh orang kejam, bila Nyonya mengusir seorang yang sedang kedinginan.
NYONYA
Kejam atau tidak, yang penting aku harus menjaga nama baikku. Coba Tuan piker. Ibuku sedang ada di rumah sakit. Bila seorang istri sendirian lalu didatangi lelaki, Tuan tentu tahu ekornya, bukan?
TUAN
Saya juga pernah sendirian di rumah, Nyonya. Ya, dalam keadaan seperti ini pula. Lalu datang seorang wanita cantik. Tapi, tidak terjadi apa-apa.
NYONYA
Tidak mungkin. Tuan sok alim!
TUAN
Tidak percaya? Tanya istri saya.
NYONYA
Perlu Tuan ketahui, aku memang bukan turunan bangsawan, tapi jelas bukan wanita murahan. Jika Tuan tetap berdiri di sini, aku akan berteriak sekeras-kerasnya sampai orang-orang itu datang dan menuduh Tuan memerkosaku. Tuan akan dipukul babak belur!
TUAN
Kalau saya seperti lelaki lain, pasti Nyonya sudah saya perkosa! Nyonya mengatakan, ibu Nyonya tidak ada di rumah. Nyonya mengatakan dengan penuh nafsu pula, suami Nyonya dirawat di rumah sakit. Keterangan Nyonya itu saja sudah merupakan undangan bagi setiap ellaki memerkosa Nyonya. Tapi saya tidak, Nyonya. Saya pedagang. Saya harus memikirkan untung rugi terhadap sesuatu yang akan dilakukan.
NYONYA
Apa untungnya Tuan berdiri di sini?
TUAN
Tidak ada.
NYONYA
Ruginya?
TUAN
Waktu saya terbuang beberapa lama.
NYONYA
Kalau Tuan merasa rugi, kenapa amsih juga berdiri di sini.
TUAN
Inilah yang disebut intuisi seorang pedagang barang antic! Tidak percaya? Tanya istri saya. Rugi harus dipikul lebih dulu sebelum memperoleh keuntungan. Dan, barang antic Nyonya memang harus dinantikan dengan sabar.
NYONYA
Justru yang rugi malahan aku. Tuan rugikan aku dengan Tuan di teras rumahku. Nama baikku bisa rusak.
TUAN
Jadi, Nyonya merasa nama baiknya dirugikan?
NYONYA
Iya! Iya! Ondeh Tuan, oi! Berapa kali harus kuulang!
TUAN
Astaga! Merugikan orang lain, suatu pekerjaan yang paling tercela! Saya belum pernah merugikan orang lain, Nyonya. Tidak percaya? Tanya istri saya.
NYONYA
Makanya, Tuan harus pergi.
TUAN
Sabar sedikit Nyonya. Taksinya! Taksinya belum ada yang lewat.
NYONYA
Tuan benar-benar pedagang yang tidak mau mengerti dengan kerugian orang lain! Badak!
TUAN
Berapa kerugian yang Nyonya deritakan selama saya berdiri di teras rumah Nyonya ini?
NYONYA
O, Tuan menilai kerugianku dengan uang! Uh, tak useh ye! Apa Tuan kira semua perempuan dapat dibeli dengan uang! Ah, ekornya pasti tidak enak kalau begini.
TUAN
Lalu dengan apa kerugian Nyonya diganti!?
NYONYA
Kembali ke tempat Tuan berdiri semula. Itu sudah lebih dari segalanya.
TUAN
Hari sudah malam. Taksi belum ada yang lewat. Kalau saya berdiri di halaman, pasti orang akan mengatakan saya ini penjaga rumah Nyonya. Apalagi saya emngidap penyakit malaria
NYONYA
Pergi, Tuan! Pergi. ekornya tidak baik, Tuan. Nama baikku akan hancur berderai-derai.
TUAN
Tunggu sebentar, Nyonya. Saya memang akan pergi juga.
NYONYA
Harus sekarang!
TUAN
Ingat, Nyonya. Walau pun istri saya, bahkan ibu kandung saya sendiri, tidak berani mengusir saya seperti yang Nyonya lakukan! Tidak percaya? Tanya istri saya….
NYONYA
Tuan pedagang yang terhormat, aku tidak mau dirugikan! Tidak mau! Pergi!
TUAN
Nyonya mengatakan rugi, rugi, rugi, rugi! Nyonya rugi! Baik. Saya bayar! Berapa kerugian Nyonya! Tapi, Nyonya sendiri tidak mau dibayar dengan uang. Lalu apa harus saya bayar dengan nyawa, cinta atau celana?
NYONYA
Pergi! itu sudah pembayaran yang pantas!
TUAN
Malaria saya bagaimana, Nyonya!?
NYONYA
Bukan urusanku!
TUAN
Benar juga firasat saya. Di mana pun juga di atas dunia ini, rumah mewah selalu tidak ramah pada tamu!
NYONYA
Tuan jangan bicara macam-macam di sini. Rumahku yang mewah ini dibuat bukan untuk kepentingan ramah tamah, tapi untuk kesenanganku dengan suamiku! Ah, ekornya Tuan. Ekornya, kritik Tuan itu sangat menggelisahkan pemilik rumah mewah lainnya. Pergilah, Tuan! Pergi. aku benci dengan orang-orang yang suka mengkritik, apalagi hanya unuk melindungi kepentingannya sendiri.
TUAN
Malaria, Nyonya. Malaria saya!
NYONYA
Tuan! Rumahku ini bukan ruamh sakit. Bukan tablet untuk obat malaria!
TUAN
Jadi, Nyonya benar-benar mau mengusir saya?
NYONYA
Tidak main-main, Tuan! Apalagi kalau berhadapan dengan orang seperti Tuan!
TUAN
Saya juga serius seperti Nyonya! Apa Nyonya kira pedagang barang antic itu orangnya santai!?
NYONYA
Aku tidak mau melayani debat kusir! Pergi!
TUAN
Persoalannya bukan persoalan kusir, Nyonya. Ini persoalan taksi, malaria, hari yang semakinlarut, mau dituduh jadi satpam atau tidak, nama baik, persoalan ekor…ekor…
NYONYA
Pergi! pergi, Tuan! Apa perlu kutanggalkan semua pakaianku agar Tuan segera berlari memelukku! Oh, oh… salah! Berlari menghindari diri karena Tuan malu melihat seorang perempuan tidak berpakaian di depan Tuan!
TUAN
Setan! Rumah Nyonya baru seperti ini sudah berani mengusirku! Ini kan gedung pertunjukan, Nyonya!
NYONYA
Ha? Gedung pertunjukan? Ah, masa bodoh! Tapi kan cukup mahal, Tuan! Terasnya dari marmer! Tuan tahu harga tempat Tuan berdiri saat ini?
TUAN
Kan hanya empat buah marmer yang terpakai untuk saya berdiri!
NYONYA
Apa? Empat buah? Tanpa pondasi? Tanpa ada marmer lainnya, keempat marmer yang Tuan injak tidak berharga sama sekali
TUAN
Berapa harga seluruh marmer dan pondasinya?
NYONYA
Jadi, ongkos tukang, pemborong, pajak dan ongkos mendapatkan ijin bangunan tidak Tuan hitung? Apa Tuan tahu kenaikan harga semen sekarang?
TUAN
Baiklah. Pembangunan rumah Nyonya ini memang tidak saya ketahui secara persis biayanya. Nah, coba Nyonya jelaskan berapa harga marmer, pemasangan, pondasi, atapnya dan….
NYONYA
Khusus eras, lima ratus ribu!
TUAN
Lima ratus ribu? Bohong! Nyonya jangan terlalu banyak mengambil keuntungan untuk rumah Nyonya sendiri.
NYONYA
Jadi, menurut Tuan berapa?
TUAN
Paling-paling tiga ratus ribu. Itu pun sudah termasuk komisi dan pajak penjualan.
NYONYA
Apa? Tiga ratus ribu? Apa Tuan sudah gila?
TUAN
Tiga ratus lima puluh?
NYONYA
Lima ratus ribu!
TUAN
Empat ratus ribu!?
NYONYA
Lima ratus ribu. Tidak kurang satu sen pun!
TUAN
Empat ratus lima puluh ribu?
NYONYA
Lima ratus ribu! Li-Ma-Ra-Tus-Ri-Bu! Tuan bisa bayangkan uang sebanyak itu, bukan!
TUAN (Mengambil uang dari tasnya)
Baik. Lima ratus ribu!
NYONYA
Apa itu? uang? Apa Tuan kira aku mau menjual marmer terasku?
TUAN
Ingat, Nyonya. Kita telah tawar menawar. Saya telah memenuhi harga yang Nyonya tetapkan. Nyonya tidak dapat menolak begitu saja. ini. Terima.
NYONYA
Tidak bisa.
TUAN
Jadi, Nyonya membatalkan transaksi ini secara sepihak? Nyonya bisa dituntut di pengadilan. Nyonya tahu Undang-undang perdagangan, bukan?
NYONYA
Jadi, Tuan memperdagangkan undang-undang!?
TUAN
Jangan mengalihkan persoalan, Nyonya. Kalau Nyonya tidak mematuhi undang-undang perdagangan, saya akan pergi ke pengadilan sekarang juga! Nyonya akan saya tuntut telah berbuat seenaknya terhadap konsumen. Nama Nyonya akan jatuh. Nyonya akan dipenjarakan! Bahkan, nama suami Nyonya sendiri akan dilibatkan. Rumah ini akan disita. Apa Nyonya mau resiko begitu?
NYONYA
Aku dapat berlindung di bawah Lembaga BanTuan Hukum!
TUAN
Tentu saja. tapi sementara banuan datang, Nyonya telah dipenjarakan. Potret Nyonya akan terpampang di Koran-koran dalam boks kriminal!
NYONYA
Tuan jangan menakut-nakuti. Aku cukup berani dengan gertak sambal laki-laki.
TUAN
Kalau Nyonya tidak percaya, sekarang juga akan saya buktikan! Biar hari telah larut malam begini, biar malariaku kambuh lagi, tidak jadi soal bagi saya, Saya akan berlari-lari ke pengadilan! Baru Nyonya tahu rasa!
NYONYA
Tuan benar-benar akan mengadukan ke pengadilan?
TUAN
Tidak pandang bulu, Nyonya!
NYONYA
Ekornya, Tuan. Ekornya!
TUAN
Tidak pandang ekor, Nyonya!
NYONYA
Wah, gimana ini?
TUAN
Nyonya, bilang sekali lagi “Tidak bisa” saya kan segera melompat ke halaman dan lari secepat kilat menuju pengadilan! Ayo, Nyonya! Katakan. Katakan “Tidak bisa.
NYONYA (Gugup)
Tuan hanya membeli empat buah marmerku, bukan?
TUAN
Ya.
NYONYA
Dengan harga seluruh marmer yang ada?
TUAN
Bagi saya cukup punya Nyonya yang sedikit ini saja. saya bayar dengan harga tinggi karena saya tidak mau merugikan orang lain. Tapi, bila orang lain merugikan saya… ke pengadilan! Ke pengadilan, Nyonya!
NYONYA
Suamiku pasti marah.
TUAN
Terserah, Nyonya. Nyonya lebih suka memilih penjara daripada dimarahi suami?
NYONYA
Ibuku tentu akan memaki-makiku
TUAN
Terserah, Nyonya kata saya. Masuk penjara dan nama baik Nyonya hancur atau…? (Menyerahkan uang dengan paksa)
NYONYA (Menerima uang itu dengan gugup)
Ya Tuhan (mencium uang itu beberapa kali) Jadi, Tuan tidak akan mengatakannya pada siapa pun juga, bukan?
TUAN
Tidak ada urusan jual beli ini dengan siapa pun!
NYONYA (Menghitung uang itu penuh nafsu)
Jadi, Tuan akan tetap di sini sampai… sampai… hujan reda…
TUAN
Hujan? Ya… ya, hujan! Bila besok hujan lagi, saya akn tetap berdiri di sini. Nyonya tidak berhak mengusir saya
NYONYA (terus menghitung uang) Jadi, harga empat buah marmerku lima ratus ribu? Betapa mahal Tuan telah membelinya.
TUAN
Begitulah hukum perdagangan, Nyonya. Dasarnya persetujuan, bukan mutu barang.
NYONYA (Masih menghitung uang)
Kenapa Tuan berani membelinya dengan harga tinggi?
TUAN
Kalau Nyonya sendiri yang jadi pedagang marmer, belum tentu harganya setinggi itu.
NYONYA (terus menghitung uang)
Karena mutu marmerku?
TUAN
Karena ukuran marmer Nyonya cukup untuk saya
NYONYA (Terus menghitung uang)
Cukup pas untuk Tuan?
TUAN
Permisi dulu, Nyonya. (pergi)
NYONYA
Tuan tidak ke pengadilan, bukan? (memperbaiki dandanan)
NYONYA MEMASUKAN UANG ITU KE DALAM TAS. TIBA-TIBA DATANG SEORANG NYONYA LAIN, PONAKAN A.
NYONYA
Kenapa datang tergesa? Kamu dari rumah sakit? Apa Datuk (kakek) mu memerlukan sesuatu? Apa dokter mengatakan Datukmu akan dioperasi? Katakan cepat. Saya cemas sekali dengan kedatanganmu yang tiba-tiba begini.
PONAKAN A
Aku tergesa karena memerlukan sesuatu
NYONYA
Semuanya sudah kusediakan sebelum meninggalkan rumah sakit pagi tadi. Apa lagi yang diperlukan?
PONAKAN A
Aku memerlukan keseriusan!
NYONYA
Baik, baik. Aku serius. Katakan.
PONAKAN A
Setelah kuselidiki ke sana ke mari, ternyata Datuk telah membohongi kami.
NYONYA
Kamu dibohongi? Kemenakannya sendiri?
PONAKAN A
Tak terkecuali. Tapi, benar juga. Kita akan membohongi siapa pun kalau persoalannya uang! Datukku juga begitu!
NYONYA
Kok sampai begitu?
PONAKAN A
Datuk mengatakan si pembeli tanah pusaka itu belum melunasi pembayarannya. Tapi setelah kutanya langsung pada pembelinya, uang itu telah lunas dibayar pada Datuk. Tanda bukti penerimaan uang itu ada padanya.
NYONYA
Jadi, kamu ingin menanyakan padaku tentang uang itu? maaf saaja. Aku tidak tahu sama sekali. Aku tidak berhak ikut serta dalam persoalan tanah pusaka kaum kalian.
PONAKAN A
Tapi….
NYONYA
Tapi apa?
PONAKAN A
Datuk berjanji akan membagi-bagikan uang itu pada kami. Setelah setahun di tunggu, berita saja tidak…. Apalagi pembagian uang. Tentu Datukku telah menghabiskannya sendiri.
NYONYA
Jadi kamu menganggap uang itu digunakan Datukmu untuk keperluanku?
PONAKAN A
Kalau idak, kemana larinya uang sebanyak itu? beli mobil, tidak. Pakaian mewah, tidak. Naik haji, belum! Kawin lagi, juga tidak.
NYONYA
Tanyakan saja pada Datukmu.
PONAKAN A
Dokter melarangnya bicara
NYONYA
Karenanya, kamu tidak berhak mencurigai harta bendaku
PONAKAN A
Tapi berhak mengetahui dimana uang tanah pusaka itu disimpan Datukku
NYONYA
Tidak ada hubungannya denganku
PONAKAN A
Tapi kamu istrinya, bukan!?
NYONYA
Jadi, kamu ke sini mau menuntutku?
PONAKAN A
Apa boleh buat
NYONYA
Selama empat bulan lebih, Datukmu di rumah sakit, hanya aku yang menjaga dan emnanggung biaya obat-obatnnya. Mahal. Kamu tentu tidak akan pernah tahu berapa biaya obat-obatan untuk menyembuhkan penyakit kanker lidah, bukan?
PONAKAN A
Ternyata sekarang dauk belum juga boleh bicara
NYONYA
Soal Datukmu dapat bicara atau tidak, itu urusan lain. Tapi, perlu kujelaskan padamu bahwa aku sebagai isrinya elah berbuat lebih dari segalanya. Kalau suamiku itu punya banyak kemenakan, coba mana kemenakannya yang datang atau ikut membantu biaya perawatannya? Tidak seorang pun! Hanya kamu sendirilah yang datang, itu pun untuk urusan tentang uang tanah pusakamu! Tapi benar juga, suamiku menganggap bahwa kemenakannya yang banyak itu hanya tahu pada hak tapi tidak pada kewajiban. Sudah begitu besarnya pengorbananku, aku malah dicurigai. Ekornya nanti. Ekor persoalan begini tidak baik.
PONAKAN A
Mungkin uang itu di simpan di Bank
NYONYA
Kamu boleh bongkar seluruh isi rumahku ini. Tidak akan kamu temui surat-surat bank di sini. Jangankan surat bank, surat kabar saja aku tidak pernah suka!
PONAKAN A
Aku khawatir penyakit yang diderita dauk selama ini disebabkan kutukan nenek moyang
NYONYA
Kutukan, katamu?
PONAKAN A
Ya. Hampir semua orang yang memakai uang dari penjualan tanah pusaka mendapat penyakit yang aneh-aneh.
NYONYA
Penyakit suamiku itu bukan penyakitt yang aneh! Tapi, Kanker! Kanker lidah! Kanker dapat menyerang apa saja, siapa saja dan dimana saja. seperti iklan Coca-Cola, heheehe….
PONAKAN A
Tapi, kenapa sampai sekarang dia masih belum boleh bicara?
NYONYA
Siapa saja yang mengidap penyakit kanker lidah saat ini, tidak akan mampu bicara apa-apa. Walau pun, misalnya dia tidak suka melihat kemenakannya sendiri!
PONAKAN A
Diam kamu! Jangan menyinggung aku! Mungkin doktter di rumah sakit itu sengaja mengada-ada. Dia menakut-nakutimu supaya kamu cepa-cepat mina cerai!
NYONYA
Tidak. Sebelum Datukmu mendapat kanker lidah itu, dia sering kali menjila-jilat jempolnya. Waktu itu dia segera kubawa ke rumah sakit gila
PONAKAN A
Jadi, Datukku kamu bawa ke rumah sakit gila? Gila! Padahal Datukku bukan orang yang gila-gilaan!
NYONYA
Mungkin perawat rumah sakit jiwa itu yang gila, agaknya!
PONAKAN A
Gejala aneh! Pasti kena kutukan. Itulah akibatnya kalau Datuk tidak jujur dalam pembagian warisan.
NYONYA
Jujur atau tidak, lain persoalan. Walau lidah suamiku akan dipotong sekali pun, aku tetap menjadi istrinya yang setia. Suamiku selama ini merasa terasing dari kemenakannya. Itu sebabnya dia memercayaiku.
PONAKAN A
Hah! Memercayaimu daripada aku? Kemenakannya sendiri!? uh! Apa kamu kira adat kite telah berubah?
NYONYA
Kata suamiku, kemenakan sekarang hanya tahu enaknya saja. tidak ada lagi kemenakan yang mau merawat Datuknya, kalau tidak ada maksud-maksud tertentu. Katanya lagi, kalau tidak ada berada, masakan tempua bersarang rendah!
PONAKAN A
Cukup! Jangan menghina! Bila kamu sudah bosan dengannya, Datukku akan kubawa pulang ke kam pung! Katakan sekarang juga kalau kamu sudah bosan. Katakan! Datukku akan kuangkat pulang. Uh! Kamu kira posisi istri lebih menentukan daripada kemenakan.
NYONYA
Bagaimana kamu akan membawanyya dari rumah sakit, sedangkan ongkos perawatannya begitu mahal dan belum dibayar semua
PONAKAN A
Lima juta Sembilan ratus ribu rupiah akan kubayar! Aku ini kemenakannya, tahu!
NYONYA
Kalau kamu punya uang sebanyak itu, kenapa uang tanah pusaka yang hanya sekian ratus ribu mati-matian ingin kamu dapatkan
PONAKAN A
Aku menuntut keadilan!
NYONYA
Kenapa tidak ke pengadilan saja?
PONAKAN A
Tidak perlu!
NYONYA
Jadi, kamu minta keadilan pada Datukmu yang tidak bisa bicara?
PONAKAN A
Apa kamu kira keadilan hanya milik mereka yang dapat bicara saja? jangan menghina keadilan!
NYONYA
Baik. Tapi ke mana Datukmu akan kamu bawa? Sementara, rumahmu telah disita bank karena utang yang tidak dapat kamu lunasi?
PONAKAN A
Setan. Kamu merasa berada di posisi yang kuat karena Datukku elah membuatkan kamu sebuah rumah mewah ini! Pantas uang tanah pusakan kami habis sama sekali
NYONYA
Cukup! Rumah ini tidak dibuat dengan orang lain! Kamu tahu, Datukmu itu hanya mampu memperbaiki kamar mandi saja!
PONAKAN A
Diam kamu! Datukku itu seorang bangsawan, tahu! Kamu mau dikawininya karena kamu ingin bersuamikan seorang bangsawan. Uh! Apa kamu kira seorang bangsawan harus membayar kamar seorang gundik?
NYONYA
Tutup mulutmu! Bagaimana pun juga, aku istrinya. Tercinta dan terpercaya.
PONAKAN A
Aku kemenakannya. Yang selalu setia menjaga tanah pusaka!
NYONYA
Baiklah. Lalu, kamu mau apa?
PONAKAN A
Serahkan uang penjualan tanah pusaka kami.
NYONYA (Jengkel sekali)
Kemenakan suamiku yang terhormat, tidak serupiah pun uangmu di simpan di sini!
PONAKAN A
Pasti ada. Pasti! Sudah kutanyakan pada dukun-dukun dan jawabannya sama!
NYONYA
Dukun? Oh, tidak. Tidak. Tidak ada di sini!
PONAKAN A
Pasti. Kalau tidak…. (mengeluarkan pisau dari dalam tas dan mengancam)
NYONYA (Gugup sekali)
Ekornya…. Ekornya tidak baik. Namaku nanti hancur.
PONAKAN A
Ekor kamu pun akan kutusuk! Aku tidak segan-segan melakukannya biar di depan orang ramai sekali pun!
NYONYA
Ekornya… ekornya… simpanlah. Simpan.
PONAKAN A
Kamu takut kan? Syukurlah. Aku akan takut, kalau kamu tidak takut. Ayo serahkan uang itu, kalau tidak…. (Menikam-nikamkan pisau itu ke lantai)
NYONYA
Jadi… Jadi… Kamu…. Perlu…. Uang. Baik. (mengeluarkan uang dari dalam tas)
PONAKAN A
Aku tidak perlu uangmu, tapi uang penjualan tanah pusaka.
NYONYA
Apa pun namanya, ini tetap uang nilainya sama (Memasukan uang ke dalam tas Ponakan A)
PONAKAN A (Membiarkan tasnya begitu saja)
Tidak mau!
NYONYA
Ini. Lagi. (memasukan lagi sejumlah uang ke dalam tas Ponakan A)
PONAKAN A (Membiarkan tasnya begitu saja)
Tidak mau.
NYONYA
Ini. Lagi.
PONAKAN A
Tidak mau.
NYONYA
Ini. Lagi.
PONAKAN A (Merasa menang dan meraba-raba tasnya)
NYONYA (Merebut pisau di tangan Ponakan A dan dengan cepat menghunusnya)
Serahkan uang itu kembali!
PONAKAN A (Ketakutan)
Ekormu… ekormu… tidak baik bagi kesehatan suamimu..
NYONYA (Gugup memegang pisau itu)
Serahkan cepat. Bagaimana pun ekornya, uangku harus kembali!
PONAKAN A (Mundur)
Nanti namamu cacat. Nama suami juga cacat. Semua akan cacat. Cacat… (merebut pisau di tangan Nyonya dan berlari keluar)
NYONYA (Tersentak dan sadar pisaunya sudah tidak di tangannya lagi)
Uang marmerku! Uang marmerku! Marmer! Mar… mer! (Mengejar Ponakan A keluar)
LAMPU PADAM
DI RUANG TAMU
TUAN DATANG DAN LANGSUNG DUDUK DI KURSI. DIA DUDUK DENGAN SANGAT ENAK. SEMENTARA ITU, NYONYA DATANG TERENGAH-ENGAH. DIA KESAL SEKALI KARENA TIDAK BERHASIL MENGEJAR PONAKAN A. DIA TERKEJUT MELIHAT TUAN SUDAH DUDUK DI RUANG TAMU. LALU, SEMUA KEKESALANNYA ITU DILAMPIASKANNYA PADA TUAN.
NYONYA
Ah, Tuan lagi! Kenapa Tuan duduk di sini?
TUAN
Maaf, Nyonya.
NYONYA
Apa Tuan kira setelah berhasil membeli satu meter persegi tanah pekaranganku dan empat buah marmer teras rumahku, Tuan dapat berbuat seenaknya di sini? Tuan, kembali pada milik Tuan yang telah Tuan beli!
TUAN
Cukup lama saya berdiri di teras, di tempat milik saya. Tapi lama-lama tidak tahan juga, Nyonya. Cahaya matahari sore menimpa teras Nyonya keras sekali. Keringat saya mengalir banyak sekali, Nyonya. Panas.
NYONYA
Tuan tahu kursi itu milikku, bukan?
TUAN
Sangat tahu, Nyonya. Tapi, kalau kursi ini dinamakan kursi tamu, tentu semua tamu berhak duduk di sini.
NYONYA
Tamu yang duduk di sini adalah tamu yang diundang dan dihormati. Tuan tidak pantas dihormati karena Tuan tidak pernah kuundang.
TUAN
Diundang atau tidak, kenyataannya saya telah menjadi tamu.
NYONYA
Apa? Jadi tamu, kata Tuan?
TUAN
Ya. Karena saya telah duduk di kursi tamu
NYONYA
Ekornya, Tuan. Ekornya. Nama baikku akan cacat bila menerima tamu seperti Tuan di rumah yang sedang lengang ini.
TUAN
Saya memenuhi fungsi kursi ini sebagai kursi tamu. Jadi, tidak ada hubungannya dengan nama baik Nyonya.
NYONYA
Rumah ini masih punya pemilik, Tuan. Jangan seenaknya Tuan di sini.
TUAN
O, tentu. Pemilik rumah ini, Nyonya bukan?
NYONYA
Kalau Tuan tahu rumah ini punya pemilik, mestinya Tuan minta izin lebih dulu, tahu! Mentang-mentang aku menyediakan kursi tamu, lalu Tuan anggap kursi itu bisa diduduki dengan gampang tanpa prosedur.
TUAN
Kalau begitu izinkan saya duduk, Nyonya. (Berdiri dan duduk kembali)
NYONYA
Berdiri! Aku tidak mengizinkan!
TUAN
Nyonya harus member izin.
NYONYA
Ekornya Tuan, ekornya. Berapa kali harus kukatakan. Nanti bisa terjadi macam-macam.
TUAN (Berdiri dan marah)
Macam-macam bagaimana?
NYONYA
Berapa kali harus kuulang bahwa ibuku belum pulang dan suamiku masih dirawat di rumah sakit.
TUAN
Saya tidak beniat jahat, Nyonya. Tidak percaya? Tanya istri saya.
NYONYA
Lalu, buat apa Tuan duduk di sini?
TUAN
Untuk menghindari panas matahari
NYONYA
Pakai payung!
TUAN
Payungnya lagi dipakai anak-anak menari. Tari payung.
NYONYA
Keluar kataku. Tuan tidak tahu sopan santun. Tuan tidak tahu adat!
TUAN
Negeri ini punya adat, Nyonya. Harimau dalam perut, kambing jugalah yang harus Nyonya keluarkan. Masa Nyonya mau melanggar adat hanya karena emosi.
NYONYA
Harimau, kambing, atau gajah seakli pun harus keluar dari rumah ini. Keluar!
TUAN
Baik, Nyonya. Saya keluar. Tapi bolehkaah saya meminjam kursi ini untuk duduk di teras?
NYONYA
Apa? Tuan mau meminjam kursi ini? Membawanya keluar? Tuan! Bila kursi ini tidak berada lagi di ruang tamu, namanya bukan lagi kursi tamu. Tuan jangan coba-coba mengubah nama barang-barang yang berada di rumahku ini.
TUAN
Memenuhi fungsi sebuah kursi, tidak boleh. Mengubah namanya, tidak boleh. Apa kursi ini begitu keramat sehingga Nyonya mati-matian memertahankannya?
NYONYA
Harganya mahal, Tuan!
TUAN
Benar. Pantas enak sekali diduduki (duduk)
NYONYA
Tentu saja enak, Tuan! Di mana-mana kursi empuk selalu enak diduduki. Apalagi pada saat sekarang ini.
TUAN
Memang wajar Nyonya mempertahankannya. Pantas Nyonya tidak mau tahu lagi dengan adat dan sopan santun. Tapi maaf, Nyonya. Bagaimana pun juga Nyonya mempertahankan. Yang jelas kursi ini sudah ketinggalan mode.
NYONYA
Ketinggalan mode? Apa Tuan sudah gila? Tuan tahu, harga kursi empuk begini sekarang tinggi.
TUAN
Mode sudah ketinggalan dan tidak cocok pula dengan ruang tamu yang begini luas.
NYONYA
Cukup! Tuan tidak kuizinkan duduk di sini, malah Tuan bicara macam-macam! Hampir semua orang ingin kursi begini, tahu!
TUAN
Laris, maksud Nyonya!?
NYONYA
Ya. Karena mahalnya.
TUAN
Yang laris biasanya murah, Nyonya.
NYONYA
Murah, kata Tuan? Tuan tahu berapa kubeli? Tidak bukan? Tiga ratus ribu!
TUAN
O, hanya tiga ratus ribu.
NYONYA
Itu harga sebelum penyesuaian, Tuan. Kalau sekarang harganya sudah dekat satu juta. Tuan jangan terlalu merendahkan harga kursi ini.
TUAN (Menendang kursi)
Masa kursi begini harganya sampai satu juta! Gila apa! Paling mahal dua ratus ribu!
NYONYA
Tuan! Tuan tidak perlu menendang kursiku! Saudagar macam apa ini!? Tidak tahu harga pasaran!
TUAN
Barang bekas selalu jatuh harga, Nyonya.
NYONYA
Misalkan barangku ini barang bekas, seharga enam ratus ribu pun aku tidak akan menjualnya.
TUAN
Nyonya tidak mau menjualnya karena fungsinya atau karena empuknya?
NYONYA
Karena namanya. Mungkin saja ada kursi taman sejenis kursi tamuku ini, tapi kursi taman bukan kursi tamu, bukan?
TUAN
Apa Nyonya mau melepaskannya bila kubayar enam ratus ribu?
NYONYA
Belum kulepaskan. Naik.
TUAN
Enam ratus dua puluh lima?
NYONYA
Naik lagi.
TUAN
Enam ratus lima puluh?
NYONYA
Naik lagi
TUAN
Enam ratus tujuh puluh lima?
NYONYA
Naik lagi
TUAN
Tujuh ratus!
NYONYA
Tuan, kenaikan dua puluh lima dari tawaran. Tuan memperlambat proses jual beli. Terbukti Tuan bukanlah pedagang yang pintar.
TUAN (Mengeluarkan uang dari tasnya)
Ini. Tujuh ratus ribu!
NYONYA
O, o, Tuan. Apa itu? Uang? Tujuh ratus ribu?
TUAN
Tak kurang serupiah pun! (Menyerahkan uang itu)
NYONYA (Menerima uang itu dengan penuh nafsu, tapi pura-pura gugup) Jadi, TTuan membeli sebuah kursi seharga tujuh ratus ribu? Tuan. Tuan. (Pura-pura menangis) aku tidak akan menjualnya, Tuan (menangis)
TUAN
Hati-hati kalau menghitung uang, Nyonya. Ramalan cuaca boleh keliru. Tapi keliru menghitung uang, cuaca bisa berubah.
NYONYA (Terus menghitung uang, menangis)
Tidak. Tidak. Aku tidak akan menjualnya. Nanti suamiku akan kehilangan kursi. Ibuku akan jatuh pingsan karena tidak punya kursi lagi.
TUAN
Ingat, Nyonya. Pembatalan secara sepihak dalam perdagangan bisa dituntut di pengadilan.
NYONYA
Jadi, Tuan akan menuntutku ke pengadilan? Jangan, Tuan. Ekornya, Tuan. Ekornya kurang enak.
TUAN
Bila Nyonya berusaha membatalkannya, saya pasti akan menuntut. Sewaktu-waktu saya bisa saja nekat, Nyonya. Tidak percaya? Tanya istri saya.
NYONYA (Terus menghitung uang, pelan-pelan mundur)
Ekornya, Tuan. Ekornya. Aku tidak akan menjualnya, Tuan. Ekornya, Tuan.. (Terus masuk ke kamarnya)
TUAN (Menarik napas)
Rugi! Tapi tidak jadi soal. Anggap saja menanam modal (Duduk lagi)
TIBA-TIBA ISTRI DATANG. TUAN SEDIKIT GUGUP
TUAN
Halo sayang….
ISTRI (Naik pitam)
Apa halooo? Apa sayaaang? Nasi sudah dingin gara-gara menunggumu! Katanya, kau akan pulang cepat! Nyatanya parkir di sini! Lalu, kau bilang “Halo sayang” bilang saja “Halo Babu!” ,”Halo Kucing dapur!” sudah beranak tujuh masih bilang sayang hah….! Di rumah orang lagi!
TUAN
Sabar, sabar sayang. Kau harus mengerti bagaimana peliknya dunia bisnis. Berkali-kali hal seperti ini kukatakan, tapi kau tidak kunjung paham. Aku baru saja terlibat pertengkaran. Masa kursi begini dikatakan harganya enam ratus ribu?
ISTRI
Mestinya berapa?
TUAN
Dua ratus ribu sudah terlalu mahal. Tapi memang, semua kursi yang berada pada ruangan tertentu harganya pasti naik menurut fungsi ruangannya.
ISTRI
Kau pedagang barang antic, bukan pedagang kursi bekas. Kenapa pertengkaran sampai pada harga kursi? Pasti ada apa-apanya.
TUAN
O, tentu ada apa-apanya, saying. Kursi ini cukup antic. Tidak percaya? Tanya istri saya, eh,eh… ya, istri saya, ini, kau. Kau, kau kau memang istriku. Ah, saya sedang berusaha mencari kursi-kursi begini untuk anggota baru.
ISTRI
Anggota baru? Anggota parlemen maksud kau?
TUAN
Eh, maksudku, langganan baru.
ISTRI
Kursi yang masih diduduki pemiliknya sudah kau tawar, tenu saja dapat menimbulkan pertengkaran.
TUAN
Kalau dia mau menjual, apa salahnya bukan?
ISTRI
Semua orang pasti berusaha mempertahankannya. Apalagi kursi seperti ini. (Duduk) empuk lagi. Berapa harganya?
TUAN
Enam ratus ribu
ISTRI
Berapa kau tawar?
TUAN
Kubayar tujuh ratus ribu
ISTRI (Berdiri)
Harganya enam ratus ribu dibayar tujuh ratus ribu. Ini kan gila!
TUAN
Ini perdagangan klasik, istriku. Kau harus dapat memahaminya. Barang bekas selalu lebih tinggi harganya di mata pedagang barang antik
ISTRI
Hanya untuk kursi macam begini?
TUAN
Istriku saying, kau jangan main-main. Resesi ekonomi dunia membuat harga kursi naik pada politik dan kau pasti akan sulit lagi memahaminya semua kawasan Negara berkembang. Ini.
ISTRI
Kursi di rumah kita lebih antic dari kursi ini. Tapi kenapa kau jual begitu murah?
TUAN
Siasat, kataku. Siasat. Siasat dagang, saying. Kalau kita tidak punya kursi lagi di rumah. Semua anak-anak kita akan aman. Mereka tidak akan berkelahi memperebutkan kursi. Betapa ributnya rumah kita setiap hari. Kita mau tidur, mereka berebutan kursi. Dan celakanya, kursi itu mereka jadikan mobil-mobilan, kereta api=kereta apian, kapak-kapalan, rumah-rumahan. Erus terang, aku tidak suka anak-anak kita mempergunaka kursi untuk mendapatkan mobil, rumah, kapal dan sebagainya itu!
ISTRI
Kalau mereka masih anak-anak, tidak apa.
TUAN
Kalau kita biarkan, mereka akan rebutan kursi sampai tua!
ISTRI
Teorimu baik sekali. Tapi, apa kau tahu yang terjadi siang tadi?
TUAN
Mana aku tahu. Aku sibuk bisnis, kan.
ISTRI
Karena mereka ingin kursi, anak tetangga dijadikannya kursi. Bahkan si bungsu, kompor yang sedang menyala didudukinya. Mereka menganggap itulah yang tepatt dijadikan kursi.
TUAN
Akh, kau terlalu berlebihan.
ISTRI
Sekarang begini saja. daripada anak kita sakit karena selalu memimpikan kursi, sebaiknya kursi ini dibawa pulang.
TUAN
Kursi yang ini?
ISTRI
Iya. Sudah dibayar, kan?
TUAN
Jangan sekarang. Kursi ini untuk langgananku.
ISTRI
Kau selalu saja menunda keperluan mereka akan kursi. Aku akan panggil becak!
TUAN
Kursi ini akan dibawa dengan becak? Ah, jangan. Nanti harganya jadi turun.
ISTRI
Yang penting anak-anak kita, bukan harga kursi. (Pergi keluar) becak. Becak. Bawa kursi saya.
TUAN
Jangan. Kursi ini akan dijual!
ISTRI (Di luar)
Becak! Becak! Bawa kursi saya!
TUAN (Berlari keluar)
Kursi ini akan dijual!
ISTRI (Masuk lagi)
Becak! Becak! Becak! Bawa kursi saya! Becak! Becak! Bawa kursi saya. (Terus keluar)
DUA NYONYA LAINNYA (PONAKAN B DAN PONAKAN C) DATANG DARI ARAH LAIN
PONAKAN B
Ini rumahnya! Uh! Lebih mewah daripada rumah kepala imigrasi!
PONAKAN C
Baru lagi! Besar dan mewah
PONAKAN B
O, pantas! Uang pusaka kita dihabiskan Datuk untuk membangun rumah ini!
PONAKAN C
Persoalan ini harus diselesaikan sampai tuntas
PONAKAN B
Sampai ke akar-akarnya! Hari ini juga!
PONAKAN C
Mana istrinya? Takut menemui kita?
PONAKAN B
Maklum. Wanita muda kalau bersuami tua, apalagi kalau suami sedang terbujur di rumah sakit tentu saja kerjanya… nah, dia datang!
PONAKAN C
Ayo, mulai! Jangan berubah dari rencana!
NYONYA DATANG, PONAKAN B DAN C MENGUBAH SIKAPNYA
NYONYA
Ada tamu rupanya? Kapan datang? Sudah lama tidak pulang kampong. Apa sudah ke rumah sakit? Bagaimana kabar sekarang? Katany, kalian bersuamikan orang berpangkat tinggi. Sudah kaya ya. Pantas tidak mau menengok kampong lagi. Kenapa diam saja? letih barangkali? Penat?
PONAKAN C (Pada Ponakan B)
Dia mulai gugup
NYONYA
Wah, keadaan Datukmu menyedihkan sekali. Sudah enam bulan lebih dia dirawat di rumah sakit. Kalian pulang untuk menjenguk Datukmu atau hanya sekedar berlibur? Atau karena suami kalian lagi ikut seminar pedesaan di sini?
PONAKAN C
Lidah Datuk akan dipotong!
NYONYA
Akan di potong? O, kalau begitu kalian sudah dari rumah sakit? Dokter mana yang mengatakan begitu? salah dengar barangkali?
PONAKAN C
Salah dengar, salah dengar. Setiap hari telingaku dibersihkan, tahu!
NYONYA
Jadi, kalian bukan salah dengar? Baik. Dokter mana yang mengatakan lidah Datuk akan dipotong? Dokter yang tinggi? Yang pendek? Yang gendut? Yang suka merokok? Yang suka beli nomor? Ah… masa lidah Datuk akan dipotong. Mungkin dokter itu berseloroh atau menakut-nakuti….
PONAKAN B
Lidahnya dipotong! Iii!
PONAKAN C
Dan, semua persoalan akan tertutup
NYONYA
Ada apa sebenarnya? Kok bicaramu ketus sekali. Coba bicara seperti dulu lagi. Saat-saat kalian dalam kesusahan. Lunak gigi daripada lidah. Aku kan istri Datukmu, ya kan?
PONAKAN B
Dan Datuk kami telah membayar cintanya dengan mahal sekali kepadamu
PONAKAN C
Semua uang hasil penjualan tanah pusaka kami telah dibayarkan untuk cintanya!
PONAKAN B
Ini tidak wajar!
PONAKAN C
Melanggar adat.
PONAKAN B
Ternyata Datukku sendiri yang menerima kutukan! Ini tidak adil!
PONAKAN C
Padahal yang menghabiskan uang itu bukan dia sendiri
PONAKAN B
Kini lidahnya akan dipotong
PONAKAN C
Dan, dia tidak akan pernah lagi bisa berbicara
PONAKAN B
Akhirnya, kami kehilangan jejak mencari uang itu
PONAKAN C
Uang itu harus didapatkan!
PONAKAN B
Sekarang juga!
PONAKAN C
Kalau tidak, terpaksa kami bertindak!
PONAKAN B
Tidak ada lagi yang dapat menahan kesabaran kami!
PONAKAN C
Hari ini mesti beres
PONAKAN B
Selesai secara tuntas
PONAKAN C
Hari ini adalah hari penenTuan!
PONAKAN B
Apakah uang itu ada, dan berada dimana
PONAKAN C
Hari ini hari kepastian!
PONAKAN B
Apakah uang itu mau diserahkan atau tidak (Berbisik pada Ponakan C) apa lagi? Aku lupa
PONAKAN C (Pada Ponakan B)
Bank dan penyitaan
PONAKAN B
Kalau uang masih berada di bank, harus segera dikeluarkan
PONAKAN C
Kalau masih di simpan di sini, harus diserahkan pada kami
PONAKAN B
Bila uang itu sudah habis, semua kursi yang ada akan disita
PONAKAN C
Becak telah menunggu di depan!
PONAKAN B
Semua akan dijadikan barang bukti di pengadilan
PONAKAN C
Jaksa telah siap mengajukan tuntutan!
PONAKAN B
Pengadilan akan….
NYONYA (Menjerit sekuat-kuatnya)
Aaaaai! Ya am pun. Bagaimana ini? Kalian akan mengadukan aku ke pengadilan? Ekornya. Ekor persoalan ini tidak baik. Ya, am pun. Jadik kedatangan kalian berdua hanya untuk itu? bukan untuk melihat Datukmu yang lagi sakit? Apa kalian tega mengadukan istri Datukmu sendiri ke pengadilan?
PONAKAN C
Bukan kau, tapi Datuk kami
NYONYA
Bagaimana menuntut seseorang yang tidak bisa bicara lagi?
PONAKAN C
Kami punya bukti yang cukup
PONAKAN B (mengeluarkan selembar kertas dari dalam tasnya)
Ini bukti tertulis. Pengakuan Datuk kami
NYONYA
Jadi, dia mengaku? Apa yang diakuinya?
PONAKAN B (Membaca kertas itu berbisik-bisik)
Pokoknya, uang tanah pusaka telah diserahkan pada istrinya.
NYONYA
Aku? Aku? Serupiah pun aku tidak menerima uang itu
PONAKAN B
Tapi, rumah mewah ini? Dengan kursi-kursinya?
NYONYA
Ibuku yang membelikannya
PONAKAN C
Tidak mungkin
NYONYA
Kami telah bekerja keras membangun rumah ini dan membeli semua perabotannya. Kami terpaksa menjadi penangis pesanan pada setiap acara kematian. Kami menangis dan kami dibayar! Tidak ada uang orang lain yang kami pakai
PONAKAN C
Jadi, kau menyangkal bahwa rumah ini dibeli dengan tanah pusaka kaum kami?
NYONYA
Jadi, menurut kalian uang itu ada di sini?
PONAKAN C
Menurut kertas ini
NYONYA
Coba lihat
PONAKAN C
Bukan urusanmu
NYONYA
Aku tidak percaya
PONAKAN C
Tidak percaya, ya sudah. Lihat saja di pengadilan nanti
NYONYA
Pengadilan? Ya am pun. Namaku… ekornya…. (ketakutan) baiklah. Baik. Ya, ya… aku mengakui sesuai dengan pengakuan suamiku. Ya, ya uang itu ada di sini. Biar kuambil (Lari kedalam)
PONAKAN C (Lega)
Kena batunya
PONAKAN B
Kalau tidak karena siasatku, belum tentu kita berhasil
PONAKAN C
Ini berkat semua rencana yang telah kususun secara mantap
PONAKAN B
Tapi, aku yang mengajukan ide begitu, bukan?
PONAKAN C
Idemu kan tidak sempurna. Akulah yang putar otak menyempurnakan semuanya
PONAKAN B
Tapi ketegasanku bicara tadi bagaimana? Meyakinkan, bukan!?
PONAKAN C
Kalau tidak kuingatkkan sewaktu kau adi lupa, pasti rencana ini berantakan
PONAKAN B
Ideku cukup cemerlang
PONAKAN C
Semua ini berkat keunggulanku
PONAKAN B
Aku, kataku!
PONAKAN C
Aku. Aku. Atau, aku ebrteriak-teriak mengatakan bahwa semua ini kehebatanku!
PONAKAN B
Ssst… dia datang!
PONAKAN C
Simpan kembali kertas itu. nanti ketahuan
NYONYA DATANG DAN MENYERAHKAN SEJUMLAH UANG
NYONYA
Ini uangnya
PONAKAN C
Berapa?
NYONYA
Tujuh ratus ribu
PONAKAN C
Hanya segini? (mengambil uang itu dari tangan Nyonya)
NYONYA
Ya. Itu pun telah kutambah dengan uangku sendiri
PONAKAN C
Tidak soal. Yang penting jumlahnya (menghitung uang)
PONAKAN B
Langsung dibagi, kan?
PONAKAN C
Tentu, tentu.
PONAKAN B
Bagi rata, kan?
PONAKAN C
O, tentu. Tentu (menyerahkan sejumlah uang)
PONAKAN B (Menghitung uang yang diterimanya)
Hanya dua ratus ribu?
PONAKAN C
Kita memang punya hak sama. Tapi, dalam hal tertentu selalu berbeda
PONAKAN B
Jadi perbedaannya berdasarkan apa?
PONAKAN C
Berdasarkan keperluan. Keperluanku lima ratus ribu
PONAKAN B
Dan keperluanku hanya dua ratus ribu?
PONAKAN C
Kau istri pegawai rendah, perbelanjaanmu tentu rendah pulan
PONAKAN B
Apa hubungan pembagian ini dengan status kepegawaian suami?
PONAKAN C
Istri pegawai rendah dan pegawai tinggi punya keperluan yang berbeda. Di mana-mana begitu. Masa kau lupa pangkat suamimu?
PONAKAN B
Wah, bagaimana ini? Tidak adil
PONAKAN C
Kalau mau dapat bagian yang sama, suami harus naik pangkat dulu empat kali lipat. Dan, itu tidak bakal tterjadi dalam dunia kepegawaian
PONAKAN A DATANG DENGAN PISAU TERHUNUS
NYONYA
Nah, itu dia! Uang marmerku! Uang marmerku!
PONAKAN C
Kau mau apa kesini! Pergi!pembagianmu sudah kau terima sendiri bukan?
PONAKAN A
Siapa yang bicara akan kubungkam!
NYONYA (Menangis)
Uang marmerku. Uang marmerku
PONAKAN A
Bagianku mana?
PONAKAN C
Bagian apa lagi?
PONAKAN A
Kalau tidak dibagi rata, tak seorang pun yang bisa selamat keluar dari rumah ini
PONAKAN C
Jadi kau gunakan pisau untuk mengancamku? (Mengeluarkan pisau yang lebih besar) ini! Aku punya yang lebih besar!
NYONYA
Jangan berbunuhan. Jangan. O, uang marmerku. Uang kursiku. Jangan berbunuhan. Ekornya. Ekornya.
PONAKAN A
Diam! Ekorku lebih besar lagi tahu! Ayo cepat. Keluarkan bagianku!
PONAKAN B
Kalau begini caranya, aku juga bisa lebih nekat! (Mengeluarkan pisau yang lebih besar dari dalam tas)
NYONYA
Jangan berbunuhan! Jangan. Ah! Ya am pun…. Ekornya…. Ekornya…. (Keluar)
KETIGA PONAKAN LEGA DAN SALING BERSALAMAN. MEREKA TERTAWA CEKIKIAN.
PONAKAN C
Dengan uang ini, nama kita sebagai kemenakan akan pulih kembali. Kita bayar semua ongkos rumah sakitnya!
PONAKAN A
Ya. Dengan begitu, tidak ada seorang pun lagi yang menuding kita. Kita harus buktikan bahwa sampai sekarang para kemenakan masih setia dan hormat pada Datuknya.
PONAKAN B
Ya. Bila ongkos rumah sakit telah terbayar, orang-rang tidak lagi menuduh kita tidak tahu adat.
PONAKAN C (Berteriak)
Kami adalah bukti kesetiaan pada….
PONAKAN A
Tunggu! Kita harus bersama-sama!
BERTIGA (Berteriak sambil mengacungkan pisau ke udara)
Kami adalah bukti kesetiaan kepada….
PONAKAN B (Sadar)
E, e, e pisaunya disimpan dulu. Disimpan.
BERTIGA (Berteriak lebih keras setelah menyimpan pisau kedalam tas)
Kamilah pewaris adat negeri ini! Tak lekang dek panas! Tak lapuk dek hujan! (Lalu keluar sambil bergoyang pinggul) Ekornya…. Ekornya…. Ekornya…..
LAMPU PADAM
DIRUANG MAKAN
TUAN DATANG DAN SEGERA DUDUK DENGAN ENAKNYA DI ATAS KURSI MAKAN, DIIRINGI LAGU YANG LUCU DARI TAPE RECORDER. NYONYA DATANG DAN TERKEJUT MELIHAT TUAN TELAH DUDUK DI RUANG MAKAN
NYONYA
Tuan! Ekornya, Tuan! Ekornya!
TUAN
Maaf, Nyonya (Berdiri) Nyonya tentu mendengar pertengkaran saya dengan istri saya gara-gara kursi di ruang tamu itu. istri saya sudah mulai main keras. Saya tidak ingin istri saya melihat saya duduk di ruang tamu Nyonya.
NYONYA
Kalau suamiku tahu, bagaimana?
TUAN
Suami Nyonya masih di rumah sakit bukan? Dia tentu tidak melihat kita, eh… melihat saya.
NYONYA
Tuan mau apa?
TUAN
Biasa, Nyonya
NYONYA
Biasa bagaimana? Terus terang sajalah!
TUAN
Duduk di kursi makan tanpa memakan sesuatu maka fungsi kursi makan sebagai kursi makan telah kita abaikan. Seidaknya ada minuman lah, atau makanan ringan
NYONYA
Tuan benar-benar seorang penjajah!
TUAN
Saya bukan penjajah, Nyonya. Tidak percaya? Tanya istri saya. Kursi ini masih ke punyaan Nyonya, bukan?
NYONYA
Ya, mau apa?
TUAN (Duduk)
Barang Nyonya memang enak di duduki
NYONYA
Tuan, haruskah aku menjual kursi yang Tuan duduki itu agar Tuan tidak lagi di situ?
TUAN
Jadi, Nyonya mau menjualnya?
NYONYA
Terpaksa! Agar Tuan tidak duduk lagi di kursi itu
TUAN
Kalau begitu, baiklah. Buka berapa?
NYONYA
Lima ratus ribu
TUAN
Lima ratus ribu? Wah! Kenapa lebih murah daripada kursi tamu, Nyonya? Saya hanya mengingatkan. Apa Nyonya kira harga sebuah kursi makan begini tidak mahal? Nyonya tahu, makan tanpa kursi, biadab namanya. Kursi makan inilah yang menentukan seseorang beradab atau tidak. Kursi makan menentukan status manusia, Nyonya. Dan alat untuk penentu status itu tidak mungkin murah harganya.
NYONYA
Jadi, harus lebih mahal?
TUAN
Saya tidak mengatakan begitu, Nyonya. Saya hanya ingin tahu kenapa kursi penentu status peradaban ini dijual murah sekali. Apa karena Nyonya memerlukan uang atau, karena Nyonya akan kembali menjadi manusia primitif?
NYONYA
Tuan mau beli kursi itu atau tidak?
TUAN
Nyonya jangan begitu mudahnya menjual kursi saat ini
NYONYA
Kalau Tuan tidak mau membelinya, pergi!
TUAN
Jadi, saya dipaksa untuk membeli kursi Nyonya?
NYONYA
Kalau tidak, jangan duduk!
TUAN
Baik. Berapa?
NYONYA
Lima ratus ribu, kataku! Apa Tuan mengharapkan aku menaikkan harga dalam sekian menit saja!
TUAN
Kalau Nyonya menaik-naikan harga, pasti tidak ada pembelinya. Idak percaya? Tanya istri saya.
NYONYA
Tuan berani berapa?
TUAN
Seratus
NYONYA
Apa Tuan sudah gila!?
TUAN
Tunggu. Nyonya menjual kursi ini berdasarkan apa? Kemampuan si pembeli attau keinginan yang punya kursi?
NYONYA
Agar, Tuan cepat-cepat pergi dari sini
TUAN
Itu bukan alas an perdagangan, Nyonya. Kalau mau mengusir saya, kan ada polisi. Tapi ekornya, Nyonya. Ekornya. Polisi akan menyeret kita ke pengadilan. Nyonya tidak ingin merusak nama Nyonya sendiri, bukan? Coba Nyonya, apa alas an Nyonya yang tepat?
NYONYA
Berdasarkan kemampuan si pembeli, kemampuan Tuan yang terhormat!
TUAN
Jadi, harganya tetap seratus?
NYONYA
Sialan! Baiklah. Mana uangnya!
TUAN (Menyerahkan sejumlah uang)
Ini, Nyonya.
NYONYA (Menghitung uang)
Hanya lima puluh ribu? Separuh dari harga yang Tuan tawar? Tuan jangan main-main dalam perdagangan kursi
TUAN
Hari ini baru mampu separuh, Nyonya. Besok saya lunasi
NYONYA
Tuan berjanji akan membayarnya?
TUAN
Ya. Bila ada uang semuanya bisa lunas, Nyonya. Tidak percaya? Tanya istri saya.
NYONYA
Bila Tuan akan lunasi
TUAN
Bila Nyonya memerlukannya
NYONYA
Baik. Nah, sekarang Tuan boleh pergi!
TUAN (Marah sekali dan berdiri di atas kursi)
Nyonya ini bagaimana? Saya sudah membeli kursi, Nyonya menyuruh saya pergi. Nyonya tahu, sekarang sayalah pemilik kursi ini. Soal akan saya gunakan untuk kursi makan atau untuk berdiri, itu persoalan saya sebagai pemilik. Nyonya jangan coba-coab mengusir seseorang yang sedang berdiri di atas miliknya. Nyonya bisa saya tuntut! Ke pengadilan, Nyonya! (Turun dari kursi) ah, Nyonya telah membangkitkan nafsu amarah saya. Maaf. (Duduk lagi)
NYONYA
Maaf, Tuan. Aku menyuruh Tuan pergi bukan karena hubungan antara penjual dan pembeli
TUAN
Jadi, sebagai apa?
NYONYA
Sebagai… sebagai…
TUAN
Sebagai apa? Terus terang saja, Nyonya. Apakah saya diusir sebagai seorang yang putus cinta, sebagai… wah… sulit juga mengatakan sesuatu yang saya rasakan sendiri, Nyonya. Katakan Nyonya, sebagai apa saya bagi Nyonya?
NYONYA (Tiba-tiba amarahnya bangkit)
Uan telah berutang! Besok Tuan harus bayar! Antarkan uangnya ke sini besok pagi, mengerti!
TUAN
Besok pagi, Nyonya?
NYONYA
Besok pagi!
TUAN
Saya langsung menemui Nyonya?
NYONYA
Langsung!
TUAN
Baiklah. Saya langsung menemui Nyonya besok pagi (Keluar lupa membawa tas)
NYONYA
Benar-benar gigih keparat itu! (Memerbaiki dandanan) apa aku harus gosok gigi lebih pagi?
TUAN (Tiba-tiba muncul)
Maaf, Nyonya. Tas saya ketinggalan (mengambil tas) tadi Nyonya bilang apa? Gosok gigi lebih pagi?
NYONYA (Kelabakan)
Besok, Tuan! Besok! Besok, Tuan! (Berlari ke dalam)
TUAN (Berteriak)
Ya, Nyonya. Besok pagi! Gosok gigi! (Menyanyi senang sambil keluar) pagi-pagi kuterus mandi, tidak lupa menggosok gigi….
DARI ARAH LAIN, KETIGA PONAKAN MASUK SAMBIL MERATAP
PONAKAN A
Malang…. Malang…. O, Datukku. Kau meninggal, tapi istrimu tidak ada di sampingmu…. O, Datukku….
PONAKAN B
O, Datukku. Istrimu tak ada lagi artinya, tak ada…. Dia bukanlah istri yang sebenarnya…. O, Datuk….
PONAKAN C
Maafkan kami Datuk. Maafkan istrimu yang tidak suka padamu itu, Datukku… malang nasib kita… Datuk dapat istri yang menyia-nyiakan suami….
PONAKAN A
Tidak ada gunanya beristri cantik. Kau terbujur di rumah sakit, sedangkan dia di rumah entah membuat kerja apa….
NYONYA
Istrimu bergoyang pinggul sepanjang waktu, sedangkan kau Datuk….
KARENA NYONYA TIDAK DATANG JUGA, MEREKA KESAL
PONAKAN A
Tidak ada orang! sialan!
PONAKAN B (Terus meratap)
O…. Datukku. Datuk telah malang. Dapat istri, tapi….
PONAKAN A
Jangan terus meratap. Tidak ada orang!
PONAKAN C (Terus meratap)
Dari dulu kukatakan tidak ada gunanya istri cantik, kalau….
PONAKAN A
Sudahlah! Dia tidak ada di rumah!
PONAKAN B
O, jadi dia tidak ada?
PONAKAN A
Besok kita ke sini lagi
PONAKAN C
Ya. Sialan benar dia!
KETIGANYA PERGI DENGAN KECEWA
LAMPU PADAM
DI DALAM KAMAR
NYONYA BERDANDAN DI DALAM KAMAR, DIIRINGI SEBUAH NYANYIAN DARI TAPE RECORDER. TIBA-TIBA TUAN MASUK. NYONYA TERKEJUT SEKALI DAN SEGERA MEMATIKAN TAPE RECORDERNYA.
NYONYA
Keterlaluan! Keluar!
TUAN
Maaf, Nyonya
NYONYA
Ini kamarku, Tuan!
TUAN
Ya, Nyonya
NYONYA
Suamiku bisa mengamuk, Tuan!
TUAN
Istri saya juga begitu, Nyonya
NYONYA
Tuan begitu lancing! Keluar, Tuan!
TUAN
Saya mau membayar utang, Nyonya
NYONYA
Tunggu saja di luar
TUAN
Saya tergesa, Nyonya. Lagipula jumlah utang tetap saja nilainya, walau dibayar di mana pun juga. (Mengeluarkan sejumlah uang) Ini Nyonya. Sebagaimana yang saya janjikan
NYONYA TIDAK MENERIMA UANG ITU
TUAN
Apa Nyonya tidak akan menghitungnya?
NYONYA
Nanti saja! silakan Tuan keluar!
TUAN
Agar Nyonya tidak sangsi atau merasa tertipu nantinya, biar saya tolong menghitungnya (Duduk di atas tempat tidur menghitung uang, tapi matanya terpaku pada tubuh Nyonya yang sedang berdandan) romantic sekali kamar ini. Apa disebabkan warna sofa, atau karena suasananya cukup sunyi? Ya… ya… dimana-mana kamar seorang wanita cantik selalu menarik.
NYONYA
Tuan menghitung uang atau….
TUAN
Atau apa, Nyonya? Jangan bicara sepotong-sepotong. Saya tidak begitu tergesa. Atau apa, Nyonya?
NYONYA
Tergesa atau tidak, tapi ekornya Tuan. ekornya
TUAN
Nama Nyonya akan cacat, begitu ekornya bukan?
NYONYA
Tuan! Letakkan uang itu dan keluar!
TUAN
Baik, Nyonya (Meletakkan uang) mengapa Nyonya duduk di situ sewaktu berdandan?
NYONYA
Di kamarku, duduk atau berdiri itu urusanku. Tak seorang pun dapat melarang
TUAN
Kalau begitu, duduk di sini saja
NYONYA
Apa? Duduk di samping Tuan? Duduk berdua di atas tempat tidurku? Tak useh ye. Tuan tahu, akulah istri yang sangatt setia pada suami
TUAN
Tunggu, Nyonya. Adakah larangan kalau kita duduk berdua pada suatu tempat? Di mana-mana itu bisa terjadi, Nyonya. Dalam bis, kereta api, pesawat udara, rumah bersalin, bahkan dalam bioskop sekali pun, itu biasa terjadi. Dan masing-masing orang tidak saling curiga.
NYONYA
Larangan resmi memang tidak ada kalau kita duduk berdua. Tapi, agama, ada moral, etika, atau ahlak?
TUAN
Semua yang Nyonya katakan itu hanya berlaku pada masyarakat luas. Umum sifatnya. Tapi bila Nyonya setuju duduk berdampingan? Siapa melarang, yak an? Pokoknya persetujuan, Nyonya. Persetujuan adalah inti dari segalanya. Jual beli, kawin cerai…. Semua harus berdasarkan persetujuan. Wah…. Tempat tidur yang begini cantik memang disediakan untuk dua orang, Nyonya.
NYONYA
Segala sesuatunya Tuan hubungkan dengan fungsi. Apa Tuan akan menyeretku lagi agar menjual tempat tidur itu?
TUAN
Tidak hanya tempat tidur, Nyonya
NYONYA
Tidak hanya tempat tidur? Tempat dudukku ini juga Tuan beli? Tidak bisa, Tuan! Tidak bisa.
TUAN
Dalam perdagangan semuanya bisa terjadi, Nyonya. Asal ada persetujuan. Kalau Nyonya mau menjualnya, ini misalnya saja Nyonya seharga tujuh ratus dua puluh lima ribu dan saya pun setuju membayarnya maka apa yang Nyonya katakan tidakn bisa akan menjadi bisa
NYONYA
Apa sebenarnya yang Tuan inginkan?
TUAN
Hanya mengikuti kecendurngan saya sebagai pedagang. Membeli segala sesuatu yang mungkin dibeli dan memungkinkan memperoleh sedikit keuntungan
NYONYA
Bila kujual kursiku ini dan tempat tidur itu, nanti Tuan tentu akan membeli yang lain lagi
TUAN
Tergantung pada peluang yang Nyonya sediakan. Tapi hari ini tidak, Nyonya. Jika Nyonya mau menjual kursi dan tempat tidur Nyonya, itulah usaha bisnis terakhir saya hari ini
NYONYA
Terakhir?
TUAN
Ya. Tidak percaya? Tanya istri saya
NYONYA
Baik, agar Tuan segera angkat kaki dari kamar ini, kursi dan tempat tidur itu akan kujual sebagaimana yang Tuan inginkan. Berapa?
TUAN
Lima ratus ribu
NYONYA
Tadi Tuan mengatakan tujuh ratus dua puluh lima ribu! Apa Tuan sudah gila! Atau kerasukan nafsu!
TUAN
Tawar-menawar Nyonya. Tapi baiklah. Saya bayar. (Menyerahkan uang) ini
NYONYA
Aku terima. Cukupkan? Nah, silahkan pergi
TUAN
Apa, Nyonya? Pergi? marilah kita sama-sama menghormati milik orang lain, Nyonya.
NYONYA
Tapi, tempat tidur itu telah menjadi milik Tuan, bukan? Apa lagi?
TUAN
Dan, kursi itu juga telah jadi milikku, bukan? Dan lagi, apa nanti malam Nyonya akan tidur di atas milik orang lain?
NYONYA
Tidak. Nanti namaku akan cacat. Tapi, kenapa Tuan sendiri duduk di atas kursi milik orang lain?
TUAN
Karena ingin membelinya, tentu saja saya harus mencobanya terlebih dulu. Sedangkan Nyonya tidak membeli, tapi menjual. Nyonya, jangan duduki milik saya karena Nyonya tidak akan membelinya
NYONYA
Jadi, aku harus berdiri?
TUAN
Tentu. Kursi itu sudah saya beli
NYONYA
Tuan harus pergi. aku akan tetap duduk di sini
TUAN
Jadi, Nyonya nekad? Apa mesti saya adukan ke pengadilan, Nyonya? Biarlah saya pergi ke pengadilan! Sekarang juga! (Bergerak hendak pergi)
TERDENGAR SUARA PARA KEMENAKAN MENDEKAT
NYONYA
Sst! Ada orang di luar. Jangan pergi dulu
TUAN
Baiklah. Sampai pagi saya mau bersama Nyonya di kamar ini
NYONYA BERDIRI MENELITI SUARA YANG DATANG DARI LUAR. KETIGA PONAKAN DATANG, MERATAP LEBIH SEDIH DAN LEBIH KERAS LAGI
PONAKAN A
O, Datukku. Datukku. Ini kemenakanmu. Ini. Percayalah, Datuk. Istrimu tidak ada gunanya, tak ada artinya lagi….
PONAKAN B
O, Datukku yang malang. Kau meninggal tanpa didampingi istrimu. O, nasib Datuk, malang sepaling malang….
PONAKAN C
O, Datuk. Kami hanya bisa meratap. Dengan ratapan, kau kuantar ke kuburan…..
PONAKAN A
Tak ada gunanya istri canttik, Datukku. Datuk mati, mungkin dia akan kawin lagi. O, malang….oi….
PONAKAN B
Ondeh malang, oi… malang oi…. Maafkan juga perempuan celaka istrimu itu, Datuk….
PONAKAN A
Kok tidak ada yang keluar? Atau dia masih tidur?
PONAKAN C (Terus meratap)
Beginilah jadinya. Apa yang terjadi, terjadilah. Pulangkan aku ke rumah Datukku….
PONAKAN A
Sudahlah! Ada orang lain datang
ISTRI DATANG. KETIGA PONAKAN BERHENTI MERATAP
ISTRI
Aku punya bukti cukup. Suamiku telah berbuat…. Ah malu aku. Suamiku tentu berada di rumah ini. O, kekasih hatiku. Pulanglah dikau. Kucing dapurmu datang memanggil….
PONAKAN C
Jangan emosi, Nyonya. Suami Nyonya sekarang tentu sedang sibuk berbisnis….
ISTRI
O, suamiku tercinta…. Apakah berbeda luas ladangku dengan lading pemilik kursi rumah ini…. (Sadar) maaf, Nyonya-Nyonya. Saya kalau dirasuk nafsu amarah sering lupa diri. Saya memang begitu, Nyonya. Dulu semasa kuliah, saya pemain sandiwara
PONAKAN C
Lebih baik Nyonya cari ke tempat lain saja. tak ada suami Nyonya di sini.
ISTRI
Baiklah (Keluar)
PONAKAN A
Kita pasti diakali
PONAKAN B
Masa dia tak percaya suaminya meninggal. Kita saja sudah begitu sedih, seharusnya dia….
PONAKAN A
Kalau begitu, biar aku meratap lagi. (Meratap) o, Datuk… Datukku, kau telah meninggal. Tapi istrimu tidak percaya….
PONAKAN C
Sst!.... dengar! Ada suara….
DI DALAM KAMAR, TUAN DENGAN SEGERA BANGKIT DAN LANGSUNG BERJONGKOK DI DEKAT KAKI NYONYA
TUAN
Nyonya, apa Nyonya kira tidak ada akibatnya kalau berdiri terlalu lama? Lutut Nyonya bisa bengkak dan kecanikan Nyonya akan berkurang. Apa gunanya wajah cantik, tapi berlutut besar
NYONYA
Saya akan berdiri sampai kapan pun
TUAN
Maaf, Nyonya. Lihat lutut Nyonya! Lutut Nyonya benar-benar mulai membengkak
NYONYA (Melihat lututnya)
Masa bodoh!
NYONYA-NYONYA YANG BERADA DI TERAS ITU PUN MELIHAT LUTUTNYA SENDIRI-SENDIRI PULA
TUAN
Nyonya, darah mulai mengalir dari betis Nyonya!
NYONYA
Masa bodoh!
TUAN (memegangi kaki Nyonya)
Maaf, Nyonya. Saya harus bertindak! Darah tidak persoalan. Tapi kalau darah Nyonya sempat naik ke puncak kepala, akibatnya fatal, Nyonya. Saya akan susah menanggungnya
NYONYA
Masa bodoh!
TUAN
Jangan gugup Nyonya. Saya sedang berusaha mencegah
NYONYA
Tuan, lepaskan. Tuan. Lepaskan.
TUAN
Ssst! Nyonya…. Ada orang di luar barangkali
NYONYA-NYONYA YANGBERADA DI LUAR JUGA MELIHAT KE ARAH LAIN, MELIHAT KALAU_KALAU ADA ORANG LAIN YANG DATANG
NYONYA
Tuan, bagaimana caranya agar Tuan tidak memegangi kakiku lagi?
TUAN
Sebagaimana siasat Nyonya selama ini
NYONYA
Jadi, Tuan juga akan membeli tumitku
TUAN
Daripada darah Nyonya naik ke kepala!?
NYONYA
Biak, bila Tuan telah menyerahkan uangnya segera lepaskan kakiku
TUAN
Ya, Nyonya
NYONYA
bayarlah
TUAN
Berapa? Seratus?
NYONYA
naik
TUAN (Pegangan Tuan naik sedikit)
Dua ratus?
NYONYA
Naik lagi
TUAN (Pegangan Tuan naik sedikit lagi)
Empat ratus?
NYONYA (Geli)
Naik! Naik Tuan!
TUAN
Bagaimana Nyonya?
NYONYA
Naik, Tuan!
TUAN
Naik?
NYONYA
Naik lagi!
TUAN (Pegangan Tuan semakin naik)
NYONYA
Tuaaaaan! Aaa….mmmm!
TUAN
Bagaimana Nyonya? Naik lagi? Harganya jadi terlalu tinggi, Nyonya.
NYONYA
Naik, Tuan…..
TUAN (Pegangan Tuan semakin naik)
NYONYA (Berteriak tertahan dan panjang)
Tuuuuaaaaaaan…!
NYONYA-NYONYA YANG BERADA DI LUAR SEGERA SADAR DIRI
PARA PONAKAN (Berteriak keras sekali dan panjang karena marah dan kaget)
Tuuuuuuuuuaaaaaaaaaaaaaaaannnnn…..!
NYONYA DAN TUAN SEGERA SADAR BAHWA ADA ORANG LAIN DI TERAS. KEDUANYA TERSENAK DAN SALING BERUSAHA MELARIKAN DIRI. TAPI TIDAK TAHU HARU LARI KEMANA. AKHIRNYA MEREKA BERANGKULAN DAN SALING MELEPASKAN LAGI
TUAN
Nyonya!
NYONYA
Tuan!
KEDUANYA BERTABRAKAN DAN SALING BERANGKULAN
NYONYA
Tuan!
TUAN
Nyonya!
NYONYA-NYONYA YANG DILUAR MENGINTIP DAN TERCENGANG. MEREKA MARAH DAN MENGEJAR TUAN DAN NYONYA KE DALAM SAMBIL MENGHUNUS PISAU MASING-MASING
PONAKAN A
Tuan!
PONAKAN B
Tuan!
PONAKAN C
O, kau. Sialan! Ekornya. Ekornya.
ISTRI (Datang tergesa)
Suamiku, suamiku, suami, suami, suami…. (Tergeletak. Pingsan melihat Tuan berpelukan dengan Nyonya)
LAMPU PADAM
*****TAMAT*****
Catatan :
Dipentaskan pertama kali oleh Akademi Seni Kebangsaan Kemantrian Kebudayaan, Kesenian dan Pelancongan Malaysia pada Maret 2004 di Auditorium Tuanku Abdul Rahman, Pusat Pelancongan Malaysia, Kuala Lumpur
Dipentaskan kedua kalinya oleh Akademi Seni Kebangsaan Kemantrian Kebudayaan, Kesenian dan Pelancongan Malaysia bekerjasama dengan Dewan Kesenian Jakarta pada 2 dan 3 maret 2004 di teater Kecil Taman Ismail Marzuki
Naskah ini dipersembahkan kepada Istri tercinta, Putri Reno Raudha Thaib
Dipentaskan kedua kalinya oleh Akademi Seni Kebangsaan Kemantrian Kebudayaan, Kesenian dan Pelancongan Malaysia bekerjasama dengan Dewan Kesenian Jakarta pada 2 dan 3 maret 2004 di teater Kecil Taman Ismail Marzuki
Naskah ini dipersembahkan kepada Istri tercinta, Putri Reno Raudha Thaib
Tidak ada komentar:
Posting Komentar